Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu perayaan paling istimewa di Aceh. Acara ini tidak hanya menjadi wujud penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga bagian utuh dari budaya dan identitas masyarakat Aceh. Di Padang Seurahet, perayaan Maulid tidak hanya menggambarkan rasa cinta kepada Rasulullah, tetapi juga menonjolkan nilai-nilai sosial serta semangat kebersamaan, terutama melalui tradisi Peumulia Aneuk Yatim Piatu.
Maulid di Aceh memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Perayaannya dapat berlangsung hingga tiga bulan, dimulai dari bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Tradisi ini telah ada sejak zaman Kesultanan Aceh Darussalam, menjadikannya sebuah warisan budaya yang sangat dihargai.
Salah satu bagian penting dari perayaan ini adalah Kenduri Besar. Masyarakat berkumpul untuk menyiapkan makanan istimewa yang dinikmati bersama. Acara ini juga diisi dengan kegiatan seperti zikir (meudike) dan ceramah agama, yang bertujuan memperkuat tali persaudaraan, berbagi, serta menanamkan nilai-nilai Islam.
Di Padang Seurahet, persiapan Maulid dimulai tiga hari sebelum acara. Warga, baik tua maupun muda, bergotong royong membersihkan masjid dan memasang tenda. Sehari sebelum acara, suasana menjadi lebih sibuk. Kaum ibu memasak bersama, sementara para pemuda mengundang sekitar 100 anak yatim dan piatu di kampung serta kampung-kampung tetangga. Semua dilakukan dengan penuh semangat agar perayaan berjalan lancar dan berkesan.
Puncak acara Maulid di Padang Seurahet adalah Peumulia Aneuk Yatim Piatu. Sekitar pukul 12 siang, anak-anak yang telah diundang berkumpul di balai desa. Mereka disambut hangat oleh panitia dan pemuda kampung, lalu diarak menuju masjid dengan lantunan sholawat. Proses ini semakin istimewa dengan penggunaan kain kuning khas Aceh sebagai payung sepanjang perjalanan, yang melambangkan penghormatan dan kasih sayang masyarakat.
Setibanya di masjid, anak-anak ditempatkan di area khusus dan diberikan santunan berupa perlengkapan sekolah, uang tunai, serta bahan pokok. Santunan ini menjadi simbol kepedulian sosial masyarakat terhadap mereka yang membutuhkan. Setelah itu, mereka pulang dengan senyum bahagia, membawa kenangan indah dari perayaan tersebut.
Setelah pemberian santunan, acara dilanjutkan dengan zikir (meudike), yang diikuti oleh masyarakat dari berbagai desa dan para santri dari dayah-dayah di Aceh Barat. Suasana menjadi khidmat dengan lantunan doa dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Ketika waktu ashar tiba, kegiatan zikir selesai dan diakhiri dengan pembagian hidangan kepada seluruh peserta.
Pada sore hari, seluruh warga berkumpul di lapangan yang berada di samping masjid untuk menikmati hidangan secara bersama-sama. Makanan yang disiapkan secara gotong royong menciptakan suasana akrab di antara warga. Sebelum menjelang Maghrib, para pemuda membersihkan masjid dan sekitarnya sebagai persiapan untuk ceramah akbar pada malam besok.
Pelajaran dari Tradisi
Tradisi Maulid di Padang Seurahet memberikan banyak pelajaran positif. Tradisi ini mengajarkan pentingnya peduli dan berbagi kepada sesama, terutama kepada anak yatim dan piatu. Dengan memberikan perhatian kepada mereka, masyarakat tidak hanya menjalankan ajaran Islam, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial.