Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengkhianatan dan Kesetiaan Cinta Saat Dihantam Badai Politik

6 Oktober 2016   06:50 Diperbarui: 6 Oktober 2016   07:35 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata Bhisma telah meninggal di tahun 2000. Apa yang terjadi sejak Bhisma terpisah dari Amba sampai beberapa hari sebelum ia meninggal, tertulis dalam surat-surat untuk Amba yang tidak pernah dikirimkannya tapi disembunyikan di suatu tempat. Memang selama masih berstatus tahanan politik, surat menyurat disensor oleh aparat. Di samping itu Bhisma pun tidak tahu alamat Amba.

Bagaimana penggambaran situasi Pulau Buru, khususnya saat ribuan tahanan dari berbagai penjuru, terutama dari Jawa, dipaksa untuk membuka lahan pertanian, terekam dengan baik di novel tersebut. Padahal dulu apa yang terjadi di Buru sangat kabur informasinya.

Peristiwa politik, katakanlah semacam revolusi, selalu punya banyak tafsir tergantung dari sisi pandang siapa. Novel Amba sama sekali tidak menyatakan ideologi mana yang benar atau salah. Tapi revolusi selalu memakan banyak korban anak manusia, termasuk dengan segenap kisah cintanya.

Kesetiaan dan pengkhianatan ibarat dua disi dari suatu mata uang, dalam arti sudah menyatu dan tak terpisahkan. Amba menikah dengan Adalhard, dan Bhisma dalam usia tua baru menikah dengan anak kepala suku di Buru, namun sesungguhnya cinta Amba hanya untuk Bhisma dan begitu pula sebaliknya.

Dan siapakah orang misterius yang mengirim email kepada Amba. Ya, Salwa-lah yang melakukannya. Ia tahu Amba sangat cinta Bhisma, dan momen yang pas untuk ia berkirim kabar adalah setelah Adalhard meninggal. Itulah kemuliaan hati Salwa, meski sakit hati dicampakkan Amba, ia tetap ingin melihat Amba berbahagia.

Setelah saya menuntaskan melahap Amba, saya segera teringat sebuah novel lain yang senada dan tak kalah hebat, juga dari novelis wanita, yakni 'Pulang' buah karya Leila S Chudori. Sama-sama ada usur kisah cinta dan pengkhianatan yang dipaksa oleh keadaan.  Bedanya, Amba berkisah tentang tahanan di Pulau Buru, Pulang menceritakan kisah Dimas, seorang eksil politik Indonesia di Perancis. Meski di awal pelariannya Dimas menghadapi banyak rintangan, pada akhirnya ia dan beberapa teman sesama asal Indonesia bisa hidup di Paris dengan mengelola Restoran Tanah Air.  Namun Dimas tidak bisa menghilangkan perasaan bersalahnya karena kawan-kawannya di tanah air di awal Orede Baru dikejar, ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan peristiwa 30 September 1965.

Menurut saya, dua novel di atas sangat bermanfaat sebagai referensi bagi generasi sekarang yang selama ini hanya mendapat kisah versi buku sejarah resmi. Inilah novel yang bernilai sastra dan sekaligus bernilai sejarah. Akhirnya, sejarah bukanlah soal hitam-putih, tapi lebih banyak warna abu-abunya.  Dalam wilayah abu-abu tersebut masing-masing manusia punya drama sendiri tentang keluarga, persahabatan, cinta dan pengkhianatan yang harus dilaluinya.

Dua Novel dari Dua Wanita/dok pribadi
Dua Novel dari Dua Wanita/dok pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun