Lagu penutup yang juga sering ditayangkan di beberapa stasiun televisi adalah Tanah Airku ciptaan Ibu Sud, Bagimu Negeri ciptaan Kusbini, dan Syukur ciptaan H. Mutahar. Â Tentu ada lagu lainnya yang luput dari perhatian saya.
Dalam "Tanah Airku", yang menjadi lagu wajib nasional favorit saya, Ibu Sud menulis: tanah airku tidak kulupakan/kan terkenangselama hidupku/biarpun saya pergi jauh/tidak kan hilang dari kalbu/tanahku yang kucintai/engkau kuhargai.
Yang menjadi pertanyaan saya, kenapa televisi swasta hanya mengalokasikan waktu closing saja untuk lagu-lagu wajib nasional. Ya, kita tahu harga per menit, bahkan per detik, di waktu prime time, sangatlah mahal. Tapi bukankah mewujudkan rasa persatuan untuk merawat ke-Indonesia-an kita lebih mahal lagi harganya, dan menjadi kewajiban kita semua. Salah satu caranya, ditanamkan melalui lagu wajib nasional.
Maka, sebagai perwujudan corporate social responsibilities, alangkah eloknya bila semua stasiun televisi memperbanyak penayangan lagu wajib nasional, termasuk di jam-jam yang padat iklan.
Rasanya pengelola stasiun televisi pasti tidak keberatan menyisihkan waktu sekitar lima menit di sekitar jam 18.00 sampai 21.00 waktu setempat. Toh, selama ini pun semua televisi setiap hari menayangkan azan magrib, meskipun sudah masuk kategori jam yang mahal, jauh lebih mahal dari waktu penayangan azan subuh yang juga berkumandang dari banyak stasiun televisi.
Kalau penayangan azan memupuk sisi spritual pemirsa, khususnya yang beragama Islam, maka akan komplit bila ditambah dengan penayangan lagu wajib nasional. Dengan demikian diharapkan masyarakat kita menjadi masyarakat religius yang nasionalis.Â
Apalagi di tahun politik saat pilkada serentak digelar seperti tahun ini dan tahun depan. Kita wajib mengingatkan bahwa persatuan bangsa jauh lebih berharga ketimbang sekadar memenangkan jagoan kita di saat pemilu.Â
Dengan penayangan lagu yang dikemas bergaya pop, pemirsa akan tertarik untuk menonton dan sekaligus meresapi maknanya. Cara ini lebih efektif ketimbang  tayangan pejabat berpidato, meskipun isi pidatonya sangat bernilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H