Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pecah Telur ke Seberang

5 April 2023   10:28 Diperbarui: 5 April 2023   10:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SANGAT menggembirakan mendengar kabar Pemerintah Singapura memutuskan akan membeli telur dari Indonesia. Kenapa begitu? Sebab selama ini negara pulau itu sangat jarang membeli bahan pangan dari Indonesia. Padahal bertetangga dekat. Cuma di seberang selat saja.

Tatkala kemarin Malaysia mengalami kebanjiran sehingga pertanian sayurnya banyak yang rusak, Singapura yang jadi tuiuan utama hasil sayur itu tentu saja kelimpungan. Kendati begitu, mereka bukan langsung mengalihkan pasokan sayur dari Indonesia. Negara ini justru menyuruh warga menanam sayur di apartemennya.

Padahal di tanah air banyak daerah yang mengelola pertanian sayur. Seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan berbagai daerah di Jawa. Bahkan, Pekanbaru sendiri pernah mengekspor sayur ke Singapura. Kawasan pertaniannya di sekitaran bandara Sutan Syarif Kasim di Kartama, Kota Pekanbaru. Dari kejauhan tampak tanaman ditutupi kelambu untuk mencegah hama.

Tapi, ekspor sayur itu hanya beberapa saat saja. Terdengar kabar Singapura menolak karena sayurnya mengandung pestisida. Obat anti hama. Di daerah lain mungkin mengalami nasib yang sama, sayurnya ditolak.

Terbersitnya rencana Singapura untuk membeli telur dari Indonesia maka pantas untuk diapresiasi. Ini membuktikan negara tetangga itu haqkul yakin telur Indonesia sudah hygenis dan sesuai dengan standar kesehatan. Tinggal lagi menunggu diliriknya sayurmayur dan bahan pangan lainnya.

Dari segi bisnis tampaknya perdagangan telur ini bisa mendatangkan keuntungan. Menurut pantauan pasar harga telur di swalayan di Singapura kemarin adalah 7,85 dolar Singapura atau sekitar Rp 88.600 untuk 30 butir atau 2 kilogram telur. Sedangkan  di Jakarta pada saat yang sama harganya Rp 49.000. Berarti ada selisih harga hampir dua kali lipat. Dengan kata lain, dipotong dengan biaya pengiriman tetap masih ada keuntungan.

Kendati begitu, para peternak ayam harus tetap menjaga kualitas dan rutinitas pengiriman. Berdagang dengan Singapura tentu saja mengikuti kaidah perdagangan internasional. Bukan hantam kromo saja. Telur busuk atau yang retak jangan diikutkan.

Bagi peternak telur juga harus pintar berhitung. Sebab pakan ternak sangat tergantung dengan fluktuasi dolar. Dan hygenitas telur juga harus terus dijaga. Bak kata pepatah: sekali lancung ke ujian. Begitu Singapura menemukan telur tidak hygenis, akan tamatlah jualan telur dengan kita. Dan untuk mengembalikan kepercayaan dibutuhkan waktu yang pajang. Semoga. (irwan e siregar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun