Destinasi wisata di tanah air kita sudah semakin banyak dan menyebar. Â Kalau dulu yang terkenal hanya Bali dan sekitarnya, maka sekarang terkuak sudah, ternyata dari ujung barat sampai ujung timur negara kita bertebaran surga yang selama ini tersembunyi.
Paling tidak itulah pendapat 53.097 orang voters (4.331 orang di antaranya berasal dari mancanegara) yang diselenggarakan oleh situs ayojalanjalan.com, sebagaimana dimuat oleh kompas.com 17 September 2016 yang lalu. Ada banyak pertanyaan yang diajukan, salah satunya adalah destinasi wisata yang menurut responden layak dijuluki sebagai surga yang tersembunyi.
Nah, jawaban atas pertanyaan di atas, setelah ditabulasi, hasilnya menyatakan Pulau Kei, di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai peringkat pertama, diikuti oleh Pulau Mandeh di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dan Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Masih banyak lagi obyek wisata dari segenap penjuru yang juga berhasil masuk tiga besar di sembilan kategori lainnya, seperti Pulau Morotai di Maluku Utara dan Pantai Nihi Watu, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
Inilah dampak positif dari kesadaran hampir semua daerah untuk menggarap secara serius potensi pariwisata yang dimilikinya. Boleh dikatakan saat ini antar daerah bagaikan saling berlomba untuk menarik minat wisatawan datang ke daerahnya. Ada yang fokus ke wisata alam, Â ada pula ke wisata budaya, sejarah, religi, kuliner, festival kreatif, serta wisata dengan minat khusus (petualangan, berselancar, dan sebagainya).
Hal di atas pantas kita sambut gembira. Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi, dengan sejumlah problem untuk menggerakkan sektor riil, pariwisata Indonesia yang memang sudah dianugerahi Tuhan dengan alam yang indah dan keragaman budayanya, tampil menjadi penyelamat. Meski kita relatif terlambat dibanding negara jiran dalam pengembangan pariwisata, tapi bila dilakukan promosi yang intensif dan konsisten, kita optimis bisa menyalip dan menjadi yang terdepan di Asia Tenggara.
Namun ada sejumlah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi agar kesuksesan tersebut semakin cepat diraih. Sejumlah proyek infrastruktur harus dikebut pembangunannya. Kalau tidak, maka yang kita miliki tetap saja "surga tersembunyi". Meski disebut surga, tapi kalau untuk mencapainya harus menempuh perjalanan darat dengan jalan yang jelek, atau berlayar mengarungi laut dengan kapal kayu yang tidak punya fasilitas keselamatan penumpang yang memadai, maka orang tetap saja enggan berkunjung.Tak kalah penting adalah mendidik pelaku usaha pariwisata untuk lebih memperhatian kebersihan obyek wisata. Penting pula adanya transparansi biaya masuk obyek wisata. Jangan sampai ada pungutan liar, termasuk dari petugas parkir. Para pedagang diingatkan agar menerapkan tarif yang jelas standarnya dan tidak memalak pembeli.
Terakhir, jangan antar daerah hanya meniru daerah lain yang telah sukses. Perlu kreativitas yang orisinal. Begitu Jember berhasil dengan karnaval fesyen, banyak daerah lain yang melakukan hal yang sama. Demikian pula untuk ajang tour balap sepeda, marathon, festival budaya, festival kuliner, festival layar, dan sebagainya.Â
Dalam teknik berpromosipun juga perlu kreativitas. Begitu Pulau Belitung menggeliat karena dampak film Laskar Pelangi, daerah lain juga melakukan hal yang sama, namun dampaknya tidak lagi sedahsyat Belitung. Intinya, harus mencari metode yang baru, atau kalaupun meniru, tentu harus dilakukan berbagai modifikasi agar publik tidak bosan.
Amat sayang kalau surga tersembunyi yang tersebar di negara kita, hanya dinikmati masyarakat setempat. Dunia perlu tahu, dan ciptakan iklim yang kondusif untuk itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H