Mohon tunggu...
IRWAN ALI
IRWAN ALI Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti di Lingkar Data Indonesia

"Seseorang boleh saja pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis maka ia akan dilupakan oleh sejarah" - @Pramoedya_Ananta_Toer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Santun dan Tumbangnya Kader Sang Presiden

2 Maret 2013   00:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:28 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah politik santun menjadi marak dibicarakan tatkala Partai Demokrat yang baru seumur jagung (5 tahun) tiba-tiba menjadi pemenang pemilu pada tahun 2009. Kemenangan Partai Demokrat tersebut diyakini banyak pihak karena peran dan citra SBY yang menarik di mata rakyat. SBY dikenal sebagai sosok yang santun, dengan gaya bicara yang bijak. Ketika SBY berpidato, karakternya tidak meledak-ledak seperti politisi pada umumnya. Gaya dan retorikanya khas dan unik.

SBY sukses membangun citranya sejak terpilih sebagai presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden tahun 2004. SBY meramu segala bentuk perilaku, sikap, dan gaya bicaranya. Layaknya kesantunan, adab politik direduksi sedemikian rupa bak tatakrama di sebuah jamuan makan malam. Kesantunan, menjadi ciri SBY yang paling khas.

Kesantunan ini pulalah yang mengantarnya sebagai presiden RI periode kedua. SBY-Boediono melenggang mulus pada pemilu presiden tahun 2009 silam dengan jumlah pemilih lebih dari 60%. Sebuah angka fantastis untuk sebuah pemilihan langsung.

Disamping santun, SBY bersama Partai Demokrat kala itu mengusung tagline, "Katakan Tidak Pada Korupsi". Tagline ini menjadi magnet yang luar biasa bagi pemilih. Animo masyarakat untuk terbebas dari perilaku menyimpang aparat sangat besar. Pada saat yang sama, SBY bersama Partai Demokrat sangat diyakini memiliki komitmen untuk memberantas korupsi. Entri poin yang dimiliki SBY ketika itu adalah Aulia Pohan (besan presiden) masuk penjara karena tuduhan korupsi. Ini menjadi pesan yang sangat dahsyat bagi masyarakat Indonesia tentang komitmen dan konsistensi Sang Presiden dalam hal pemberantasan korupsi.

Tumbang
Politik tetaplah politik. Tidak ada kejujuran apalagi keikhlasan. Dinamikanya sarat dengan kepura-puraan. Seiring berjalannya waktu, kader-kader Sang presiden tumbang satu persatu.

Pada halaman pertama kisah tumbangnya kader Sang Presiden di isi oleh mantan bendahara umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Sang bendahara di vonis dalam kasus Hambalang. Kemudian halaman berikutnya di isi oleh kader cantik Demokrat Angelina Sondakh, menyusul Menpora Andi Mallarangeng. Dan kini Sang Ketua Umum, Anas Urbaningrum. Nama-nama ini tersandung mega proyek pusat pelatihan olah raga, Hambalang.

Nama-nama tersebut di atas menjadi terkuak berawal dari nyanyian Nazaruddin, sejak pelariannya ke Colombia sampai pada pangkuan mesra KPK. Nazaruddin melancarkan serangan kepada mantan koleganya, termasuk pada mantan ketuanya, Anas Urbaningrum.

Nazar barangkali tidak ingin sendiri menjadi tumbal. "Bukankah kita telah menikmati bersama?" Mungkin demikian batin Nazar. Karena bersama menikmati, maka menjadi pantas jika kitapun bersama menikmati kokohnya jeruji KPK.

Angie dan Mallarangeng rupanya tak cukup pandai bernyanyi. Mungkin suaranya fals atau pas-pasan hingga lebih memilih untuk diam. Lantunan lagu Nazaruddin dibiarkan berlalu begitu saja tanpa sambutan yang berarti sebagaimana layaknya sebuah kelompok bernyanyi.

Intro musik dan pekikan irama baru kembali sayup terdengar setelah Sang Ketua Umum, Anas Urbaningrum berstatus tersangka. Meski vokalnya belum terdengar jelas, banyak pihak yang berkeyakinan shimponi yang akan dilantunkan Anas akan jauh lebih merdu di banding Nazar.

Keyakinan tersebut bertolak dari komentar-komentar di kubu Anas bahwa dia sedang di dzolimi. Termasuk dalam status BBM Anas yang kerap menulis, "Politik Para Sengkuni"

Sengkuni adalah tokoh dalam cerita Mahabarata yang berwatak licik, culas, dan jahat. Sengkuni adalah paman sekaligus pengasuh Kurawa. Setiap waktu Sengkuni mengobarkan api kebencian dalam hati Kurawa untuk memusuhi Pandawa. Siapakah Sengkuni yang dimaksud Anas? Entahlah, yang pasti kelompok yang diyakini Anas sebagai pihak yang mensetting dan menginginkan tumbangnya Anas dari posisi sebagai ketua umum partai.

"Sampai pada saat ini saya masih mengenakan jas kebesaran partai, tapi segera setelah ini, saya akan menanggalkannya dan segera menjadi manusia bebas yang merdeka," demikian kata Anas dalam pidatonya pada detik-detik akhir pengunduran dirinya sebagai ketua umum.

Pada bagian lain, Anas mengatakan, ini baru halaman pertama. Halaman-halaman berikutnya akan kita baca secara bersama-sama.

Kalimat-kalimat Anas ini sebenarnya adalah sebuah penegasan bahwa dia akan melawan. Kalimat yang paling menarik dicermati adalah "... Segera akan menjadi manusia bebas yang merdeka". Merdeka dari apa?

Kalimat tersebut menurut saya mengisyaratkan akan menyerang internal partai Demokrat. Ketika yang bersangkutan mundur dari Partai dan menyatakan telah bebas dan merdeka, tentu saja yang dimaksudkan adalah dia tidak lagi punya beban untuk berbicara termasuk jika pembicaraannya itu akan berefek negatif pada partai demokrat.

Apakah benar demikian? Entahlah, sebaiknya kita menunggu saja halaman kedua dari buku Anas, "Politik Para Sengkuni".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun