Usai sudah turnamen sepak bola Piala AFF U-19. Pada partai final yang berlangsung Sabtu (24/9) di Hanoi, Vietnam, saling berhadapan dua negara yang memang menjadi unggulan utama, yakni Australia dan Thailand.
Akhirnya Australia yang relatif baru bergabung sebagai anggota AFF atau Asosiasi Sepakbola Asia Tenggara, berhasil memboyong gelar juara setelah menang telak 5-1 dari Thailand. Uniknya di babak penyisihan, Thailand mengandaskan Australia juga dengan skor 5-1, sehingga Australia maju ke semi final dengan status juara kedua grup di bawah Thailand.
Kedua finalis tersebut adalah negara yang menggagalkan ambisi Indonesia di babak penyisihan. Indonesia kurang beruntung karena berada di grup 'neraka' bersama Thailand, Australia, Myanmar, Kamboja dan Laos.
Seperti diketahui, Indonesia harus puas menduduki tempat keempat di babak penyisihan di bawah Thailand, Australia dan Myanmar, namun masih di atas Laos dan Kamboja. Dibanding dengan prestasi Timnas U-19 di era Evan Dimas dan kawan-kawannya tiga tahun lalu yang meraih gelar juara, ini jelas suatu kemunduran.
Tapi mengingat persiapan yang amat minim karena dampak pembekuan PSSI, hasil kali ini di bawah asuhan pelatih Eduard Tjong dapat dimaklumi. Waktu Evan Dimas cs ditempa pelatih Indra Sjafri, tersedia waktu yang cukup, bahkan ikut beberapa turnamen di luar negeri sebelum bertarung di Piala AFF U-19 yang saat itu berlangsung di Sidoarjo, Indonesia.
Menarik pula untuk mencermati prestasi pesebak bola remaja negara tetangga kita, yang pernah selama 24 tahun (1975-1999) menjadi provinsi ke-27 Republik Indonesia, yakni Timor Leste (saat bergabung dengan NKRI disebut Timor Timur). Timor Leste berhasil membuat kejutan besar dengan maju ke semi final, meski akhirnya kalah dramatis 1-2 di semi final dari Thailand dari gol di injury time.Â
Tidak main-main, di babak penyisihan Timor Leste mampu mengalahkan tiga negara yang selama ini relatif kuat di level Asia Tenggara, yakni Singapura, Malaysia dan Filipina. Mereka hanya kalah dari tuan rumah Vietnam yang akhirnya menjadi juara grup.
Takuma Koga pelatih asal Jepang berhasil menanamkan fanatisme yang tinggi bagi skuad U-19 Timor Leste. Melihat semangat mereka yang militan tersebut, bagi yang pernah menonton, mungkin teringat dengan sebuah film berjudul 'A Barefoot Dream' yang pernah diputar di Jakarta di tahun 2011.
Film tersebut dibuat berdasarkan kisah nyata dari seorang mantan pemain bola di Korea Selatan yang mencoba mencari peluang usaha di negara yang baru berdiri, Timor Leste. Namun melihat anak-anak yang bermain bola bertelanjang kaki di pinggir pantai Dili, Ibu Kota Timor Leste, menggugah semangatnya untuk serius melatih anak-anak tersebut bermain bola secara benar.
Mimpi anak-anak tersebut untuk mengikuti turnamen di luar negeri akhirnya terwujud saat mereka main di turnamen sepak bola remaja di Jepang dan berhasil menorehkan prestasi yang bagus.Â
Kisah nyata yang diangkat ke layar lebar oleh seorang sutradara Korea serta memenangi festival film di sana, bisa jadi menginspirasi banyak anak-anak Timor Leste. Keberhasilan mereka di Piala AFF U-19 membuktikan bahwa bakat alam anak-anak di negara yang relatif miskin sekalipun, bila dibina secara baik dan konsisten, tetap mampu untuk berbicara di pentas internasional.Â
Bakat alam tersebut di negara kita amatlah berlimpah, termasuk di daerah yang kondisi alam dan sosial ekonominya relatif mirip Timor Leste seperti di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Sayangnya justru tidak banyak pemandu bakat yang mau blusukan ke daerah yang jauh dari Ibu Kota Jakarta tersebut.
Andaipun ada beberapa pemain dari daerah tersebut yang terjaring, pembinaannya yang masih kurang konsisten. Akhirnya kita lebih banyak mengandalkan siswa sekolah sepak bola yang mampu membayar uang sekolah dan membeli berbagai perlengkapan yang harus dimiliki seorang pemain bola. Anak-anak kota besar siswa sekolah sepak bola ini, meski secara teknik lumayan baik, jiwa militansinya yang masih harus dipupuk terus.
Tentu kita tidak mau dipermalukan terus menerus, bila prestasi Indonesia di level Asia Tenggara saja semakin terpuruk. Di lain pihak negara tetangga punya program berjangka panjang yang menjanjikan harapan.
Semoga ketua umum PSSI yang akan segera dipilih (menurut rencana di Bulan Oktober mendatang), mampu mengapitalisasi bakat alam yang melimpah dari seluruh pelosok nusantara untuk digembleng secara konsisten dalam jangka panjang.
Membentuk kerja sama tim yang solid dengan jiwa militan saat bertarung di lapangan hijau, sama pentingnya dengan mengasah aspek teknik bermain bola. Itulah antara lain pelajaran berharga yang bisa dipetik dari keberhasilan saudara kita dari Bumi Lorosae, julukan lain dari Timor Leste.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H