Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jelang Akhir Tahun Anggaran, Jangan Biarkan "Rombongan Sirkus" Beraksi

14 November 2017   10:23 Diperbarui: 14 November 2017   18:33 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. tripadvisor.com.au

Sedangkan opex adalah pengeluaran biaya yang habis dikonsumsi, seperti pembayaran gaji pegawai, tagihan listrik, telepon, air dan utilities lainnya. Nah, biaya tiket pesawat untuk melakukan kunjungan dinas, jamuan makan, hotel, hiburan, dan yang sejenis dengan itu, termasuk bagian dari opex. Bila rencana yang telah dianggarkan bisa dihemat dalam pelaksanaanya atau dikurangi frekuensinya sepanjang hasil yang dituju tercapai, malah bagus bagi perusahaan. Itu yang disebut dengan efisien.

Sebuah BUMN pasti ditarget oleh pemerintah untuk bisa mencetak sejumlah laba. Masalahnya, bila target tersebut telah tercapai atau mendekati tercapai menjelang akhir tahun, sementara anggaran untuk ikut seminar, pelatihan, workshop, focus group discussion, atau apapun namanya, masih tersisa banyak, ada perasaan sayang bagi pejabat kalau gak kepake. Bisa-bisa jatah tahun depan dikurangi karena realisasi biaya tahun lalu tidak tercapai.

Ada lagi anggapan bahwa bila perusahaan teralalu berhemat, memang laba akan naik. Tapi laba yang besar akan menjadi bumerang untuk tahun berikutnya, karena pasti labanya akan ditarget jauh lebih besar lagi. Jadi, jangan heran kalau ada pemikiran untuk bermain aman saja. Bila target laba Rp 100, ya realisasinya cukup Rp 101 atau 102. Kalau Rp 120? Jangan dong, itu biar jatahnya tahun depan.

Dengan semua kesalah-kaprahan di atas, maka rombongan sirkus pun beraksi. Yang kelas ringan cukup ikut program di Bali atau Yogya. Kelas sedang ya ke Singapura, Hongkong atau Tokyo. Kelas berat beraksi di Eropa atau Amerika. Kelas ringan, sedang atau berat tentu tergantung pada tinggi rendahnya jabatan.

Saya teringat cerita teman-teman yang berkarir perusahaan swasta. Mereka terlihat iri kepada pejabat perusahaan BUMN. Katakanlah mereka bertemu di suatu workshop di Bali. Biasanya untuk topik tertentu yang diwajibkan pihak regulator seperti tentang manajemen risiko, hampir semua perusahaan besar mengirim wakil untuk hadir. Tapi wakil dari sebuah BUMN papan atas bisa belasan orang, sementara dari swasta papan atas, berkisar 1 sampai 3 orang saja.

Kenapa wakil perusahaan swasta merasa iri? Karena wakil dari BUMN barangkali bisa disebut sebagai rombongan sirkus. Mereka menginap di hotel bintang lima, ada mobil yang disiapkan oleh kantor cabang atau kantor wilayahnya di Bali untuk pejabat dan istri, ada juga yang bawa anak dan mantu. Si bapak work, anggota keluarga shop. Tapi si bapak juga gak konsentrasi, baru work setengah hari, sudah kabur untuk bergabung sama anak istri kelayapan di destinasi wisata nomor satu di tanah air itu.

Kenapa orang daerah begitu antusias melayani pejabat pusat? Karena bila dia mampu melayani, itu adalah "prestasi" yang bisa mendongkrak posisinya di masa depan. Makanya, yang ditempatkan sebagai kepala cabang atau kepala wilayah di Bali atau daerah lain tempat bos dari pusat sering main golf atau jalan-jalan bareng keluarga, seperti Batam dan Yogyakarta, harus punya kompetensi di bidang pelayanan yang tinggi. Yang di Batam, harus juga lihai dalam mengatur agenda ekstra ke Singapura.

Kalau isi surat seskab di atas dijadikan referensi, maka yang sudah betul dalam mempraktikkannya  justru dari perusahaan swasta. Ada petingginya yang datang, cukup dijemput oleh seorang sopir kantor cabang setempat untuk diantar ke hotel. Lalu setelah itu dilepas saja, karena menginap di hotel yang sama dengan tempat workshop.

Jadi, karena itu surat dikeluarkan tahun lalu, khawatir para pejabat kita lupa lagi, ada baiknya masyarakat ikut mewaspadai dan tidak membiarakan saja bila akhir tahun ini "rombongan sirkus" beraksi (lagi). Caranya? Bagi pejabat, baik di pusat maupun di daerah, bila akan melakukan kunjungan kerja, tahan sekuat-kuatnya keinginan untuk sekalian plesiran bersama keluarga. Bagi perwakilan di daerah atau  di luar negeri yang menyambut kunjungan kerja para pejabat, layani sepatutnya dan membantu sepanjang ada kaitan dengan kedinasan. 

Bagi masyarakat? Wah sebetulnya di era milenial ini amat gampang untuk turut berpartisipasi. Cukup dengan mem-posting di media sosial bila menemukan aksi "rombongan sirkus".  Begitu menjadi trending topic, tak pelak lagi isunya sudah mengemuka secara nasional, bahkan internasioal. Bukankah itu merupakan hukuman sosial yang ampuh bagi para penghambur anggaran negara? Di samping itu, nantinya masyarakat perlu "mengawal" apakah terhadap sang oknum akan diproses untuk dijatuhi sanksi atau hukuman secara kedinasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun