Makanya banyak peraturan yang dibuat orang pusat (bayangkan kalau masing-masing divisi membuat surat edaran berisi instruksi ke semua unit kerja), lalu masing-masing melakukan sosialisasi, membuat pusing pemimpin wilayah dan pemimpin cabang, bagaimana memadukan target dari beberapa divisi tersebut bisa dicapai di wilayah atau cabangnya. Tapi pemimpin wilayah yang bagus biasanya punya kreativitas dengan melakukan improvisasi atas arahan dari banyak divisi. Jadi ada unsur seninya juga.
Seorang spesialis menguasai satu bidang secara mendalam, sedangkan seorang generalis menguasai banyak bidang meski tidak mendalam. Tapi seorang generalis dengan dibantu bawahannya  di berbagai bidang akan mampu menjadi pemimpin yang sukses. Generalis tidak harus tahu semua hal, tapi mampu mengambil keputusan yang tepat dan mengawal pelaksanaannya.
Kembali ke topik pemilihan gubernur Jawa Timur, maka kalau Khofifah merasa punya potensi yang bersifat generalis, sama sekali beliau bukanlah turun kelas bila nantinya terpilih jadi gubernur. Siapa tahu, selama ini beliau gregetan karena sebagai menteri mungkin punya ide yang banyak di luar bidang kementerian yang ia pimpin, dan itu bisa direalisasikan saat nanti menjadi kepala daerah.
Contoh generalis yang baik itu yang paling hebat tentu saja presiden kita, Joko Widodo. Dimulai dari walikota, gubernur, dan sekarang presiden. Sebaliknya seorang spesialis yang cepat belajar dan punya kemampuan manajemen yang tinggi, bisa sukses juga saat jadi presiden, seperti yang ditunjukkan oleh Habibie.
Jadi kita ucapkan selamat bertarung bagi Khofifah-Emil Dardak, dan serahkan hasil akhirnya pada pilihan masyarakat Jawa Timur.