Pernah muncul sebuah tulisan dari Cucum Suminar di Kompasiana sekitar dua atau tiga bulan yang lalu, tentang perilaku bos yang tidak disukai. Sekadar me-remind, dalam tulisan tersebut dipaparkan perilaku yang dimaksud, yakni menegur bawahan di depan rekan lain, marah di depan umum di luar batas kewajaran, minta anak buah mengerjakan pekerjaan pribadi, minta anak buah membantu mewujudkan ambisi pribadi, dan perbuatan yang tidak konsisten dengan perkataan.
Saya ingin menambahkan dengan banyak perilaku yang lain. Tapi sebelumnya saya sampaikan bahwa saya sepenuhnya sependapat dengan tulisan Cucum. Bahkan untuk perilaku marah di depan teman yang dimarahi, bisa diperluas dengan marah kepada seseorang di depan anak buahnya. Contohnya begini, seorang direktur memarahi seorang kepala divisi di hadapan banyak anak buah si kepala divisi.Â
Hal begini mengakibatkan hancurnya mental dan runtuhnya kewibawaan si kepala divisi di mata anak buahnya. Yang lebih gila lagi istri direktur memarahi bawahan suaminya, yang sebetulnya itu tak ada hubungan kerja seseorang dengan istri bosnya. Dulu, di era sebelum reformasi, saat Darma Wanita masih kuat, hal ini bisa terjadi.
Nah, lalu perilaku apa lagi yang diperbuat atasan, yang tidak disukai bawahan? Saya sudah menginventarisir dan ketemu sejumlah perilaku berikut ini. Pertama, bos yang sering berceramah dengan mengulang-ulang nasehat lama, cerita lucu lama, atau ringkasnya materi yang disampaikan sudah basi.Â
Kedua, bos yang susah ditemui, karena selalu mengurung diri di ruangan yang dikunci, atau karena terlalu banyak tamu yang datang silih berganti. Bisa juga karena terlalu sering ke luar kantor. Â Ketiga, bos yang terlalu sering nongkrongin anak buah yang lagi diberi tugas khusus, sehingga anak buah merasa stress karena dipelototin atau ditungguin bos.
Keempat, bos yang cenderung pilih kasih, bicara dengan orang tertentu saja, atau nama orang tertentu selalu disebut-sebut. Adapun anak buah yang lain dicuekin saja, bahkan tidak mengenal namanya. Bagi yang disukai ada pula sisi tidak enaknya, karena beban tugas banyak dilimpahkan kepada mereka, berhubung bos sudah percaya dengan kemampuannya. Yang lain dibiarkan nganggur main game.Â
Kelima, bos yang perfeksionis. Bila anak buahnya membuat draft surat dinas, draft tersebut  dicoret beberapa kali, tapi akhirnya kembali lagi ke versi asal. Capek deh. Keenam, bos yang sok akrab, pakai lu gua terus. Padahal anak buah tentu gak berani memanggil lu gua kepada bos.
Ketujuh, bos yang arogan dengan membangga-banggakan masa lalunya, termasuk memuji diri sendiri yang berhasil dalam karirnya. Ada juga bos yang senang menceritakan kekayaannya, atau mengibaskan uang kertas pecahan 100 dollar US di depan anak buahnya.
Kedelapan, bos yang feodal, ingin dihormati secara berlebihan. Anak buah harus membungkuk, kalau perlu cium tangan. Kalau lagi di ruang rapat, anak buah belum berani duduk sebelum diberi aba-aba untuk duduk. Kalau bos belum makan kue, anak buah belum berani bahkan sekadar menyentuh snack box saat rapat. Kalau bos berdiri, maka semua anak buah ikut berdiri. Â
Bos begini kadang-kadang disebut juga "ke-bapak-an", karena sering memanggil diri sendiri dengan "bapak". Contohnya kalau bos bilang "bapak gak suka kalau kalian begitu", maksudnya yang gak suka adalah si bos itu sendiri.
Kesembilan, bos yang sering mendiamkan usulan atau draft yang dibuat anak buah, gak jelas apakah beliau setuju atau tidak setuju. Surat-surat ditumpuk tidak didisposisi. Atau disposisinya pendek banget tanpa ada arahan sama sekali, contoh: "kasie keuangan", maksudnya kasie keuangan untuk menindaklanjuti. Bisa juga ditulis "kasie keuangan, TL", maksudnya TL adalah tindaklanjuti, meski anak buah sering becanda mengartikan TL sebagai tarok (di) laci.