Mohon tunggu...
Irwan Rahadi
Irwan Rahadi Mohon Tunggu... -

Biro kerja sama dan hubungan internasional Pimpinan Pusat HImpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW) salah satu badan otonom ormas islam Nahdlatul Wathan (NW) di Nusa Tenggara Barat. Alumni Universitas Hamzanwadi, saat ini sedang menempuh studi pendidikan Pascasarjana di Mahidol University Thailand

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Memahami Siswa Kita

26 Januari 2016   11:03 Diperbarui: 26 Januari 2016   11:30 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengutip cerita harry potter and the chamber of secrets yang merupakan seri ke-2 dari 7 sering Harry Potter Karya J.K rowling yang mengisahkan tentang pencarian oleh Harry Potter, Ron “Weasley” dan Hermione terhadap pelaku yang menyebabkan meninggalnya siswa Sekolah Sihir Hogwarts 50 tahun yang lalu.

Dari cerita kemudian diketahui bahwa pelakunya adalah Tom Riddle yang belakangan diketahui sebagai Lord Voldemort, penguasa sihir kegelapan yang memiliki gelar yang sangat ditakuti. Memanfaatkan kelemahan seorang siswa yang bernama Ginny adik Ron “Weasley”, ia kemudian menjadikan Ginny sebagai aktor pelaku semua peristiwa yang terjadi di Hogwarts.

Beruntung, Harry Potter mampu menemukan penyebab yang sesungguhnya sehingga Lord Voldemort bisa dikalahkan dan dimusnahkan niat jahatnya untuk bangkit kembali dan menguasai dunia dengan kegelapan.

Ada yang manarik di akhir cerita, ketika rangkaian penyebab semua peristiwa yang menimpa sekolah sihir Hogwarts tersebut ditemukan oleh Harry dan kawan-kawannya. Mr Dombledore yang saat itu menjadi kepala sekolah sihir Hogwarts mengumpulkan semua siswa di aula utama berdasarkan kelas masing-masing di sebuah meja panjang yang ujungnya menjulur ke bagian meja utama yang ditempati oleh Mr dombledore dan guru-guru yang lain.

Sang Kepala Sekolah kemudian mengatakan “karena terlalu banyaknya persoalan yang kita hadapi akhir-akhir ini, maka kami putuskan segala bentuk ujian dibatalkan”. Kalimat protektif yang disambut dengan sorak gembira dari seluruh siswa yang hadir. Hermione, satu-satunya siswa yang kemudian menggerutu sembari mengucapkan “batal?” dengan nada penuh kekecewaan.

Beralih dari kisah Fiksi Ilmiah ala Harry Potter yang mengguncang dunia tersebut, beberapa kisah yang memiliki substansi persoalan karakter pendidikan yang sama kemudian mengemukan di sekitar kita. Siswa yang lebih paham kapan tanggal merah di kalender,Siswa yang lebih paham jam berapa  keluar istirahat dan jam pulang sekolah. Siswa yang bersorak riang gembira ketika ada pengumuman libur sekolah atau minimal pengumuman pulang lebih awal. Siswa yang tidak mampu menyembunyikan kegembiraannya ketika mengetahui ulangan harian, atau pemberian tugas sekolah ditunda atau dibatalkan. Siswa yang teriak sambil memukul-mukul meja ketika bel akhir belajar sekolah mereka dengar. Siswa yang merasa waktu libur hari minggu mereka terasa pendek dan tidak memuaskan mareka.

Persoalan utama yang mungkin bisa kita ambil adalah persoalan keengganan para siswa untuk berlama-lama di sekolah mereka. Artinya adalah diperlukan formula khusus yang mesti dilakukan oleh para guru untuk menemukan solusi agar para siswa bisa menjadikan sekolah mereka sebagai rumah kedua yang mampu membuat mereka merasa betah, senang dan berbahagia ketika menjalani waktu-waktu mereka ketika belajar.

Sudah sangat banyak penelitian-peneltiian pendidikan kita yang berusaha mengujiterapkan metode-metode pembelajaran yang membuat siswa senang belajar serta mampu meningkatkan pemahaman mereka. Tapi toh itu tidak berlangsung lama karena hanya sebatas penelitian yang tidak ditindak lanjuti.

Saya teringat dulu, ketika melakukan sebuah penelitian studi akhir, dan bertanya kepada salah seorang guru pengampu mata pelajaran. Metode apa yang beliau terapkan ketika mengajar. Beliau dengan ringan menjawab “metode asal bisa” metode yang sudah diterapkan sejak dahulu dan justru terbukti telah menjadikan mereka (para guru kita) bisa seperti sekarang ini.

Substansi persoalannya  adalah bagaimana menjadikan siswa kita merasa nyaman dan mencintai sekolahnya. Terserah metode pembelajaran yang diterapkan. Lingkungan seperti apa yang kita siapkan?. Yang pasti. Menciptakan lingkungan belajar yang baik dan layak akan menjadikan mereka memiliki semangat yang berbeda dalam belajar serta tentu saja akan berpengaruh terhadap kesiapan mereka menerima tantangan masa depan.  

Sehingga nantinya yang kita dengar adalah, siswa yang menggerutu ketika musim liburan tiba. Siswa yang bertanya kapan mereka masuk sekolah. Siswa yang meminta diberikan tugas rumah atau diskusi kelompok lainnya. Siswa yang dengan bangga menerima amanah untuk membaca buku dirumah dan mempresentasikan esok harinya. Siswa yang bersorak gembira karena mereka diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk meminjam buku di perpustakaan.siswa yang selalu merindukan sekolahnya dan berharap hari segera saja menjadi pagi agar ia bisa bergegas berangkat ke sekolah.

Akhirnya, masa depan mereka adalah tanggung jawab kita juga. Anda dan juga saya…

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun