Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Amir Daud, Pelopor Jurnalisme Modern yang Terlupakan

30 Januari 2022   15:02 Diperbarui: 30 Januari 2022   16:38 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Amir Daud (kiri), sedang berbincang dengan Lukman Setiawan, salah seorang pendiri Majalah TEMPO.

TEMPO boleh dikatakan menjadi salah satu media pendobrak pers modern di tanah air. Tak sedikit sumbangsihnya, baik di bidang keredaksian maupun manajemen.

Namun, di balik kesuksesan tersebut ternyata ada sosok berjasa di belakangnya yang nyaris terlupakan. Sosok itu adalah seorang jurnalis tulen bernama Amir Daud. "Jasanya besar sekali untuk Tempo," kata Goenawan Muhamad (GM), pendiri Majalah TEMPO, seperti diungkapkannya di Majalah Pantau, terbitan 6 Mei 2002.

Dalam sebuah tulisan, GM bercerita bahwa membuat majalah berita ternyata tidak gampang. "Setelah dua-tiga tahun, baru kami tahu ini tak beres," katanya.

Menyadari ketidakberesan tersebut, mereka pun mengundang seorang konsultan bernama Amir Daud, bekas wartawan TIME di Jakarta. Amir yang sudah berpengalaman di majalah berita sekaliber TIME, lalu menuangkan ilmunya kepada para awak TEMPO.

Menurut GM, Amir Daud-lah yang mengajari mereka membentuk organisasi dasar di sebuah penerbitan media. "Begitu tololnya kami hingga baru dari Amir-lah kami tahu perlunya menulis memo untuk teman sekerja, bila si rekan sedang bertugas di luar kantor," ungkap GM.

Dari Amir Daud pula, tambah GM, mereka  mulai belajar bekerja efisien. Amir, misalnya, menyarankan agar TEMPO punya seorang "chief reporter" yang akan membagi tugas hingga distribusi tenaga kerja tak acak-acakan. Inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Koordinator Reportase yang kini sudah banyak diikuti media lain.

Selain itu, GM mengingat, Amir berpesan sebuah penugasan harus tertulis. Ini memang akan membuat ia bisa diingat, mudah dikontrol, dan bila ada problem, bisa dipindahkan langsung ke wartawan lain. Penugasan harus jelas dan ringkas.

Amir juga memperkenalkan kebiasaan memendekkan nama para kru TEMPO. Goenawan Muhamad jadi "G.M.", Fikri Jufri jadi "F.J.", dan Yusril jadi "Y.D." (Amir, yang menyukai gaya Amerika, sehingga mengucapkannya "Way-Di"). Akronimisasi nama itu melekat sampai Yusril meninggal dunia.

Lukman Setiawan, sejawat GM sesama pendiri Majalah TEMPO yang kemudian menerbitkan harian ekonomi Bisnis Indonesia, menilai Amir sangat kokoh dengan pendapat dan pendiriannya. Kemajuan Bisnis Indonesia, katanya, tak lepas dari polesan Daud. "Dia orang pertama yang meletakkan dasar-dasar jurnalisme Bisnis," kata Setiawan, "Daud orang yang perfeksionis."

Amir Daud hanya beberapa tahun menjadi pemimpin redaksi Bisnis Indonesia yang gajinya sangat menggairahkan itu. Ia kemudian memilih jadi pengajar di Lembaga Pers Dokter Soetomo (LPDS).

Majalah Pantau mengungkapkan, di lembaga pendidikan pers itu Amir Daud memopulerkan teori storytelling, yaitu menulis berita dengan berkisah. Teori ini muncul sejalan dengan meningkatnya kecepatan berita televisi di Amerika Serikat pada 1960-an. Para penerbit memerlukan paradigma baru penyajian berita suratkabar agar tak kalah dengan televisi.

Pekerjaan Amir Daud dimulai dari tukang ketik di kantor Antara, Medan, sejak Oktober 1946. Ketika kantor itu ditutup, Mohammad Said, kepala Antara Medan,  menerbitkan suratkabar Waspada di Medan, Januari 1947. Ia pun bekerja di Waspada sebagai korektor. "Saya betul-betul berada di lapisan paling bawah," tuturnya.

Tahun 1954  ia menjadi wartawan Waspada di Jakarta. Tak lama, Rosihan Anwar menariknya ke harian Pedoman. Rosihan  tertarik karena kepiawaiannya berbahasa Inggris dan perhatiannya pada masalah ekonomi.

Daud bekerja selama enam tahun sampai koran itu dibredel pemerintah pada 1961. Dari Pedoman ia ke Agence France Presse, sebuah kantor berita Prancis. Tak lama, pindah ke Associated Press milik koperasi suratkabar Amerika Serikat. Di awal orde baru Amir Daud ikut Majalah TIME.

Jakob Oetama dari harian Kompas juga mengatakan terkesan oleh disiplin Amir Daud yang all out dan bekerja tidak setengah-setengah. Check and recheck-nya kuat. "Dia memang cocok mendidik wartawan muda karena memberikan sikap dan nilai yang harus dimiliki wartawan," kata Jakob kepada Pantau.

"Jangan lupa, dia guru jurnalisme dari para wartawan, mulai Dahlan Iskan sampai Putu Setia. Dia tidak usah menjadi pahlawan, melainkan penjaga integritas jurnalisme. Dia tidak pernah melacurkan diri," tulis GM. (irwan e. siregar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun