Feodalisme memang masih ada dan memiliki penikmatnya sendiri. Dia seperti kopi pahit dengan kadar kafein yang tinggi. Pahit, tapi membuat kecanduan. Bagi penikmatnya, dialah sumber kebermanfaatan.
Merujuk pada sisi historisnya, Feodalisme telah ada sejak abad pertengahan. Sistem politik Eropa dengan Raja atau Lord sebagai penguasa tunggal yang mendelegasikan penguasaan tanah (fief atau feodum dalam Bahasa Latin) kepada kesatria atau bangsawan lainnya (vasal). Pada masa awal kemunculannya, feodalisme -meskipun belum disebut feodalisme- adalah hierarki ekonomi yang memperbudak penggarap atau buruh sebagai kasta terendah.
Istilah feodalisme sendiri muncul pada abad ke-17 yang oleh para sejarawan diperluas dengan memasukkan aspek kehidupan sosial para pekerja lahan yang bekerja dibawah kekuasaan tuan, sehingga lahirlah istilah "Masyarakat Feodal".
Feodalisme tidak melulu berbicara tentang kekuasaan para Raja dalam sistem pemerintahan monarki melainkan juga tentang Kepala Negara atau Kepala Daerah dalam sistem pemerintahan republik. Demokrasi yang sesungguhnya adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln), tetap saja menyisakan celah untuk bagi pemerintah untuk meng-hegemoni rakyat.
Feodalisme; Dulu VS Sekarang
Feodalisme kemudian meluas menjadi ketimpangan tatanan sosial politik antara penguasa (juga keluarganya) - masyarakat biasa, borjuis - buruh, bahkan Guru - Siswa. Pemimpin yang menggunakan kepemimpinannya untuk memperkaya diri, pemimpin yang keluarganya menjadi pemimpin lagi, atau pemimpin yang gila minta dihormati.
Jika harus jujur, begitulah potret wajah demokrasi Indonesia. Fenomena feodalisme menjadi pemandangan yang suka atau tidak tetap harus kita lihat. Kita telah melewati era kerajaan tapi kasta-kasta tetap ada. Kita telah beralih kepada kedaulatan rakyat tapi politik dinasti juga masih terjadi. Akibatnya, rakyat tetaplah jelata.
Pada prinsipnya, demokrasi di Indonesia seharusnya menyediakan kebebasan rakyat untuk berbangsa dan bernegara, menyampaikan pendapat, menentukan pilihan, serta mengkritik pemerintah. Kenyataannya, masih ada tangan besi pemerintah yang seenaknya memukul perut rakyat yang sedang kelaparan. Ini feodal!
Demokrasi di Indonesia seharusnya meletakkan kepentingan rakyat diatas segalanya. Semua peraturan juga kebijakan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Kenyataannya, masih ada pengerukan kekayaan rakyat untuk ditransfer kedalam brankas pemerintah. Ini feodal!
Feodalisme dan Pilkada
Feodalisme selalu memunculkan konotasi negatif sehingga dianggap sebagai musuh bagi rakyat. Adapun pemimpin yang dilabeli sebagai feodalis, tentu mengalami penurunan kepercayaan. Begitu juga calon pemimpin yang dilabeli feodalis, akan mengalami penurunan keterpilihan.Â
Tentu saja, label feodalisme adalah senjata yang cukup ampuh untuk membunuh pemimpin atau calon pemimpin.
Pemilihan Kepala Daerah semakin dekat. Berbagai cara ditempuh pendukung masing-masing calon untuk menaikkan elektabilitas calon yang didukungnya atau minimal menjatuhkan elektabilitas calon lain. Termasuk feodalisme, adalah makanan  "halal" untuk disajikan kepada masyarakat.
Tuduhan feodalisme sebab berpakaian bangsawan, kepala daerah paling kaya dengan banyak perusahaan batubara, atau keluarga penguasa yang suami dan anaknya pernah berkuasa.
Mengesampingkan semua faktor penguat tuduhan itu, siapa sebenarnya pemimpin yang feodalistik?
Itulah pemimpin yang fokus pada harta atau tahta, bukan prestasi kerja!