Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tegakkan Integritas Mulai dari Hal Kecil

4 Agustus 2016   07:24 Diperbarui: 4 Agustus 2016   07:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harian Kompas terbitan Selasa (2/8) pada rubrik Nama dan Peristiwa, menulis tentang cerita Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Cerita tersebut tentang gara-gara uang 10 dollar Singapura atau sekitar Rp 97.000, seseorang bisa dipenjarakan di negara jiran itu.

Kisahnya bermula dari seorang asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia yang kedapatan minum minuman keras di sebuah stasiun. Satpam yang memergoki mengancam akan memenjarakan si ART, kecuali kalau mau "damai" dengan menyerahkan 30 dollar Singapura.

Si ART hanya punya 10 dollar Singapura, dan uang tersebut diterima oleh si satpam, sehingga si ART bisa pulang ke rumah. Saat bercerita kepada majikannya apa yang telah terjadi, sang majikan tidak bisa menerima dan melaporkan satpam nakal itu ke polisi. Akhir cerita si satpam pun ditangkap.

Cerita di atas saya kaitkan dengan ceramah Laode Muhammad Syarif, wakil ketua KPK, yang sempat saya ikuti sekitar dua minggu yang lalu di sebuah kantor di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat 

Ceritanya saat beliau kuliah pasca sarjana di Australia, pernah dalam suatu acara beliau berfoto bersama profesornya. Saat itu kamera masih pakai negatif film yang harus dicuci cetak. Laode mencetak foto dan memberikan sang guru besar tiga buah foto.

Di luar dugaan, pak profesor memaksa membayar atas tiga lembar foto seharga dua dollar sepuluh sen mata uang setempat. Laode sudah berkali-kali menyatakan tak punya niat apa-apa, dan pemberian yang harganya relatif kecil itu dilakukan dengan ikhlas.

Beberapa tahun setelah itu, Laode bertemu lagi dengan pak profesor di Amerika Serikat. Karena tetap penasaran dengan penolakan atas pemberian foto di atas, Laode pun bertanya apa alasan beliau tidak mau menerimanya dan memaksa untuk membayar.

Jawaban pak profesor sungguh profesional sekali. Intinya karena saat itu Laode masih menjadi mahasiswanya, maka bila ia menerima sesuatu, meskipun harganya murah, termasuk sebagai gratifikasi. Dan itu merupakan pelanggaran. Ia tak mau terpengaruh nantinya hanya gara-gara dua dollar sepuluh sen, ia harus meluluskan atau memberikan nilai baik pada mahasiswanya.

Nah kalau sekarang (maksudnya saat ketemu di Amerika Serikat tersebut dan tidak lagi dalam posisi mahasiswa dan guru besarnya) Laode memberinya foto, sang profesor akan menerima dengan senang hati.

Memang ada perbedaan jenis kesalahan dalam kedua kisah di atas. Kisah dari Ketua KPK lebih beraroma pemerasan. Sedangkan Laode lebih bernuansa gratifikasi. Pemerasan dilakukan oleh orang yang punya kuasa terhadap pihak lain yang tidak punya kuasa. Sedangkan gratifikasi diberikan oleh pihak yang tidak punya kuasa kepada yang punya kuasa.

Namun kedua cerita tersebut terhubung oleh benang merah yang menggambarkan bahwa tidak ada tawar menawr dalam penegakan integritas. Justru pelanggaran terhadap hal itu harus dimulai dari hal yang kecil. Bila hal kecil dibiarkan,  bisa berbahaya, akan menjadi bibit yang subur untuk pelanggaran yang lebih besar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun