Pelatihnya itu-itu saja, termasuk pelatih asingnya juga kebanyakan yang sudah pernah melatih di klub Indonesia lain, atau yang pernah berkarir di negara jiran Malaysia. Persipura mengambil Angel Alfredo Vera, pelatih asal Argentina yang pernah menukangi Gresik United.
Di lain pihak, stok pemain juga terbatas. Regenerasi terbilang mandek. Pemain gaek berusia di atas 35 yang seharusnya merintis karir kepelatihan, masih saja menjadi andalan. Bahkan ada yang sudah berumur 40 tahun seperti Christian Gonzales dan Bima Sakti.
Untung saja di TSC ada pasokan baru sebagai dampak positif prestasi bagus timnas U-19 di tahun sebelumnya yang digembleng Indra Syafri. Sekarang mereka menyebar di banyak klub. Namun amat disayangkan, kecuali beberapa nama seperti Evan Dimas dan Ryuji Utomo, tidak banyak klub yang memberi mereka kesempatan menjadi pemain utama.
Dalam kondisi seperti itu, PS TNI meski terpuruk harus diacungi jempol. Visinya lebih jelas ketimbang Bhayangkara Surabaya United (BSU) yang dibina Polri. TNI memakai mayoritas pemain muda, statusnya tentara, dan tanpa pemain asing.Â
Memang sampai saat ini PS TNI masih labil. Sering kalah namun mampu menjadi "pembunuh raksasa" dengan menumbangkan klub peringkat atas Arema Cronus 1-0. Tadi malam (6/8) mereka dihajar Sriwijaya 6-1, tapi pelatih Suharto pantas untuk dipertahankan dan diberi kesempatan untuk perbaikan ke depan.
Persib pun idem dito. Meski pelatih bertangan dingin Djadjang Nurdjaman sudah bersama mereka kembali, prestasi tidak otomatis terangkat. Kemaren mereka kalah dari klub Papua yang belum punya nama sebesar Persipura, yakni Perseru Serui, dengan skor 1-0.
Kepada kelompok suporter dituntut kedewasaannya untuk tidak menekan manajemen buru-buru mengganti pelatih. Cinta kepada klub tidak harus sirna bila klub sering kalah. Justru dukungan tiada henti termasuk di saat terpuruk, bisa menjadi vitamin bagi kesuksesan di masa mendatang.
Â