Mohon tunggu...
Irwan Irwansyah.B.L
Irwan Irwansyah.B.L Mohon Tunggu... -

suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bermimpi dalam Keterbatasan

6 Juni 2014   17:39 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:01 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERMIMPI DALAM KETERBATASAN

Hati memandang sembari menyaksikan kisah perjuangan hidup. Sebuah dilema akan kerasnya hidup kini bersemayang bersamaku. Tiada kata yang dapat terungkap, hanya termenung entah apa yang terlintas dibenakku. Aku tidak habis pikir, kapan dan kapan ini semua akan berakhir. Akankah keindahan hidup menghilang entah kemana?Akankah kami anak cucu bangsa terus meratapi nasib seperti ini?. hari-hari yang penuh dengan warna-warni kehidupan, kini pupusbersama tenggelamnya mentari di peristirahatannya dan kembali bangkit saat mentari terbit di ufuk timur. Membuat aku melangkah menuju tuntutan saya yang harus aku penuhi selama menjadi anak bangsa. Tapi entah mengapa, aku tidak habis pikir dengan warna-warni peristiwa yang kini merenggut dalamnya sebuah arti perjuangan hidup yang kini terkumandangkan di depan punggawa- punggawa bangsa untuk memintah belas kasihan. Kini, setitik air mata menorehkan arti, semakin membuat aku terpuruh dalam sebuah dilema yang tidak seharusnya terjadi pada negeri ini. Aku mencoba memandang luas menyaksikan panorama alam yang memukau pesonanya. Dengan ini saya berharap dapat mengapus gundah di hati dan berharap bertemu jodoh sebagai ide yang baru. Kucoba kurenungkan dari satu sampai seribuh kata untuk kurangkai menjadi sebuah slogan sebagai motivasi dalam hidup ini.

Senyum dan tawa yang begitu terasa membuat suasana hari ini begitu indah. Semua rasa gelisah yang terpaut dalam jiwa kini lenyap dan sirnah entah kemana. Semua rasa takut kini tergantikan oleh rasa yang menggebuh. Perjuangan ini Terukir kisah bagaikan pelangi yang melintang di langit, memberikan senyum arti sebuah pertempuran yang kau tunjukkan kepadaku. Sungguh aku beruntung Tuhan mempertemukan kita diatas kisah perjuangan yang kini telah kurasakan. Begitu diriku bagaikan sehelai daun yang sedang tertiup angin bersama mimpi yang kini selalu ada buat saya, dalam melestarikan keanekaragaman budaya yang kita miliki.

Kini aku berjalan diatas rerumputan menyaksikan keindahan alam Indonesia. Aku bernaung di bawah paruh-paruh bumi untuk melanjutkan hidup meski berada di bawah genggaman, namun hanya satu yang kuandalkan. Tuhan memberikan aku kesabaran menghadapi semua ini. Malam ini semua terasa hampa. Semua begitu muram dengan kenyataan yang ada, meski dengan kekesalan yang meluap dari hati paling dalam, yang tak seorangpun dapat mengetiapa yang sedang saya rasakan. Kadang sayamerasa bahwa ini adalah akhir dari perjuangan. Kadang merasa bahwa ini titik pertempuran. yang selama ini saya pertaruhkan di medan peperangan yang begitu sulit untuk berhenti di tengah jalan. Namunalangkah sempurnanya perjuangan ini jika kedamaiandatang menemani mimpi, menghiasi dunia, yang penuh dengan liku- liku kehidupan. Memang jalan tak selamanya lurus, kadang berkelok, kadang penuh dengan kerikil, bahkan lumpur sekalipun yang membuat kita ingin lari dari kenyataan. Begitulah kehidupan saat ini yang selalu di bawa redup rembulan yang tak pernah secera mentari. Dan andai aku hidup bersama mereka, mungkin ini semua akan berlalu dalam hidupku.Dan semua kekesalan yangdi rasakan, akan saya ungkapkan lewat sebuah tangisan bahwa aku rindu mereka yang selama ini menjadi inspirasi hidup saya hingga aku masih bisa berdiri dan bertahan disini. Sungguh sebuah dilema yang tak kunjung merekah dalam redup rembulan malam ini. Kucoba bertanya pada hembusan angin yang melintas, namun semua berlalu tanpa suara yang membuat kehidupan ini semakin penuh pertanyaan yangtak terjawab entah kapan atau lusa. Setelah semua berlalu, akankah kita tetap tidur dan terdiam ? tidak. Ungkapan yang begitu tegas tak sejalan dengan hati nurani yang membuat kita bangun dan tersadar

Dalamnya arti perjuangan ini, semakin mengantarkan aku pada pundi-pundi kesabaran. Apalah arti pendidikan jika tidak dibarengi dengan kekuatan iman sebagai senjata untuk menumpas semua penghianatan yang terjadidalam rapuhnya keimanan bangsa Indonesia. Namun, kita manusia penuh dengan kelemahan. Kadang, aku terbaring mengingat kisah-kisah yang mengancam masa depan bangsa-ku. Kadang,aku menangis melihat indonesiaku berada dalam cengkeraman penghianat-penghianat bangsa. Aku berkata, aku ingin lenyapkan semua tragedi ini. Tapi apa daya, aku hanyalah seorang pengembara hidup yang begitu rendah di depan mereka. Ah…. Sungguh malang nasib ini. Andaikan aku burung kenari, aku akan terbang mengitari samudera dan hinggap di tiang penguasa menyampaikan inspirasi ini, betapa merananya kami dalam keterbatasan hidup yang tidak kunjung merekah. Tapi sayang seribu sayang, mimpi ini sebatas harapan yang tergantung di pucuk pohon tidak tahu kapan akan jatuh dan melebur dalam warna-warni Indonesia di mata dunia. .

Liburan kali ini sungguh memberikan kesan tersendiri buat aku. Melihat panorama alam yang begitu mempesona dan memberikan kesan yang diliputi semua kenyataan yang ada. Kenyataan yang sulit untuk bisa terungkap yang hanya menjadi bunga pikiran meski menoreh luka di setiap adegan-adegan parah penghianat bangsa. Kini aku kembali menghirup udara segar yang selama ini menantiku dalam kehausan. Sungguh legah rasanya, menyaksikan perputaran kisah yang terus berputar bersama aku di bawah redup rembulan. Serangkaian kisah dan anggapan mengalir menjauh bersama detik –detik jam dinding yang berdetak mengalun mengantarkan aku pada ayat – ayat perjuangan. Mataku tertuju pada sebuah pandangan yang membuat aku berpikir arti sebuah ketulusan. Sebuah kenyataan yang terlintas, kini terungkit dan menjadi sebuah inspirasi dalam sisa hidupku. Ingin ku ulas kembali sembari air mata menetes membasahi amarah yang sudah terpaut di wajahku. Kata yang di ungkapkan sungguh menggetarkan hati akan artisebuah ucapan yang mereka ucapkan, seakan ingin lari dan menghindar dari kenyataan yang mereka lakukan. Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukakan membuat permata-permata bangsa akan hilang secara percuma terbawa arus dan tenggelam dalam alunan samudera bersama berkas-berkas butiran air yang terbawa arus. Janji-janji yang mereka ucapkan, kini menggantung dan berlalu bersama mereka dalam memperjuangkan sidang serta harta benda yang mereka curi dari rakyatnya sendiri. Aku tidak tahu kemana muka ini akan saya nampakkan. Namun bagi mereka semua sebagai daur hidup yang membudaya di mata hukum. .

Masa-masa yang suram seperti ini terlalu sulit untuk terlupakan. Perjuangan yang aku bawa dari tanah kelahiranku kembali aku dendangkan di negeri orang. Aku memperoleh bekal dari tempat aku berpijak untuk selalu berada di jalan kebenaran. Membawa beban yang begitu berat dan sungguh sulit untuk berhenti di tengah jalan. Pesan-pesan ini bagaikan alunan perjalanan menuju maraknya peristiwa yang menghadang di depan mata.Kutinggalkan semua,menuju puing-puing perjuangan yang mengalun dalam kereta di senja hari. Pandangan-pandangan semua tertuju padaku. Mungkin bagi mereka, diriku adalah seorang anak perantau yang hilir mudik mengikuti jejak-jejak keterbatasan. Namunaku percaya bahwa kita semua mempunyai tanggung jawab yang sama. Kamu generasi bangsa, aku juga generasi bangsa. Tapi adakah di lubuk hatimu prihatikan akan semua nasib bangsa sekarang ini? adakah hati nuranimu melihat budaya-budaya bangsa yang perlu dilestarikan hilang percuma tergantikan oleh budaya korupsi? yang sudah tidak asing lagi bagi mereka parah penghianat bangsa. Hal ini membuat aku sungguh prihatin dengan keadaan membisu sekarang ini. kembali aku mengelus dada rasanya aku ingin berteriak menumpahkan kekesalan ini.

Seiring berjalannya waktu, semua rasa penat dan kegelisahan yang menghampiri semakin menyatu dengan hari-hari sisa penghidupan ini. semakinaku melihat Indonesiaku kembali menangis diatas pangkuan ibu pertiwi. Lambang-lambang kejayaaan perlahan-lahan runtuh dari ke kokohannya menyatu dengan rumput dan melebur dalam tanah. Kali ini sungguh terbayang di pelupuk mataku akan seluruh keindahan-keindahan tanah bersejarah ini. kutangisi satu persatu atas kepergiannya. Namun hanya melambaikan tangan kepadaku, seolah berkata selamatkan kami sebagai kekayaan negerimu dari keegoisan mereka. Tuhan, lagi-lagi aku berserah padamu. Tidak tahu kemana aku menuntun kaki ini untuk menyampaikan mimpi-mimpi yang terpendam.

Sembari kurentangkan tangan melihat kenyataan yang sungguh terbayang disana. Alangkah terkejutnya dunia melihat umatnya merana karena pemimpinnya, menderita karena diskriminasi. Dan melihat mentari tidak lagi maumenampakkan dirinya di ufuk timurmenyaksikan tingkah kita yang tak layak untukmendapat terang darinya. Kini aku terlalu berharap lebih padanya, yang seharusnya itu tidak usah terjadi. Namun apa boleh buat, aku sudah jatuh dan terbawa arus yang begitu deras. Sebuah penyesalan kini kurasakan sungguh tidak berarti apa- apa di banding dengan penghianatan yang telah kudapat selama ini. Aku berpikir bahwa inilah saatnya aku serius sama semua ini, namun ternyata hasilnya sama bahkan membuat aku merana diatas ambang penyesalan. Kucoba memberi senyuman, namun apa yang ku dapat sungguh jauh dari mimpi yang aku harapkan. Hari berganti hari kucoba lewati semua hingga luka yang kurasa dapat terobati seiring berjalannya waktu yang bergitu sulit untuk di lewati dan hanya keindahan alam sebagai pelipur lara dalam hati ini.

Tidak terasa, hari demi hari, bulan demi bulan, aku lewati. Segelintir kisah dan perjungan ikut berlalu. Rasanya hampir seluas samudera setinggi gunung aku arungi, namunbelumjuga aku memperoleh lobang tempat untuk memberantas semua ini. tapi sudalah……. Akan aku ciptakan senjata jitu untukmu di esok hari. Aku tidak akan berdiam diri melihat tingkahmu yang anarkis terhadap rakyatmu sendiri. Di ujung sana sudah ku sediakan pintu surga untukmu. Masuklah jika kamu ingin menyatu dengan kami. Dilain pihak tidak akan aku biarkan mereka berkeliaran menikmati indonesiaku yang menangis karena mereka. Sebatas mereka nikmati lalumereka campakkan tanpa ada belas kasihan. Beragam kekayaan nusantara dimanipulasi oleh mereka. Keuntungan baginya dan kerugian untuk rakyat. Kita hanya mengelus dada tidak bisa berbuat apa-apa.

Keindahan ponorama Indonesia kini menjadi taruhan di medan pertempuran. Aku merindukan jejak-jejak budaya, tarian, panorama alam, dan kekayaanmaritim Indonesia dikumandangkan di berbagai media yang kita saksikan setiap hari. Namun rindu ini tidak berujung pada keindahannya. Masih saja para koruptor yang menjadi pengisi jagat raya. Dimana-mana selalu saja ada. Selalu menghentikan langkahku dalam setiap perjalanan yang aku tempuh. Selalu menggoreskan kisah yang begitu buruk dimata dunia. Sekarang aku duduk berpangku tangan di depanbangsa. Kulihat burung berterbangan dipepohonan dengan kicauan yang ber warna-warni. Seakan menyampaikan makna yang mendalam akan kehidupan saat ini yang sangat memprihatinkan. Kulihatnya mulai terbang satu persatu menghilang entah kemana. Tuhan akankah keindahan ini akan hilang satu persatu hanya karena ulah manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab? Kulihatnya berkas-berkas mereka melukiskan arti sebuah perjalanan panjang menuju suatu kedamaian, ketentraman, dan perjuangan hidup yang penuh tanda tanya. Awan-awan putih yang terpecah belah melambangkan perpecahan yang bisa bersatu kembali jika hambatan sudah berlalu. Tapi kapan semua ini akan berujung persatuan tanpa selingan gaya politik yang sudah membudaya diNegara indonesiaku? Lagi-lagi pertanyaan ini kembali aku pendam tanpa jawaban yang aku harapkan. Lebih baik aku menghilangkan rasa penat dari pada menunggu batu sandungan untuk berbicara yang belum tentu sejalan dengan naluriku. Naluri untuk ber inovasi membuatku kembali harus berhadapan dengan seribuh tantangan untuk mengimplementasikan pendidikan budaya karakter dikalanganpenghulu-penghulu dan pemula-pemula bangsa. Anganku untuk merenovasi gubukku yang sudah rusak harus dimulai dari penanaman modal dan pondasi yang kuat.Sehingga terbentuk kembali warna-warni indonesiaku yang sudah lama menangis merindukan pemugaran.

Tatkalah mentari tengelam dipandanganku. Kulihatnya serbuk-serbuk debu yang beterbangan menyatu dalam himpunan awan yang semakin lama semakin jauh dari pandanganku. Ingin rasanya aku terbang bersama mereka untuk melintasi samudera menjauh dari dendam yang kini kurasakan. Ingin kucampakkan jauh didasar laut melayang bersama indahnya dunia alam sana. Biarkan dia melebur dalam derasnya arus dan gelombang untuk membawanya menjauh dari hidupku. Biarkan dia mengembara bersama penghianatan yang dia tinggalkan dalam diri ini. siapa tahu kelak kembali bisa membasuh luka yang sudah berkarat dalam lubuk hatiku…………. Aku terbangun dari lamunanku. Betapa terkejutnya mimpi, bayang-bayang sudah tidak mau lagi bercerita kepadaku. Kuucapakan terima kasih, sudah menemani aku menghadapi modernisasi kehidupan saat ini. mengantarkan aku menuju satu langkah masa yang harus di tempuh. Perjalanan panjang membawa aku dalam pengembaraan hidup. Setiap langkahku yang sudah sempoyongan melukiskan kisah perjuangan hidup yang membebani. Namun kucoba berjalan tegar menuju penghujung jalan yang masih jauh dalam ambisi penyelesaian.

Kesabaran kembali menjadi pelopor dalam setiap tantangan yang datang menghadang. Bagiku, dia pengelana iman pada setiap insan yang tunduk kepadanya. Sebagai pengikat hati untuk melanjutkan cita-cita perjuangan hidup. Terkadang, pandangan di setiap ucapan yang terlontar selalu menguji kesabaran yang aku miliki. Selalu melemahkan langkah ku dalam menujurembulan yang sedang menampakkan dirinya malam itu.Sehingga impian yang suda lama bersatu, kini menjadi sebuah cerita yang berhimpun dalam karya yang tidak dikenal. Karya ini hanya aku yang dapat membuka dan mengekspresikannya sebelum teka-teki alam berlagu kepada dunia. Tapi sampai kapan untaian kata akan terdengar merdu jika masih saja pemimpin berada dalam jiwa ketidak taatan pada aturan yang berlaku. Masih saja hal itu dijadikan sebagai penghalang rakyat, dan jembatan baginya dalam menuju dunia kepuasan. Mereka telah mengdaikan jabatannya menyongsong rejeki yang datang dari belakang. Padahal itu semua sungguh menggelapkan hatinya, sampai-sampai tangisannya berujung di detak jantungku, berhembus lewat nafasku dan jatuh lewat air mataku yang mengalir seiring berjalannya waktu. Aku sangat kasihan melihat mereka meski aku hanya bermimpi dalam keterbatasan. Terlalu banyak kehidupan bangsa Indonesia yang menjadi korban atas perbuatan mereka. Dimata rakyat sudah tidak layak untuk memperoleh hidup seperti sedia kala saat masa-masa keemasannya. Sekarang sudah menjadi kenangan terindahyang mereka miliki dalam rumah hukum. Sampai akhirnya cahaya menerangi jiwanya karena kegelapan. Dan menjadikan mereka sebagai bukti tantangan hidup yang harus kita hadapi dalam menyelamatkan keanekaragaman budaya Indonesia. Sehingga dapat berbangga atas kesukarelaan dan keikhlasandalam menjalankan misi dan tanggung jawab yang di bebankan kepada mereka. Membuat rakyatnya makmur dalam segala tindakan yang mereka gambarkan. Menyalurkan mimpiku menuju penghujung jalan yang terhalang olehnya. Membersihkan dunia dari sisi negative globalisasi yang dapat meruntuhkan arti persatuan dan kestuan rakyat yang sudah lama di ujung tandukkarena kerapuhan tiangpenguasa.

Untuk kali ini, semua beban yang yang aku rasakan telah kuserahkan pada pemiliknya. Aku tahu, bahwa segalanya dia yang memulai dan dia yang mengakhiri pula. Semuarencana yang sudah di beri rasa cinta dan kasih sayang akan hilang percuma jika tidak di kehendakinya. Dia juga yang memberi imbalan yang setimpal bagi orang yang berada di jalan kebenaran dan jalan kegelapan. Tantangan yang kita hadapi bersumber dari diri manusia itu sendiri akibat keegoisan yang membawa kita menuju bui-bui ketidakberdayaan. Mengantarkan kita dalam gelombang arus yang yang begitu deras. Namun di balik kelemahan itu, muncul purnama-purnama yang menjadi bintang kehidupan kita dalam terang kebenaran. Aku mengharapkan diaselalu menemani langkahku yang kadang berada dalam kesendirian. Kadang mengarungi hidup penuh dengan penderitaan. Penuh tantangan yang selalu menghadang mimpi yang aku kejar.Namun mimpi panjang yang aku tempuh, kini kuperjuangkan dalam alur perjalanan hidup yang masih sayang untuk terlewatkan.Itu semua harus aku barengi dengan menimbah ilmu di dunia pendidikan untuk memantapkan rasa patriotisme. Mengisi akal melalui pengalaman-pengalaman hidup yang kini aku rintis untuk melanjutkan mimpi yang tiada habisnya…. Mimpi yang penuh keterbatasan namun selalu saja berjuang untuk orang lain dan keutuhan bersama.Menjadikan mimpi itu sebagai prioritas utama dalam hidup untuk mengenali diri kita yang sesungguhnya dan menbersihkan Indonesia dari diskriminasi sehingga warna-warni Indonesia yang begitu indah dan beraneka ragam dapat terpancar di mata dunia. Menempatkan diri di jalan yang digariskan Tuhan kepada kita,. Kerena sesungguhnya, semua mimpi ini akan berhasil dalam sebuah kesabaran untuk arti perjuangan hidup.

Sekarang lukisan-lukisan yang menempel di dinding inspirasi ku yang selalu diandalkan sudah menjadi batu sandungan untuk ku. Betapa kita jatuh bangun menjaga dan merawatnya, namun hak-hak kita masih saja di rampas oleh mereka. Sementara misi utamaku sebelum aku kembali hinggap di tanah asalku belum tercapai juga. Tingal beberapa detik, jam akan memerintahkan aku untuk berbaring. Namun masih saja hal ini selalu terlintas di benakku. Apa yang harus kulakukan ?kucoba menghalau semua dalam peristirahatanku. Pagi-pagi yang bergelora membuatku kembali beraktivitas. Kandungan-kandungan bumi masih saja marak di perbincangkan. Sebuah tragedi kembali di ulas lewat sarapan uang yang mengkusuak dikalangan pelindung bangsa. Tapi itu semua sudah kebal di telingaku. Anggap saja rerumputan yang tidak ber pancasila namun masih saja di perebutkan oleh hewan-hewan penggemarnya. Ah…. Pusing amat… aku belum saatnya angkat bicara. Tunggu aku di meja hijau, tiga puluh tahun kedepan. Melihat situasi seperti ini semakin menggentarkan hati setiap laskar-laskar pejuang bangsa. Setiap usaha yang dilontarkan dari mulut mereka, sebatas basa-basi menghiasi mulut menuju panggung politisi. Lagi-lagi aku melihat indonesiaku menangis akupun menangis. Haruskah kukorbankan semua permata permata bangsa menyandang liarnya ketidakadilan? haruskah aku menjual keindahan indonesiaku untuk membuka mata hukum yang sudah lama tertidur karena keegoisannya? Pertanyaan yang selalu muncul dalam benakku kusimpan untuk kuukir sendiri. Suatu saat nanti, mentari akan mengantarkan aku menuju titik persembunyiaannya…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun