Barangkali selain masyarakat Riau, tidak banyak yang tahu bahwa ada nama kota Pasir Pengaraian yang merupakan ibukota kabupaten Rokan Hulu di Provinsi Riau dan merupakan sebuah kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten induknya, Kampar, pada tahun 1999 yang lalu. Memang dulunya Rokan Hulu daerah yang biasa-biasa saja, meskipun seperti kabupaten lain di Riau, perekonomiannya relatif baik, terbantu dari hasil perkebunan sawit.Â
Hanya saja, jarang sekali orang dari luar kabupaten, apalagi dari luar provinsi, Â yang ingin melancong ke sana. Letak geografisnya sedikit kurang menguntungkan, karena bukan daerah perlintasan utama. Memang, kota Pasir Pengaraian pasti dilewati bila seseorang dari Pekanbaru hendak ke Padang Sidimpuan atau Sibolga di Sumatera Utara, dan sebaliknya.Â
Namun dua kota tersebut bukanlah kota provinsi dan bukan pula tujuan wisata terkenal. Maka daerah yang "hidup" di Riau adalah yang dilewati oleh jalur antar ibukota provinsi, yakni Pekanbaru-Medan, Pekanbaru-Padang, dan Pekanbaru-Jambi. Tentu ke pelabuhan laut di Dumai juga jalur yang padat, dan lagi dibangun jalan tol.
Tapi semuanya berubah sejak sekitar satu atau dua tahun yang lalu, setelah Masjid Agung Madani Islamic Center (selanjutnya ditulis Masjid Agung) Rokan Hulu mendapat predikat sebagai masjid terbaik se nasional dari Kementerian Agama pada tahun 2015 yang lalu. Ada beberapa indikator yang dinilai seperti  kemakmuran, ketertiban administrasi, dan pemeliharaan dari suatu masjid.
Kemakmuran bisa ditafsirkan identik dengan kemegahan. Tentu bila ada yang memperdebatkan dengan membandingkannya dengan kemegahan masjid lain, seperti Masjid Istiqlal Jakarta yang merupakan masjid agung level nasional atau Masjid Agung An Nur Pekanbaru  yang merupakan masjid agung level provinsi Riau, sah-sah saja. Tapi tulisan ini tidak akan membahas soal ini, meskipun foto Masjid Agung Rokan Hulu dan Masjid Agung An Nur di sertakan di sini.Â
Sontak setelah itu, masjid yang mulai dibangun tahun 2008 dan diresmikan tangal 6 Agustus 2010 oleh Bupati Rokan Hulu, Achmad M Si, dengan menghadirkan dai sejuta umat alm. KH. Zainuddin MZ, menjadi ramai dikunjungi masyarakat. Mulanya hanya oleh masyarakat di sekitar kota Pasir Pengaraian, Bangkinang, dan Pekanbaru saja.Â
Tapi berkat berbagai foto yang tersebar di media sosial, saat ini relatif banyak warga dari luar Riau yang datang berwisata religi. Boleh dikatakan setiap hari ada puluhan bus pariwisata dari Sumut, Sumbar, Jambi dan Sumsel, di samping dari Riau sendiri yang banyak datang dengan kendaraan pribadi, parkir di halaman masjid yang lumayan luas.
Mengingat jarak yang cukup jauh dari provinsi tetangga, bisa memakan waktu sekitar 10 jam dari Padang atau Jambi, dan waktu yang lebih lama lagi bila dari Medan atau Palembang, maka gampang ditebak, di sekitar masjid muncul hotel atau tempat penginapan dan restoran. Perekonomian di Rokan Hulu yang selama ini irama kehidupannya tergantung pada harga sawit, sekarang punya "mainan" baru, sektor pariwisata. Â
Bagi yang tidak punya dana buat menginap di hotel, tersedia dua rumah singgah di komplek masjid, yakni satu untuk laki-laki dan satu untuk perempuan, dengan suasana mirip di asrama. Banyak pula pengunjung yang beristirahat dengan menggelar tikar di koridor di kedua sisi masjid. Ada pula yang mojok sambil memakan nasi bungkus yang mereka bawa. Â
Tidak sedikit pula yang mandi dan berganti pakaian di toilet masjid. Maka jadilah soal kebersihan sebagai masalah utama di masjid tersebut. Sejumlah petugas kebersihan yang rajin menyapu dan mengepel lantai belum memadai menghadapi tingkah polah sebagian pengunjung yang kurang disiplin.