Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika Arsitek Menjadi Kepala Daerah

2 Agustus 2016   21:43 Diperbarui: 4 Agustus 2016   09:05 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok, Risma dan Ridwan Kamil. Sumber: tolongbagikan.com

Dalam rekrutmen pegawai, sebuah perusahaan yang mapan lazimnya menggunakan jasa biro psikologi yang punya reputasi tinggi, sebagai pihak yang dianggap kompeten dalam menyeleksi calon pegawai. 

Tapi dalam pemilihan kepala daerah, hasil pengamatan para psikolog belum tentu mampu menjadi acuan warga yang punya hak pilih. Namun demikian, tidak ada salahnya hasil pengamatan tersebut diulas di sini, karena para psikolog pasti memakai metode yang secara ilmiah telah terbukti.

Nah, dari berita Kompas Selasa (2/8) diketahui bahwa dalam konteks Pilkada DKI Jakarta 2017, tiga tokoh memperoleh penilaian terbaik dari 215 pakar dalam survey yang diselenggarakan Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia pada 13 Juni-28 Juli 2016.

Penilaian itu didasarkan atas sejumlah faktor kapabilitas dan karakter personal. Tiga nama terbaik itu ialah Basuki Tjahaja Purnama, sang "juara bertahan", Ridwan Kamil yang sekarang Wali Kota Bandung, dan Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya saat ini.

Basuki alias Ahok unggul dari sisi visioner dan intelektualitas dalam arti menangkap masalah dan mengimplementasikannya dalam kebijakan praktis dalam waktu cepat. Risma memperoleh penilaian terbaik di bidang integritas, dan Ridwan terbaik di penilaian temperamen. 

Ada sepuluh nama yang disurvey. Nama-nama yang telah mendeklarasikan ingin bertarung melawan Ahok, justru mendapat nilai di kelompok terbawah, yakni Yusril Ihza Mahendra, Sjafrie Sjamsuddin, dan Sandiaga Uno.

Risma dan Ridwan sendiri, meski banyak pihak yang ingin mendekatinya agar mau maju di Pilkada DKI, sampai sekarang tegas menyatakan tidak mau. Alasannya adalah tidak ingin meninggalkan warga yang dipimpinnya dalam periode tugas yang belum habis.

Risma dan Ridwan secara kebetulan sama-sama berlatar belakang arsitek. Risma dari ITS dan Ridwan dari ITB. Sentuhan arsitekturnya sangat terasa pada berbagai taman yang indah di kedua kota tersebut.

Sekadar perbandingan, kalau melihat latar belakang profesi lain, para artis juga banyak yang menjadi kepala daerah. Namun sejauh ini belum ada yang berprestasi fenomenal seperti Risma dan Ridwan. 

Rano Karno yang Gubernur Banten dan Zumi Zola di Jambi, belum banyak terekspose gebrakannya. O ya tentang Rano Karno, ketika Ronald Reagan terpilih sebagai Presiden ke 40 Amerika Serikat di tahun 1981, Majalah Tempo memuat sebuah karikatur gambar seorang anak kecil bertanya kepada kakeknya, "Kapan ya kek Rano Karno bisa jadi Presiden?" Ronald Reagan sebelum jadi politisi adalah bintang film, dan saat itu Rano Karno sedang laku-lakunya menjadi aktor pujaan remaja di Indonesia.

Ingat konteks saat itu adalah di zaman Orde baru. Jangankan menjadi Presiden, untuk jadi Walikota saja di era tersebut tidak terbayangkan akan dijabat oleh seorang aktor. Selama rezim kepemimpinan Presiden Soeharto, seorang kepala daerah hanya berasal dari perwira ABRI atau birokrat dan akademisi.

Zaman berubah, artis dan pengusaha banyak yang banting stir ke dunia politik, legislatif maupun eksekutif, karena peluang terbuka untuk itu. Artis karena popularitasnya, sedangkan pengusaha karena kekuatan uangnya.

Dalam atmosfir politik yang seperti itu, menarik untuk mengamati bahwa ternyata ada beberapa arsitek yang sukses sebagai kepala daerah, khususnya wali kota. Tidak hanya Risma dan Ridwan, ada pula Ramdhan Pomanto yang juga arsitek dan mulai unjuk gigi di Makassar.

Tentang Surabaya, Kompas Minggu (31/7) menulis betapa nyamannya Surabaya untuk anak-anak dan keluarga. Ada 24 buah taman kota yang juga dilengkapi sarana permainan yang edukatif. Di bawah kepemimpinan Ibu Risma, Surabaya berhasil mewujudkan kota yang ramah anak.

Pemkot Surabaya  menata ulang kota dengan menghilangkan titik-titik yang membahayakan pertumbuhan anak. Contohnya penutupan seluruh tempat lokalisasi, terutama Dolly, pertengahan Juni 2014.Tempat seperti Dolly, sebelumnya berdampak buruk bagi bagi anak-anak yang tinggal di sana. Warga Dolly kini ada yang memproduksi sepatu, pakaian, dan makanan ringan. Kampung yang dulu disebut lokalisasi terbesar se Asia Tenggara ini sedang ditata menjadi kawasan wisata.

Lain lagi dengan Makassar, selain kotanya makin metropolis dan adanya ruang publik yang besar di Pantai Losari, sejak dipimpin oleh Ramdhan Pomanto, terlihat semakin apik luar dalam. Maksudnya, yang cantik tidak hanya di jalan protokol tapi juga di ribuan lorong.

Di setiap lorong, warga dimotovasi menghias dengan tanaman produktif, yang bisa mendatangkan keuntungan ekonomis bagi warganya, karena telah dibekali pelatihan kerajinan. Ramdhan mengibaratkan lorong-lorong sebagai sel dalam tubuh. Agar otak dan tubuh sehat, maka sel-selnya yang harus disehatkan terlebih dahulu.

Wali Kota yang berlatar belakang arsitek dengan reputasi internasional, adalah Ridwan Kamil. Banyak karyanya yang menghiasi berbagai kota di dalam dan di luar negeri, di antaranya Museum Tsunami Banda Aceh yang terlihat monumental.

Menjadi walikota Bandung membuat penghasilan pribadi Ridwan turun tajam. Tapi demi memenuhi permintaan masyarakat, Ridwan mengambil risiko itu. Hasilnya tidak saja banyak sekali taman tematik yang dibangun di Bandung, tapi juga pembenahan birokrasi dan pelayanan masyarakat.

Kembali ke konteks Pilkada DKI, tentu bukan jaminan bila dipimpin oleh seorang arsitek, kondisinya akan lebih baik. Buktinya Ahok yang berpendidikan Teknik Geologi, sukses menambah ruang terbuka hijau dari lahan yang dulunya tempat bangunan liar dan kumuh. 

Hanya saja bila Risma dan Ridwan mau memaparkan sarannya tentang cara pembenahan ibukota, terlepas siapapun nanti yang jadi gubernur, tentu menarik untuk disimak. Tidak tertarik untuk jadi Gubernur DKI bukan berarti harus merahasiakan konsep yang ada di benaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun