Mohon tunggu...
Irwan P. Ratu Bangsawan
Irwan P. Ratu Bangsawan Mohon Tunggu... -

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Tidak Cerdas

9 Juni 2016   08:34 Diperbarui: 9 Juni 2016   08:40 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda punya anak tidak cerdas? Siapa yang berani-beraninya mengatakan bahwa anak Anda tidak cerdas? Guru anak Andakah? Ataukah pemerintah? Ataukah Mendiknas?

Sungguh merupakan sebuah aib bagi keluarga bila anak yang kita cintai dan kasihi ternyata tidak naik kelas atau tidak lulus ujian nasional. Dunia rasanya mau runtuh. Kasihan si buah hati. Sedih dan malu harus mereka tanggung. 

Kasus anak didik yang tidak lulus ujian hingga mencapai angka 100% di suatu sekolah, bukanlah gosip belaka. Dalam kurun lima tahun terakhir, hampir tiap tahun pelaksanaan ujian nasional, ada-ada saja sekolah yang mengalami nasib apes seperti tersebut di depan. Padahal, para guru telah membanting tulang memeras keringat, kaki menjadi kepala dan kepala entah di mana.

Ada apa dengan dunia pendidikan kita? Kok bisa ya kerja keras guru tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan? (Ya, kok bisa, ya?) Apakah kualitas guru sudah sedemikian rendah sehingga tidak mampu membuat para siswa mereka tersenyum sumringah karena lulus ujian nasional? Entahlah!!

Konon, salah satu penyebab banyaknya siswa yang tidak lulus ujian karena para siswa tersebut bukanlah anak yang cerdas. Karena tidak cerdas, maka mereka tidak layak dan tidak pantas untuk lulus dari almamaternya. Seorang anak baru bisa dikatakan cerdas jika ia mampu mengusai semua ilmu yang diajarkan guru, mulai dari matematika, kimia, fisika, biologi, ekonomi, sosiologi, hingga bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Singkat kata, siswa kita adalah siswa yang harus multitalenta, serba bisa dan superman (Apa nggak keblinger para siswa tersebut).

Dunia pendidikan kita harus mengadakan revolusi dalam memandang arti kecerdasan seorang anak. Teori yang diintroduksi Prof. Howard Gardner yang memperkenalkan delapan teori kecerdasan nampaknya dapat menjadi alternatif revolusi tersebut. Intisari teori ini adalah bahwa tak ada seorang anak pun yang memiliki berbagai macam kecerdasan. Kecerdasan satu orang berbeda dengan orang lain. Sepanjang seseorang tersebut mengoptimalkan potensi kecerdasannya, maka ia berhak disebut sebagai anak yang cerdas. Adapan pun kedelapan kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut.

1.Kecerdasan linguistik (bahasa):

Kemampuan membaca, menulis dan berkomunikas dengan kataa-kata ataau bahasa. Penulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak adalah contoh nyata orang yang memiliki kecerdasan linguistik. Contoh: Chairil Anwar, Soekarno, dan WS Rendra.

2.Kecerdasan logis-matematis:

Kemampuan berpikir dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Para insinyur, ekonom, dan akuntan adalah contoh-contoh orang yang memiliki kecerdasan ini. Contoh: Albert Enstein dan Thomas Alfa Edison

3.Kecerdasan visual-spasial:

Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan Orang yang menggunakan kecerdasan ini antara lain arsitk, seniman, pemahat, pelaut, fotografer, dan perencana strategis. Contoh: Afandi, Picaso, dan Colombus. 

4.Kecerdasan musikal:

Kemampuan menggubah atau mencipta msik, dapat bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengapresiasi musik, serta menjaga ritme. Ini merupakan bakat yang dimiliki oleh para musisi, komposer, dan perekayasa rekaman. Contoh: Ismail Marzuki dan Iwan Fals.

5.Kecerdasan kinestetik-tubuh:

Kemampuan menggunakan tubuh secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para olahragawan, seniman akting dan tari, ahli kontruksi, serta ahli bedah. Contoh: Maradona dan Charli Chaplin.

6.Kecerdasan interpersonal (sosial):

Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan perharian, memperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kemampuan ini dimiliki para guru, fasilitator, pemuka agama dan politisi. Contoh Buya Hamka dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

7.Kecerdasan intrapersonal:

Kemampuan menganalisis diri dan merenungkan diri dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan terdalamnya. Kemampuan ini dimiliki oleh para filosof, penyuluh dan pembimbing. Contoh Plato.

8.Kecerdasan naturalis:

Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan tersebut secara produktif. Kemampuan ini dimiliki oleh para petani, botanis, dan ahli konservasi. Contoh: Charles Darwin.

Nah, berdasarkan teori Gardner di atas, cerdaskah anak Anda? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun