[caption caption="Salah satu peserta sedang mempertunjukkan kebolehannya. (sumber gambar : https://www.youtube.com/watch?v=aDRR7hzIEt8)"][/caption]Salah satu peserta sedang mempertunjukkan kebolehannya. (sumber gambar)
Secara tidak sengaja ketika mengintip TV tetangga, terlihat sebuah tayangan program televisi yang kemudian saya ketahui bertajuk D'Academy Asia atau disingkat DAA. Acara ini merupakan kompetisi menyanyi lagu dangdut yang pesertanya berasal dari Asia (Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia). Demikian pula dengan komentator yang memberikan komentarnya selepas seorang kontestan selesai bernyanyi, berasal dari empat negara tersebut. Kemudian, pada akhir tayangan, ada pula 4 juri yang bertugas memberi penilaian bagi masing-masing peserta, yang juga berasal dari empat negara tersebut. Ke-4 juri ini melakukan penilaiannya dari negara mereka secara streaming.
Acara ini menjadi lebih hidup oleh banyolan pembawa acara (host) yang dikolaborasikan oleh 4 orang yang semuanya berasal dari Indonesia (Rina Nose, Irfan Hakim, Ramzi, Adi).Â
Selain banyolan para pembawa acara yang kompak, menarik pula memperhatikan bahasa yang digunakan oleh baik para komentator maupun para juri yang menggunakan bahasa mereka masing-masing. Kelihatan sekali ke-3 negara tetangga tersebut menggunakan bahasa Melayu yang sepertinya tidak nampak berbeda. Jauh sekali dengan bahasa kita yang meskipun berakar dari bahasa Melayu namun telah mengalami perkembangan dan menyerap berbagai macam bahasa daerah.
Nah, sayangnya, para host ini ketika mendengar kosakata yang tidak mereka kenal, mereka beranggapan kosakata itu bukan kosakata bahasa Indonesia. Memang kata-kata itu tidak umum digunakan, namun kosakata itu dapat kita temukan di KBBI. Di beberapa daerah, kosakata itu malah sering digunakan sebagai bahasa daerah, misalnya bahasa Palembang.
Contoh kosakata yang sempat penulis dengar yang tidak dimengerti oleh host, adalah :
1. Molek. = elok, cantik
2. Merengut = cemberut.
Kedua kosakata itu biasa digunakan dalam percakapan bahasa Palembang. Namun molek memang sudah agak jarang dipakai meskipun tetap dimengerti.Â
Memang sepertinya bahasa Palembang lebih banyak persamaan kosakata maupun dialeknya, meskipun kosakata bahasa Palembang banyak diakhiri oleh huruf o sementara kosakata bahasa Malaysia diakhiri huruf e. Maklumlah mungkin sama-sama rumpun Melayu. Misalnya kata "awak" dalam bahasa Palembang sama artinya dengan bahasa Malaysia, yaitu engkau. Berbeda artinya dalam bahasa Minang atau Medan yang berarti saya/kita. Juga kata kecik yang sering dilontarkan komentator serupa dengan bahasa Palembang yang berarti kecil.
Kesimpulannya, buat para host, kalau tidak mengerti kosakata yang diucapkan oleh komentator negara jiran, bisa jadi itu juga bahasa Indonesia. Seperti misalnya ringgit juga merupakan kosakata bahasa Indonesia. Satu ringgit itu nilainya dua setengah rupiah.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H