Mohon tunggu...
Sangun Perwira
Sangun Perwira Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Bukan maksudku memusuhimu. Kalaupun berbeda pandangan, aku hanya mencoba melihatnya dari sisi yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Class Action dalam Kabut Asap, Perlukah?

31 Oktober 2015   22:52 Diperbarui: 1 November 2015   09:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun belum begitu lebat, tampaknya hujan mulai turun di beberapa daerah. Semoga dengan tanda-tanda dimulainya musim penghujan dapat segera mengakhiri penderitaan WNI yang terdampak kabut asap.

Meskipun nantinya kabut asap akan menghilang, apakah perusahaan pembakar hutan dan lahan akan lenggang kangkung? Bebas kemudian tahun depan akan melakukannya kembali? Atau bisa juga perusahaan lain pemegang konsesi pada tahun depan ikutan pula melakukan pembakaran?

Pemerintah memang tidak diam dalam menghadapi kabut asap ini. Seluruh daya upaya telah dilakukan. Namun namanya kebakaran, pemadamannya tidaklah semudah meniup lilin atau api kompor. Apalagi banyak faktor yang membuat kebakaran hutla susah dipadamkan.

Pemerintah juga sedang mengupayakan secara hukum terhadap perusahaan yang menggunakan cara pembakaran dalam land-clearing hutan dan lahan konsesinya. Kementerian LHK dan Kepolisian RI telah melakukan penyelidika dan penyidikan. Bahkan Presiden Jokowi sendiri secara tegas telah menginstruksikan pencabutan izin konsesi bagi perusahaan yang melanggar. Namun tampaknya ada upaya pihak tertentu untuk tidak mengumumkan perusahaan mana yang dijadikan tersangka.

Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, selain pemerintah dan organisasi lingkungan hidup, masyarakat dapat juga melakukan gugatan terhadap penanggung jawab usaha/kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup.

Gugatan masyarakat ini, sebagaimana tercantum pada pasal 91 UU itu, dilakukan secara perwakilan kelompok. Pasal ini lebih lengkapnya berbunyi :

  1. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
  2. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
  3. Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Saya sendiri bukan ahli di bidang hukum, namun dari yang saya baca sepintas, terdapat keuntungan melakukan gugatan secara class-action, di antaranya membuka akses terhadap keadilan dengan cara lebih mudah dan murah dengan proses cepat dan sederhana. Lebih jauh lagi, gugatan dengan cara ini dapat mendorong perubahan bagi si pelanggar.

Jadi perlukah melakukan gugatan class-action menghadapi kasus pembakaran hutla yang menyebakan kabut asap ini? Bagi praktisi hukum tentu lebih memahami dan diharapkan menjadi pelopor bila dianggap penting.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun