Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Antara Persib dan Pantai Losari

14 Oktober 2015   02:39 Diperbarui: 14 Oktober 2015   02:50 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya melakukan perjalanan dari Jakarta-Jayapura-Sorong-Jakarta minggu lalu. Berangkat pakai pesawat langsung, Batik Air, jam 23.55, pada hari Selasa malam tanggal 6 Oktober. Penerbangan yang mulus. Berangkat tepat waktu dan sampai di Jayapura jam 7 pagi waktu setempat, lebih cepat 30 menit dari yang tertera di tiket. 

Tanggal 8 Oktober saya naik Garuda ke Sorong. Pertama kali saya naik pesawat Bombardier buatan Brazil. Pesawat berukuran tidak begitu lebar, setiap baris diisi kursi 2 buah di kiri dan 2 di kanan. Ini juga penerbangan yang nyaman. Ternyata dari Jayapura ke Sorong, harus transit setengah jam di Manokwari.

Nah pas kembali ke Jakarta terjadi miskomunikasi dengan seorang teman yang mengurus tiket saya di Sorong. Jadwal yang sudah saya pesan sebetulnya adalah naik Sriwijaya Air jam 14.20 siang dari Sorong. Sampai di Jakarta jam 17.35. Itu yang tertera di tiket, dengan transit dan berganti pesawat tapi masih maskapai yang sama di Makassar.

Karena takut ketinggalan nonton pertandingan Persib vs Mitra Kukar di tv pada Sabtu malamnya, saya minta tolong teman yang katanya punya pergaulan luas di bandara Sorong untuk mempercepat keberangkatan jadi jam 07.20 pagi dan sampai di Jakarta jam 10.30. Semuanya local time. Beres pak, jangan khawatir kata si teman.

Sabtu jam 7 pagi saya nongol di bandara Sorong, dan sang teman menyambut sekaligus menyerahkan boarding pas ke saya. Memang sesuai janjinya ia akan meng-check in-kan sekalian dengan meminjam ktp asli saya. Begitu saya cek lembaran boarding pas itu, untuk jalur Sorong - Makassar tertera jam 07.20 jadwal naik pesawatnya. Tapi untuk Makassar-Jakarta boardingnya jam 15.50. Kesal saya. Rupanya si teman hanya merubah jadwal Sorong-Makassar saja, sedang Makassar-Jakartanya tetap.

Pertama saya agak emosi ke teman tersebut. Dia pun memperlihatkan ekspresi rasa bersalah. Tapi setelah itu saya bilang terimakasih dan salaman. Nanti saya urus langsung di Makassar, kata saya.

Nyatanya jadwal Makassar-Jakarta tidak bisa dimajukan karena status sudah check-in. Wah ini saya bisa terkatung-katung 6 jam di bandara Makassar. Bingung mau ngapain.

Lalu saya search daftar nama teman di hp saya. Ada ketemu orang Makassar bernama Syahril. Saya telpon, tapi gak diangkat. Saya kirim pesan singkat, yang intinya kalau punya waktu tolong jemput saya dan temani jalan-jalan di Makassar.

Sambil menunggu balasan,  saya beli koran dan membacanya. Setengah jam kemudian Syahril menelpon saya minta maaf dia lagi di luar kota. Tapi dia bisa menghubungi temannya yang nantinya akan meminjamkan kendaraan plus sopirnya untuk saya pakai.

Benar juga, jam 10 pagi ada orang yang mencari saya dan mengaku disuruh Syahril untuk membawa saya jalan-jalan. Lega. Alhamdulillah. Nasib saya memang bukan untuk menonton Persib, tapi melihat suasana kota anging mamiri, yang sudah 3 tahun tidak saya kunjungi.

Ternyata menurut saya Makassar berkembang pesat. Banyak hotel baru dengan tinggi di atas 20 lantai. Beberapa kawasan yang top adalah Panakukang, Tanjung Bunga dan Pantai Losari. Panakukang adalah daerah elit seperti Kelapa Gading di Jakarta. Tanjung Bunga adalah kawasan reklamasi seperti di Pluit atau Kapuk, Jakarta. Di Tanjung Bunga pula terdapat Trans Studio, in-door theme park pertama di Indonesia.

Adapun Pantai Losari yang menjadi ikon Makassar, bukanlah pantai yang berpasir memanjang seperti pantai pada umumnya. Namun pantai beton seperti Ancolnya Jakarta. Cuma, kalau di Ancol pengunjung membayar relatif mahal. Di Losari gartis..tis..tis. Tak heran publik Makassar tumplek berolahraga atau berjalan-jalan di sana, terutama di hari libur.

Beton di areal Pantai Losari selalu diperluas setiap tahun sejak mulai dibangun di awal tahun 2000-an. Sekarang sudah sepanjang 2 kilometer dan terbagi atas 4 anjungan sesuai dengan keberadaan 4 suku utama di Sulsel yaitu Bugis, Makassar,.Toraja dan Mandar. Ada pula tugu Adipura pertanda Makassar pernah meraih prediket kota terbersih. Ada lagi Masjid Terapung yang mungil dan cantik. Banyak pula patung-patung pahlawan dari Sulsel.

Kawasan taman publik Pantai Losari ini tak sepenuhnya berasal dari laut yang diuruk. Kalau diperhatikan, lantai beton yang panjang tersebut seperti menggantung. Di bawahnya masih ada air laut. Beton tersebut ditopang oleh banyak tonggak. 

Tentu ada pro dan kontra seputar pembangunan Pantai Losari. Yang kontra berpendapat gaya alami seperti belasan tahun yang lampau, hanya dengan tembok rendah penahan ombak,  lalu  ada jejeran penjual pisang epek di bawah rindang pohon kelapa, pasti lebih ramah lingkungan. Yang pro berpendapat gaya sekarang lebih modern dengan sentuhan budaya lokal.

Sungguh saya tidak menyesal menghabiskan waktu beberapa jam di Pantai Losari. Meski untuk itu saya terpaksa hanya bisa memantau berita Persib dari media online.

*) Sumber Gambar: Dok. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun