Sebagai sebuah perusahaan yang mencari laba, adalah wajar bila mereka semata mencari keuntungan. Akan tetapi wajar juga bila warga sekitar memperoleh manfaat dari adanya perusahaan tersebut, bukan hanya manfaat sebagai konsumen saja.
Masyarakat sendiri sempat menolak pemasangan kabel dan jaringan karena dianggap tidak menguntungkan mereka. Bahkan pemerintah daerah setempat juga mempermasalahkan timbulnya masalah lingkungan terhadap titik pembuangan limbah dari PLTU tersebut.
Pemerintah kabupaten juga sempat mengancam akan menutup proyek ini bila perusahaan tidak memenuhi 3 permintaan Pemkab Buleleng, yaitu masalah bagi hasil kepada pemerintah daerah, profil perusahaan, serta jaminan perusahaan terhadap lingkungan.Â
Masalah lain adalah penggunaan bahasa Mandarin pada semua petunjuk pemakaian. Bahkan nama dari PLTU ini sendiri menggunakan aksara Mandarin.
Kesimpulan
Sebagai warga Indonesia biasa, saya hanya bisa menyimpulkan bahwa pelonggaran persyaratan penanaman modal di Indonesia hanya merugikan negara kita. Negosiasi kontrak kerjasama tampaknya lemah di sisi Indonesia, sehingga negara kewalahan memberikan sanksi.
Alangkah baiknya bila negosiator kontrak kerjasama selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Jangan lagi bangsa ini dibodoh-bodohi oleh bangsa asing hanya karena kita terdesak akan kebutuhan yang tidak bisa kita penuhi sendiri. Ingatkah kita akan penjualan gas ke negara Cina yang begitu murah? Andaikata negosiator kontrak ini mendapat keuntungan pribadi, hendaknya janganlah sampai mengorbankan bangsa dan negara sendiri.
Miris. Sampai berapa puluh tahun pengoperasian PLTU ini dilakukan oleh perusahaan Cina ini?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H