Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Medan - Payakumbuh dalam Tiga Etape

21 Februari 2016   14:59 Diperbarui: 21 Februari 2016   15:32 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Inilah sebuah perjalanan darat terpanjang yang saya lakukan sejak 18 tahun terakhir, dan pengalaman pertama saya membagi perjalanan dalam tiga etape. Dulu, saya memang pernah melakoni naik bis jarak jauh yakni dari Bukittinggi ke Jakarta atau sebaliknya. Pernah pula dari Jakarta ke Denpasar dan sebaliknya. Tapi itu semua dalam satu etape, yakni di bis tersebut, meski diselingi naik ferry.

Nah, kali ini peristiwanya lain. Ceritanya saya ditunjuk menjadi saksi pernikahan salah seorang keponakan saya di Payakumbuh, Sumbar, Sabtu tanggal 20 Februari 2016. Di lain pihak hari Kamis sebelumnya saya dapat penugasan dinas ke Medan. 

Dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk frekuensi pesawat Medan - Padang yang hanya sekali sehari di sore hari, saya memutuskan menjalani tiga etape perjalanan. Etape 1, naik kereta api dari Medan ke rute terjauh ke arah selatan, yakni Rantau Prapat sejauh 280 km. Etape ke 2, ada teman di Rantau Prapat yang bersedia meminjamkan mobil plus sopir ke Duri, Riau sejauh 250 km. Di Duri saya punya adik yang sudah menunggu untuk bersama-sama menempuh etape 3, Duri - Payakumbuh, sejauh lebih kurang 300 km.

Etape 1 berlangsung mulus selama 4 jam 25 menit, naik kereta api trip terakhir. Berangkat dari Stasiun Medan pukul 22.30, dan sampai di Stasiun Rantau Prapat pukul 03.55. Kereta apinya meski tidak senyaman kereta Argo Bromo di Jawa, tapi standar layanannya sama dengan kereta di Jawa.

Karena perjalanan malam, tak banyak yang bisa saya ceritakan. Stasiun yang dilewati yang saya ingat adalah Tebing Tinggi dan Kisaran. Beberapa stasiun lainnya tidak saya ketahui karena tertidur bermodalkan selimut yang disewa Rp 10.000. (Kalau di Argo Bromo selimut tersebut dinikmati secara gratis).

Etape 2 start jam 4.00 dini hari. Rantau Prapat di saat subuh memang sepi. Tapi di siang hari saya bayangkan sebagai kota yang sibuk, melihat banyaknya ruko bergaya baru, dan juga toko-toko bergaya lama. Dan ternyata ada banyak hotel di sepanjang jalan utama.

Rantau Prapat memang kota persinggahan jalur darat Pekanbaru - Medan. Ini adalah jalur yang padat terkait keberadaan kebut sawit dan karet yang amat luas di provinsi Sumut dan Riau. Meskipun harga produk perkebunan sekarang ini lagi turun, tapi sisa kejayaan masa lalu terlihat jelas.

Beberapa kota baru bertumbuhan di jalur Rantau Prapat - Duri. Setiap habis melewati kebun sawit yang berjejer rapi belasan kilometer, akan bertemu kota kecamatan atau kota kabupaten hasil pemekaran. Kotanopan, Bagan Batu, Balam, dan Ujung Tanjung, adalah kota-kota yang dilewati yang masing-masingnya mempunyai beberapa hotel, ruko ruko modern yang memanjang, sebagian untuk burung wallet. Juga gampang ditemui masjid yang bagus, klinik kesehatan, kantor multifinance yang mengkredit motor,  kantor bank, mini market, dan sebagainya.

Banyak becak motor atau yang dikenal dengan bentor berkeliaran di jalan. Becaknya ada disisi kiri motor. Anak sekolah yang membawa motor tanpa helm juga memenuhi jalan yang keriting konon karena struktur tanah gambut, terutama setelah memasuki wilayah Riau.

Akhirnya sampai juga di Duri sekitar jam 9 pagi. Hitung-hitung cuma 5 jam sudah termasuk shalat subuh di sebuah masjid di Kotanopan dan sarapan pagi di warung pinggir jalan. Duri statusnya hanya kota kecamatan. Tapi kapasitasnya sudah setara dengan kota kabupaten kelas menengah.

Kota Duri relatif makmur berkat keberadaan perusahaan minyak Chevron. Kalau masuk ke komplek Chevron, seperti ada  sepotong Amerika di sana.

Etape 3, saya mulai jam 10 pagi dan sampai di Payakumbuh jam 5 sore. 7 jam untuk 300 km termasuk 1 jam 15 buat shalat jumat dan makan siang. Alhamdulillah bencana banjir yang sempat ramai diberitakan di daerah kabupaten Kampar dan Limapuluh Kota, yang menjadi rute saya, sudah kering. 

Begitu meninggalkan Provinsi Riau dan masuk Provinsi Sumbar suasananya sudah berbeda. Areal perkebunan luas sudah tidak ada. Minimarket di kota-kota kecamatan tidak lagi pakai merek terkenal seperti Indomaret dan Alfamart, konon tidak diizinkan pemda setempat. Tapi tetap banyak minimarket dengan nama berbeda-beda milik warga setempat.

Payakumbuh adalah kota yang ramai, penuh kios makanan pinggir jalan yang buka 24 jam. Banyak penduduk dari kota sekitar yang sengaja makan di Payakumbuh. Suasananya enak, 571 meter di atas permukaan laut, artinya tidak berhawa panas tapi juga tidak membuat orang kedinginan.

Itulah sedikit catatan perjalanan saya melintasi tiga provinsi, Sumut, Riau, dan Sumbar. Melelahkan namun asyik. O ya 30 km sebelum Payakumbuh ada jembatan kelok sembilan yang menjadi ikon baru pariwisata Sumbar.

Foto-foto dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun