Mohon tunggu...
Irwan Bajang
Irwan Bajang Mohon Tunggu... Penulis, Editor, Konsultan Perbukuan, -

Penulis, Blogger, Konsultan Perbukuan. Juga Tukang Masak. Pendiri @Indiebookcorner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

4 Hal yang Bisa Dipelajari Seorang Penulis dari Ibu Kita Kartini

21 April 2016   19:18 Diperbarui: 22 April 2016   07:22 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartini tidak pernah punya guru menulis secara khusus. Ia tak ikut kursus kepenulisan, ia tidak menjadi jurnalis seperti kebanyakan tokoh pergerakan Indonesia lainnya. Ia banyak belajar dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa. 

Bacaannya membuat ia tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Pemikiran-pemikirannya itu kemudian ia tulis dalam surat-surat yang ia kirimkan pada sahabat penanya di seberang benua.

Menulis memang tidak butuh keahlian atau pembelajaran khusus. Ada banyak kursus kepenulisan, di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia juga biasanya ada kelas penulisan kreatif, fiksi dan nonfiksi. Tapi menulis bukanlah perkara belajar teknis semata. 

Menulis adalah kemauan belajar mandiri, ketekuan pribadi. Kartini membuktikannya. Ia mahir menulis dan karyanya abadi dibaca karena ia tekun menulis.

2. Sebelum Menulis, Kartini Adalah Pembaca yang Tekun

Sebelum berumur 20 tahun dan menikah, Kartini menghabiskan waktunya dengan banyak membaca buku. Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, adalah salah satu yang ia suka. Ia sampai mengulang-ulang membacanya. 

Ia juga membaca De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Selain itu, Kartini menekuri karya Van Eeden, juga membaca beberapa roman perempuan yang kebanyakan berisi tentang semangat feminisme.

Bacaan-bacaan inilah yang membuat sikapnya berubah. Pandangannya tentang adat istiadat terpengaruhi oleh bacaan ini. Bacaan ini juga yang membekali dia untuk memiliki wawasan yang luas, yang kemudian ia rumuskan dalam beberapa harapannya di surat-surat yang ia tulis.

Membaca adalah menghirup, menulis adalah mengembuskan napas, begitu kata Dewi Dee Lestari. Kartini mengisi kepalanya dengan gagasan-gagasan yang kemudian ia sesuaikan dengan kesehariannya. Lalu menulisnya.

Untuk menulis kita butuh bacaan yang banyak, butuh ilmu yang cukup. Tentu saja tak harus membaca. Wawasan bisa kita dapatkan dari menonton, berdiskusi, jalan-jalan dan mengamati apa saja.Penuhi kepalamu dengan gagasan-gagasan penting. Lalu tulislah kembali gagasan itu dengan caramu sendiri.

3. Kartini Menulis dan Menginspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun