Rasa-rasanya sebahagian besar panitia dompet amal melalui dunia maya memang bertujuan positif. Hanya saja tetap perlu kewaspadaan. Pembajakan akun Facebook seseorang yang dipakai untuk minta sumbangan atau minta tolong pinjam duit ke teman-teman medsos, pernah marak terjadi. Untuk itu, proses meneliti dulu sebelum menyumbang, tetap diperlukan. Kalau di dunia nyata, ada orang yang pura-pura cacat yang jadi kaya dari mengemis, di dunia maya pun bisa saja terjadi.
Memang orang kita gampang tergugah, dan di pihak lain ada yang keenakan terus menerus mengarang cerita sedih, agar dapat sumbangan. Atau cerita yang sama tapi "dijual" berkali-kali ke teman yang berbeda.Â
Kesimpulannya, masalah dompet amal bukan terletak pada sulitnya mengumpulkan dana, tapi justru pada masalah akuntabilitas penyelenggaraannya. Untuk itu, sangat diharapkan adanya pengawasan dari pemerintah melalui instansi yang berkaitan, yang bisa berjalan dengan baik.
Di samping itu, beberapa yayasan yang sudah terkenal mampu bersikap profesinal dengan akuntabilitas yang terpelihara, diharapkan mau memberikan pelatihan kepada banyak yayasan-yayasan kecil yang tersebar di berbagai pelosok.
Bagaimana melaksanakan program secara efektif dan melaporkan pertanggungjawabannya kepada publik, menjadi salah satu materi pelatihan yang utama. Jangan hanya cara menggali dana saja yang dikuasai.
Yayasan yang besar janganlah terkesan ingin "memonopoli" dengan menguasai "pasar" amal dengan gencar berpromosi dan membuka cabang di banyak tempat. Justru dengan pendekatan kemitraaan atau berkolaborasi dengan yayasan lokal, akan mempercepat tersebarnya dompet amal yang akuntabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H