Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Saya Perempuan Kampung

22 Desember 2015   12:35 Diperbarui: 22 Desember 2015   12:35 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat hari ibu untuk ibu-ibu se-nusantara. Dugaan saya hari ini akan banyak kompasianer yang menulis seputar ibu. Saya juga ikut-ikutan karena merasa sekaranglah momen terbaik untuk mengungkapkan rasa hormat dan cinta saya pada ibu saya, meski beliau seorang perempuan kampung, dan meski sekarang beliau sudah berpulang ke rahmatullah.

Betul, ibu saya seorang perempuan kampung. Tepatnya berasal dari Nagari Padang Tarok, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Keluarga ibu saya berlatar belakang petani. Saat itu Republik Indonesia belum lahir. Tidak banyak orang kampung yang jadi anak sekolahan ketika itu. Namun ibu saya termasuk beruntung, karena kemauannya yang kuat untuk belajar, beliau sempat bersekolah di Madrasah Muallimin, setingkat sekolah menengah.

Karena kepintaran beliau mengaji, beliau pernah terpilih menjadi Qoriah (pembaca Al Quran) di RRI Bukittinggi. Ada seorang ibu dari kota Payakumbuh yang "jatuh hati" dan menjodohkan dengan putranya, yang menjadi pengrajin sekaligus pedagang sepatu dan sandal di kota itu. 

Rupanya beliau berjodoh dan setelah itu tinggal di Kota Payakumbuh. Lahirlah 7 orang anak beliau, salah satunya saya, yang merasa bukan lagi anak kampung, karena jelek-jelek Payakumbuh itu berstatus kotamadya.

Meski tidak lagi tinggal di kampung, karena ayah saya juga berpenghasilan relatif kecil, maka ibu saya ikut juga membuka warung kecil di rumah, sebagai penambah penghasilan  Kepintaran ibu saya mengatur keuangan-lah yang membuat kami beradik-kakak cukup makan, pakaian, dan peralatan sekolah.

Semuanya serda sederhana, tapi membuat kami merasa bahagia. Makanan dimasak sendiri. Sebutir telur dadar dibagi-bagi agar semua anak kebagian protein. Pakaian hanya membeli bahan untuk dijahit sendiri, dan kami bangga memakainya. Dan yang amat istimewa di mata kami adalah doa beliau yang tak henti-hentinya untuk keberhasilan putra-putrinya.

Dari kakak saya yang tertua, saya dapat cerita, bahwa saat saya berada dalam kandungan, ibu rajin sekali shalat tahajud. Saya meyakini itu sebagai modal keberhasilan saya saat ini yang amat saya syukuri. Dengan segala keterbatasan, bukan menjadi penghalang bagi beliau untuk merencanakan yang terbaik bagi anak-anaknya sejak dari kandungan.

Justru saya yang sekarang sebagai kepala rumah tangga, yang punya kemampuan materi lebih baik ketimbang yang dimiliki ayah bunda saya dahulu, dan juga punya pendidikan formal yang jauh lebih tinggi, belum mampu menandingi beliau berdua, khususnya ibu saya, dalam cara mendidik anak-anak. Tak jarang saya merasa kewalahan menghadapi tingkah anak sendiri. Padahal dulu ibu saya amat sabar, dan sebisa mungkin memenuhi keinginan anak-anaknya, sehingga kami tidak merasa terkekang.

Banyak hal yang harus saya introspeksi kalau saya mengingat kembali apa yang dilakukan ibu terhadap anak-anaknya dahulu. Kualitas dan kuantitas ibadah saya, masih jauh di bawah yang dicontohkan ibu saya. Keikhlasan beliau dalam menjalani kehidupan, juga suatu hal yang belum bisa saya tiru sepenuhnya.

Jasa ibu terlalu besar, sesuatu yang tak kan bisa saya balas dengan cara setimpal, selain mendoakan agar beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt. Ibu saya memang seorang perempuan kampung, tapi cara berpikirnya jauh lebih maju. Dan ini sangat membanggakan buat saya bersaudara.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun