Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Review Film] Siti: Film Festival, Semoga Balik Modal

30 Januari 2016   18:16 Diperbarui: 31 Januari 2016   11:34 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Foto dokpri"][/caption]Ifa Isfansyah, seperti diberitakan Kompas 29 Januari 2016, tidak menyangka film yang diproduserinya, Siti, bisa tayang di bioskop.  Maklum film tersebut direncanakan hanya diputar di sejumlah festival dalam dan luar negeri. Setelah meraih beberapa penghargaan di luar negeri, dan juga menjadi film terbaik di Festival Film Indonesia, ternyata sejak tanggal 28 Januari yang lalu, publik berkesempatan menonton di beberapa layar bioskop. Memang tidak banyak bioskop yang memutar, tapi lumayan, dalam arti penggemar film berbobot tidak harus memburunya di arena festival.

Begitulah, adakalanya aspek komersial dengan aspek idealisme dianggap sesuatu yang berbenturan. Film bermutu yang menang di festival biasanya kurang komersial, dan demikian pula sebaliknya. Tapi bukannya tidak ada film bagus yang juga laris. Di akhir dekade 1980-an, sebuah film sejarah Tjoet Nja Dhien, yang menang di banyak festival, juga bertahan di banyak bioskop sampai satu bulan, dan penonton harus antri panjang sebelum mendapatkan tiket.

Film Siti bercerita tentang seorang Siti (Sekar Sari), ibu muda, yang harus mengurusi ibu mertuanya, Darmi (Titi Dibyo), di samping anaknya, Bagas (Bintang Timur Widodo), dan suaminya, Bagus (Ibnu Widodo). Bagus mengalami kecelakaan saat melaut, mengakibatkan tubuhnya lumpuh. Kapal Bagus yang baru dibeli dengan uang pinjaman hilang di laut. Siti harus berjuang untuk menghidupi mereka dan membayar hutang pada pak Karyo (Chatur Stanis).

Akhirnya Siti terpaksa bekerja keras, siang hari berjualan peyek di Parangtritis,  dan malamnya nyambi sebagai pemandu karaoke. Bagus tidak suka Siti jadi pemandu karaoke dan membuat mereka tidak lagi bertegur sapa. Saat Siti frustasi, muncul Gatot (Haydar Saliz), seorang polisi yang dikenal Siti di tempat karaoke yang ternyata menyukai Siti sejak lama dan ingin menikahinya.

Sutradara Eddi Cahyono sengaja membuat film dalam format hitam putih, cenderung buram sepanjang film, sehingga terasa lebih menyayat. Dialog sepenuhnya berbahasa Jawa, juga mengesankan sebuah kehidupan kaum marjinal pinggiran kota secara apa adanya.

Dengan setting cerita seperti di atas, seharusnya cukup menantang untuk mengaduk-aduk emosi penonton.Itu juga yang saya rasakan saat menonton dan bahkan sampai beberapa jam setelahnya. Mungkin juga itu yang dirasakan penonton lain. 

Awal dan akhir film terasa sangat menyentak. Awal film adalah penertiban tempat karaoke oleh polisi. Saat orang-orang yang diciduk didata identitasnya, Siti pingsan begitu ditanya namanya. Saat itu pulalah di layar muncul tulisan Siti dengan huruf besar hitam tebal sebagai judul film.

Adegan sangat mengharukan muncul di akhir film ketika suami Siti yang sudah lama tidak ngomong dengan istrinya, dengan penuh keikhlasan mengizinkan Siti untuk berpisah. "Pergilah, Ti" kata sang suami dalam bahasa Jawa.

Menurut saya, hipotesa film bermutu, tidak bakal laku, perlu diralat.  Kursi bioskop di TIM tempat saya menonton hampir terisi penuh. Memang jaringan Twenty One hanya menyediakan 3 layar di TIM, Plaza Senayan dan Pondok Indah Mal. Mungkin karena sudah berprasangka tidak akan laku.

Kalaupun tidak mampu bersaing dengan film nasional yang bersetting mewah sampai shooting di  luar negeri, dan memasang bintang film kelas atas, film Siti yang "kampungan" tapi begitu realistis, tetap punya penggemar. Sebut saja film festival sebagai film yang segmented, yang bila strategi pemasarannya pas, ada potensi untuk balik modal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun