Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pas-pasan: Bisa Beruntung, Bisa Buntung

20 Mei 2016   10:59 Diperbarui: 20 Mei 2016   18:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang lebih enak dari pada hidup pas-pasan. Maksudnya pas butuh sesuatu, pas lagi ada. Contoh kecil, kebetulan saya tinggal di bilangan Tebet, Jakarta, yang jalannya relatif sempit. Jalan di depan rumah saya hanya pas untuk satu mobil. Untungnya hanya beberapa langkah dari pagar rumah sudah sampai di jalan yang lebih lebar yang bisa untuk mobil 2 arah.

Untuk mendukung program pemda DKI Jakarta agar warga ibukota memilih angkutan umum kalau bepergian, saya mencoba mempraktekkannya. Satu-satunya mobil butut yang saya punya, sering dipakai di hari Sabtu dan Minggu saja. Untuk berangkat ke kantor di kawasan Semanggi, sekitar 3-4 km dari rumah, karena masih segar dan biar ada unsur olahraganya, saya pilih naik angkot. Pulangnya karena udah lelah baru pakai taksi.

Satu-satunya angkot yang lewat di jalan tersebut adalah trayek Kalibata - Manggarai via Tebet. Saya menaiki angkot ini sampai Stasiun Tebet dan selanjutnya berganti dengan mikrolet jurusan Kampung Melayu - Karet. Nah di sinilah ada unsur olahraganya, karena turun mikrolet saya jalan kaki 10 sampai 15 menit, barulah sampai di kantor.

Salah satu kebahagiaan saya setiap pagi di hari kerja adalah bila saat keluar dari mulut gang, pas ada angkot lewat yang relatif kosong.  Sebaliknya menjadi kekecewaan bila pas keluar gang, angkotnya baru saja lewat tanpa ditoleh sang sopir. Soalnya interval kedatangan angkot sering tidak tentu, bisa cepat, bisa pula lama sekali sampai 20 menit. 

Kebahagiaan bisa pula datang bila pas duduk di angkot, ternyata di sebelahnya sudah ada cewek cakep yang wangi parfumnya kecium. Sebaliknya, bila disebelahnya duduk pedagang yang bawa barang besar dengan bau keringat, yah bisa dibilang lagi apes. Jelaslah bahwa pas-pasan bisa beruntung, bisa pula buntung. 

Pola hidup "pas-pasan" jenis keberuntungan bisa diperbanyak contohnya. Pas buka toko, ada pembeli. Pas kebelet pipis dalam perjalanan dengan mobil sendiri, pas ada pom bensin. Pas tamat kuliah, langsung dapat pekerjaan.  Atau yang betul-betul saya alami, saya dan teman-sesama karyawan di sebuah BUMN, yang saat tahun 2003 masih aktif bekerja, mendapat "durian runtuh", karena di tahun itu BUMN tersebut go public. Kepada karyawan dibagikan "jatah" ESOP (Employee Stock Ownership Program). Harga saham BUMN tersebut di kemudian hari melambung tinggi, sehingga banyak karyawan menjual sahamnya dan ķoceknya jadi penuh.

Bayangkan kalau misalkan ada karyawan yang pas di tahun 2002 pensiun atau resign. Demikian juga yang baru bergabung di tahun 2004. Tentu mereka semua tidak berkesempatan mencicipi manisnya saham itu tadi. Kembali, ini soal momentum. Kata orang, kesempatan tidak datang dua kali. Maksudnya bila ada kesempatan, langsung tangkap, jangan berleha-leha karena berpikir masih banyak kesempatan lain.

Masih contoh berbau orang kantoran, ada karyawan yang karirnya sudah lama mandek, eh setahun mau pensiun, pangkatnya naik. Ada pula yang karirnya melejit, eh 6 bulan mau pensiun "terpleset" kesandung kasus, sehingga dapat sanksi turun pangkat.

Tentang pas-pasan yang membuat kita miris, contoh paling pas adalah kisah remaja putri murid SMP di sebuah desa di Bengkulu. Pas pulang sekolah melewati kebun yang sepi, pas ada remaja pria yang habis menenggak miras dan lagi mencari mangsa untuk diperkosa dan bahkan dibunuh. Sungguh sangat sadis.

Apa yang ingin saya sampaikan di sini, katakanlah semacam pesan moral, bahwa dalam kehidupan ini, meski dalam konteks lain banyak pula yang mengatakan "tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, semua sudah sesuai dengan skenario Sang Maha Pengatur", dari kaca mata manusia awam, kita tidak akan terlepas dari yang disebut dengan "pas-pasan", yang beruntung maupun yang buntung. Makanya lakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, sembari berdoa. Berharap mendapat yang terbaik, tapi siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun