Seperti lebaran di tahun-tahun sebelumnya, kita dan saudara-saudara muslim lainnya antusias ingin merayakan lebaran di kampung halaman dengan kegembiraan. Aroma baju baru, sandal baru, ketupat serta aneka masakan khas lebaran lainnya adalah bagian dari pernik lebaran yang rasanya kurang sempurna jika tidak dipadu dengan suasana berkumpul bersama sanak keluarga di kampung halaman. Rasa ini pula yang mendorong kita yang kebetulan menggantungkan hidup di kampung orang untuk pulang kampung (mudik) sesaat sebelum lebaran. Mudik kemudian ditasbihkan menjadi sebuah kewajiban bagi perantau setiap kali lebaran dijelang.
Saya dan mungkin juga anda beruntung masih bisa menikmati suasana lebaran tahun ini dengan suka cita. Semua berjalan sesuai harapan, sepulang dari shalat Id masakan lebaran telah tersaji dilanjut dengan ziarah kubur lalu silaturahmi dengan sanak keluarga di kampung.
Sayang sekali, tidak semua saudara muslim seberuntung kita. Terjebak kemacetan parah di tol Brexit saat hendak mudik, beberapa saudara-saudara kita harus meregang nyawa. Otoritas Indonesia menyebutkan bahwa ada 13 orang tewas dalam tragedi itu meski sejumlah media massa menyebutnya 15 orang. Kemacetan parah yang menelan korban jiwa yang tidak sedikit ini bahkan menjadi sorotan media Inggris, Daily Mail. Media mainstream di Inggris ini memberi judul “Is this the world’s worst traffic jam? Fifteen motorists die in three days after getting caught in gridlock at Indonesian junction... named BREXIT” atau "Inikah kemacetan paling parah di dunia? 15 orang pengendara tewas dalam tiga hari setelah terjebak di persimpangan di Indonesia, bernama Brexit" (Sindonews)
Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan Indonesia, Achmad Yurianto, menyebut bahwa kelelahan,dehidrasi, serta kurangnya oksigen karena kabin mobil yang kecil dan tertutup, menjadi salah satu faktor pemicu banyaknya korban tewas.
Apapun masalahnya dan penyebabnya, nasi terlanjur sudah menjadi bubur. Korban tewas sudah berjatuhan. Satu hal yang pasti, mereka yang tewas serta keluarga yang ditinggalkan sedang dalam ujian merayakan lebaran dalam suasana yang tidak biasa, suasana yang sejujurnya jika boleh memilih, sama sekali tidak diharapkan.
Siapa yang bertanggung jawab? Tidak ada! Tidak ada yang merasa bertanggung jawab, apalagi merasa bersalah atas petaka ini. Sudahlah! Memang tidak penting lagi untuk mencari tahu siapa penanggung jawabnya. Toh ... yang tewas tidak bakal hidup kembali, demikian dengan suasana lebaran tahun ini yang tidak mungkin berulang.
Meski demikian, bagi Tuan-Tuan yang diam-diam merasa bersalah atas tragedi ini, anda tidak perlu minta maaf. Kami hanya berharap agar tragedi macet maut tahun ini bisa menjadi pelajaran sekaligus evaluasi bagi anda agar kedepan kejadian memilukan sekaligus memalukan ini tidak lagi terjadi. Maaf, mohon untuk tidak tersinggung, meski sebenarnya saya sangat berharap anda tersinggung lalu mengundurkan diri. Jika itu terjadi, setidaknya bisa menjadi tanda bagi kami bahwa Tuan masih memiliki integritas moral, sebagaimana halnya petinggi di Jepang yang mundur dari posisinya karena malu gagal mengemban amanah.
Husni Kamil Tewas
Sehari setelah lebaran, kabar mengejutkan kembali tersaji di halaman koran. Ketua KPU RI, Husni Kamil meninggal! Kematiannya mendadak, diduga serangan jantung. Belakangan beredar rumor kematian tokoh yang memimpin penyelenggaraan pilpres 2014 kemarin tidak wajar. Ramai dibincangkan foto wajah jenazah Husni kamil yang terdapat bercak merah. Arah perbincangan itu merujuk pada satu dugaan, Husni Kamil tewas karena diracun, seperti tokoh aktivis HAM, Munir yang kala itu tewas di pesawat saat dalam perjalanan ke Belanda.
Jika benar diracun, siapa yang melakukannya? Untuk kepentingan apa? Apa manfaatnya bagi yang pihak yang menginginkan Husni Kamil mati? Apapun motifnya, ini pasti menyangkut sesuatu yang besar. Sangat tidak mungkin jika kematian ini hanya soal asmara seperti yang dituduhkan pada Antasari Azhar di masa lalu atau soal pemalsuan kartu keluarga seperti yang dituduhkan kepada Abraham Samad yang membuatnya harus terjungkal dari kursi Ketua KPK. Sebuah pertanyaan yang masuk akal, apakah Husni Kamil di Munir-kan terkait dengan ke-KPU-annya? Entahlah!
Untuk meghindari dosa dan tanya yang berlarut, saya setuju dengan usul Ali Moctar Ngabalin dan beberapa pengamat intelejen yang mendorong kasus ini untuk di uji forensik oleh pihak independen. Hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran cerita ini.