Saya tidak tahu pasti apakah istilah "lagu wajib nasional" yang saya angkat sebagai judul, sudah tepat atau malah keliru. Yang saya maksud di sini adalah lagu-lagu yang memupuk rasa nasionalisme kita, selain lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Lagu-lagu tersebut, dulu sewaktu saya masih duduk di bangku SD dan SMP sering diajarkan guru kesenian. Mudah-mudahan sampai sekarang juga masih diajarkan di sekolah, mengingat manfaatnya sebagai salah satu cara untuk membangun karakter bangsa.
Setelah saya meninggalkan bangku sekolah, amat jarang saya mendengar lagu wajib nasional. Tentu ada pengecualian, karena di sekitar tanggal 17 Agustus saat memperingati ulang tahun kemerdekaan, lagu-lagu ini sering berkumandang. Sesekali terdengar pula di tanggal 20 Mei (Hari Kebangkitan Nasional), 28 Oktober (Hari Sumpah Pemuda), dan 10 November (Hari Pahlawan).
Dulu, saat TVRI menjadi satu-satunya stasiun televisi yang kita punya, dengan jam siaran dari pukul 17.00 sampai sekitar 23.00, setiap mau siaran selalu dibuka dengan lagu Indonesia Raya dan ditutup dengan lagu Rayuan Pulau Kelapa.
Sekarang karena semua stasiun televisi nasional beroperasi sepanjang 24 jam atau mendekati itu, maka penayangan lagu kebangsaan atau lagu wajib nasional di banyak stasiun televisi, ditayangkan sekitar dini hari, saat penonton relatif sedikit.
Maka ketika saya beberapa kali menonton tayangan lagu-lagu secara medley, yang diawali lagu Rayuan Pulau Kelapa, di sela-sela perpindahan acara di siang atau malam hari dari stasiun televisi tertua di negara kita, saya merasa surprise.Â
Saya sengaja menyimak penayangan tersebut dengan penuh konsentrasi. Seketika itu juga saya merinding dalam arti positif, haru sekaligus bangga ditakdirkan sebagai orang Indonesia.
Apalagi lagu tersebut dibawakan oleh beberapa artis nasional masa kini, dengan aransemen yang ngepop, serta latar belakang keindahan alam tanah air yang memukau. Belakangan saya tahu bahwa lagu tersebut adalah proyek idealis para artis papan atas dengan menelorkan album "Satu Indonesia".
Memang, lagu Rayuan Pulau Kelapa ciptaan Ismail Marzuki, punya irama yang enak didengar. Liriknya juga menghanyutkan perasaan. Coba simak penggalan liriknya: melambai-lambai nyiur di pantai/berbisik-bisik raja kelana/memuja pulau nan indah permai/tanah airku Indonesia.
Saya teringat di salah satu stasiun televisi pernah pula menayangkan lagu ciptaan Ismail Marzuki lainnya yang berjudul Indonesia Pusaka. Ini lagu yang  tidak kalah syahdunya. Sebagian liriknya berbunyi: di sana tempat lahir beta/dibuai dibesarkan bunda/tempat berlindung di hari tua/tempat akhir menutup mata.
Betapa menggugahnya lagu Indonesia Pusaka tersebut, sampai-sampai seorang Rosalina Musa, komentator warga Singapura di acara festival dangdut se Asia di salah satu stasiun televisi swasta, mengakui suka mendengarkannya, dan ia mampu menyanyikannya dengan benar. Lagu ini memang menjadi salah satu lagu penutup siaran di televisi penyelenggara festival dangdut tersebut.