Mohon tunggu...
Irwan Ade Putra
Irwan Ade Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang yang sedang belajar mengajar

Berbuatlah.... Biarkan waktu yang menjawab https://irwanadesaputra.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Yes We Did It"

14 November 2017   09:15 Diperbarui: 14 November 2017   17:38 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"ya kami melakukannya" kata inila yang ditampilkan abang google translet ketika mencoba mencari terjemahan "yes we DID it".  Penggalan kata ini mengiringi hadirnya pasangan bakal calon Walikota dan calon Wakil Walikota Makassar yang akan bertarung pada Pilwalkot 2018,  Syamsu Rizal MI dan Iqbal Djalil merupakan politisi yang berkarakter nasionalis-religius serta masing-masing kader partai ternama di Indonesia. 

Tagline "yes we did" memang pernah digunakan oleh kandidat Presiden Barack Obama saat Pilpres di Amerika Serikat, walaupun tidak sepopuler tagline obama lainnya seperti yes we can, change we can belive in,dan forward. Walaupun penggunaan yes we DID it pada paket DI-Ije ini lebih dulu terpikir oleh kerabat Deng Ical, dan setelah terpublis barulah sadar  bahwa pernah juga digunakan oleh Obama, namun berharap nasib dan capaian politiknya bisa seperti Obama.  Tidak dalam konteks plagiat ataupun "katuruk-turu'kang" versi kearifan lokal Bugis Makassar.

DID akronim pasangan Deng Ical dan Uztad Iqbal Djalil yang berlatar belakang Partai Demokrat dan PKS bersepakat untuk menyatukan visi untuk Kota Makassar lima tahun kedepan. Pasangan yang selama ini tidak diprediksi akan meramaikan bursa pilwalkot membuat konstalasi politik Kota Makassar lebih dinamis,  ditengah ketidakpastian polarisasi dukungan politik pada poros kepentingan yang sedang memainkan ritme di Pilwalkot Makassar 2018. 

Pasangan patahana Danny Pomanto dan Indira Mulyasari masih meminbang dan mempersiapkan apakah dalam akan menggunakan jalur Independen atau jalur partai politik untuk mendaftarkan diri ke KPU mengingat belum adanya kepastian surat rekomendasi dukungan Partai Politik dari sekian banyak Parpol yang telah menyatakan komitmen dukungan kepada Walikota Makassar tersebut. Pun sama halnya dengan pasangan yang digadang oleh Partai Golkar dan Partai Nasdem yakni Munafri dan Rachmatika Dewi hingga saat ini belum juga memperlihatkan progres dalam menghadapi momen pesta demokrasi di Makassar, bahkan wacana Appi dan Cicu malah belum mendeklarasikan diri sebagai pasangan. 

Kesan bahwa terjadi kebuntuan pola komunikasi Partai Politik serta tersanderanya partai dalam melakukan manuver politik, tergambar pada situasi politik akhir-akhir ini bahwa skenario membonsai kreatifitas peran dan fungsi partai politik baik sebagai sarana komunikasi politik, rekrutmen politik, pendidikan politik masyarakat hingga sebagai saran partisipasi politik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dan lebih konyol lagi bahwa beberapa partai harus melanggar sendiri regulasinya terkait proses penjaringan bakal calon kepala daerah, yang hingga saat ini rekomendasi dukungan partai yang notabene seluruh tahapan dan mekanismenya yang telah tuntas akhirnya hanya ajang formalitas belaka.

yes we DID it hadir menjawab issu dimasyarakat yang mengganggap Deng Ical tidak akan ikut mewarnai konstalasi politik Makassar, secara pribadi penulis berasumsi bahwa hal tersebut hal yang sah-sah saja apalagi jika dilatarbelakangi oleh beberapa kepentingan, yang memang sedang berusaha melemahkan posisi Wakil Walikota Makassar dalam percaturan politik lokal. 

Tagline yes we DID it  simbol ketegasan bahwa "ya kami melakukannya", melakukan gerakan yang selama ini dianggap tidak mungkin dilakukan oleh seorang politisi yang dikenal santun dan senantiasi hormat kepada kawan atau lawan politiknya. 

Karakter tersebut bukan berarti mengdegradasi motivasi serta insting politik seorang yang dikenal dengan somberena makassar. Anggapan bahwa sosok Deng Ical mencoba melakukan gerakan perlawanan dengan mencoba keluar dari poros kepentingan yang bermain pada konteks politik Makassar, menurut penulis itu anggapan yang kurang tepat. Sebab jika berbicara konteks politik, politisi yang handal adalah politisi yang memanfaatkan momentum dengan sebaik-sebaiknya dan posisi Deng Ical saat harus memanfaat momentum Pilkada 2018 dengan ikut berkontestasi.

Beberapa skenario yang sementara dimainkan memposisikan Deng Ical pada posisi yang kurang strategis, sehingga kerabat Deng Ical yang selama ini tidak diindahkan oleh kelompok-kelompok kepentingan diluar bahwa Syamsu Rizal MI merupakan politisi yang punya kelompok "kecil", yang senanti hadir memberikan informasi, pertimbangan serta saran menentukan arah dan gerak politiknya. 

Dan konsensus yang terbangun antara Deng Ical dan "si kecil" adalah bergerak bersama dengan memainkan ritme dan skenario telah dirancang bangun berdasarkan ide dan gagasan menuju perhelatan politik 2018. 

Dengan karakter politik Deng Ical yang bukan tipikal politisi yang "ambisius" kelompok kecilnya hadirnya untuk memastikan serta mensupport bahwa momentum politik harus direspon dengan ikut bergerak didalamnya, dan pola dengan komunikasi yang aspiratif, mau mendengar serta mau menerima saran, tidak arogan, serta jua memiliki karakter politisi yang sangat paham akan kerja-kerja kolektif membuat kelompok kecilnya bisa eksis hingga saat ini, termasuk dalam menghadapi proses politik 2018.   

Kolaborasi figur Deng Ical dan Iqbal Djalil oleh beberapa pihak dianggap bahwa pasangan tidak mempunyai kans besar nanti pada Pilwalkot 2018, mengingat telah terbentuknya polarisasi kepentingan elit pada kelompok patahana dan kelompok penantangnya. Pandangan tersebut sah dan wajar apalagi jika dibarengi dengan motif kepentingan politik tertentu, sebab jika melihat realitas politik kekinian figur yang punya peluang menghadapi patahana Danny Pomanto tidak lain adalah Deng Ical yang juga berstatus patahana. 

Infrastruktur pemenangan yang berbasis pada kewilayahan dengan model partisipatif merupakan modal yang dimiliki Wakil Walikota Makassar tersebut, kelompok, tim maupun personal tokoh-tokoh masyakarat yang bekerja ikhlas bahkan rela melakukan skema kerja-kerja politik gotong royong sepertinya modal utama sekaligus karakter personal yang jarang dimiliki oleh figur lain. Ditambah lagi potensi yang dimiliki oleh Uztads Ije sebagai politisi yang telah punya pengalaman sebagai legislator Makassar dan Sulsel beserta infrastruktur partai politik. Keduanya nyaris tanpa beban dalam menghadapi perhelatan politik tersebut, membuktikan diri mampu keluar dari jeratan skenario politik yang terkondisikan saat ini juga bisa dijadikan alasan bahwa kedua figur ini memang punya kemandirian sikap apalagi terkait kepentingan masyarakat.

Pasangan DID ini merupakan pencapaian tersendiri buat Deng Ical, dari Pilwalkot 2014 Deng Ical mengalami beberapa loncatan politik. Pertama yang pasti bahwa yang lalu berposisi sebagai kosong dua kini berada posisi kosong yang membuat potensi dan kapasitasnya dalam teraktualisasi dalam ranah politik maupun pemerintah, sehingga ide dan gagasan yang betul-betul menyentuh kepentingan masyakat bisa terealisasi. Berikutnya terjadi tiga kali lompatan dari DIA ke DID, ya paling tidak jika dilihat dari akronim yang digunakan saat Pilwali lalu, pasangan ini melewati DIB dan DIC dengan memilih DID. 

Dan hal tersebut juga mengindikasikan Danny Pomanto yang selalu mengelorakan dua kali tambah baik juga tidak terlihat pada akronim pasangan yang digunakan saat ini yakni DIAmi, kalau dalam dunia otomotif tidak mengganti kendaraan tapi memodifikasi saja. Sekedar candaan agar tidak tegang menghadapi hirup pikuk politik yang menegangkan menurut sala satu senior penulis yakni Kakpopzky.

Dalam konteks demokrasi dan politik Indonesia, berbagai literatur hingga ahli berkesimpulan bahwa politik Indonesia sangat dinamis. Pasca rezim orde baru hingga saat ini, nyaris momentum politik yang terjadi senantiasi menyuguhkan akrobat politik yang menandai bahwa bangunan skenario politik akan selalu dipengaruhi oleh kondisi kekinian dan kepentingan apa yang menjadi variabel penentu. 

Skema koalisasi permanen yang sempat terdengar beberapa waktu lalu pada kancah politik nasional, toh tidak bertahan lama bahkan pada beberapa kasus bangunan koalisi permanen beberapa partai politik porak-poranda ketika bersentuhan pada koalisasi kepentingan tertentu. Gambaran tersebut tentunya berlaku pada konteks politik lokal, seperti yang terjadinya pada polarisasi dukungan partai politik di Pilgub Sulsel, beberapa partai politik yang senantiasi berhadap-hadapan di Senayan akhirnya menyatu pada satu salah satu kontenstan Pilkada Sulsel 2018. 

Apalagi ketika merujuk pada konstalasi politik Makassar kekinian yang menampilkan style politik yang menggemaskan. Di Makassar dengan karakter pemilih yang didominasi oleh pemilih cerdas, membuat dominasi kekuatan politik tidak terjadi, bahkan sekelas patahana yang nyaris telah memiliki prasyarat politik baik infrasturktur dan suprastruktur pemenangan politik mulai dari kekuasaan, pencitraan, perangkat kerja, jejaring, tingkat popularitas dan elektabilitas hingga kekuatan financial melekat pada pasangan DP-Indira, namun pada kenyataannya juga masih juga diterpa "kegalauan" politik hingga harus menyiapkan diri menempuh jalur independen. Hal tersebut meniscayakan bahwa Makassar ini bukan milik siapa-siapa. Sekaligus menegaskan bahwa Sekali lagi Politik Makassar sangat dinamis, penuh kejutan dan sangat "menyenangkan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun