Mohon tunggu...
Irwan Harefa
Irwan Harefa Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan

Penggemar buku-buku sastra, hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pajak: Kunci Stabilitas Ekonomi

28 Juni 2023   23:18 Diperbarui: 28 Juni 2023   23:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

"Saya berterima kasih pak, saat kena covid, saya kritis dan dirawat di Wisma Atlet sampai sehat dan pulih kembali tanpa biaya sepeser pun. Semuanya ditanggung pemerintah", ujar Pak Eko.

Kata-kata Pak Eko, seorang pengemudi ojek online di Jakarta Barat yang pernah terinfeksi virus Covid-19 dan dirawat di Wisma Atlet Jakarta sering terdengar di masa pandemi Covid-19 yang kini telah berubah menjadi endemi. Pandemi meninggalkan banyak cerita sedih, terutama bagi mereka yang kehilangan anggota keluarga dan kerabat akibat virus mematikan ini. Dampaknya terhadap ekonomi juga sungguh luar biasa. 

Ekonomi mengalami resesi yang ditandai dengan lesunya dunia usaha dan menurunnya daya beli masyarakat secara signifikan. Masyarakat mengalami kesulitan ekonomi terlebih dengan pembelakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau yang lebih populer dikenal dengan PPKM. Sejak awal, tak pernah ada yang memperkirakan kemunculan virus ini, sehingga baik masyarakat maupun pemerintah memang tidak memiliki persiapan yang memadai.

Ketika pandemi covid-19 melanda, ribuan pasien dirawat di Wisma Atlet Jakarta dan berbagai Rumah Sakit rujukan pemerintah di seluruh Nusantara dengan biaya ditanggung seluruhnya oleh negara. Dampak pandemi sungguh luar biasa. Di tengah upaya pemerintah yang berjibaku mengatasi pandemi, resesi ekonomi juga tak bisa dihindari. Dampak gejolak ekonomi global akibat pandemi tak terhindarkan.

Kita menyaksikan bagaimana beratnya penderitaan masyarakat, terutama mereka yang termasuk golongan penerima Bantuan Langsung Tunai dari pemerintah. Sektor usaha lumpuh, aktifitas masyarakat seakan terhenti. Ojek online yang biasanya hilir mudik antar jemput penumpang, sepi akibat sebagian besar layanan publik dan usaha swasta menjalankan kegiatan dan usaha dari rumah (Work From Home). Bisa dibayangkan bagaimana beratnya beban masyarakat bahkan sekedar memenuhi kebutuhan makan untuk keluarga, biaya pendidikan anak, biaya cicilan kendaraan yang jatuh tempo, dan berbagai biaya serta tanggungan lainnya.

Guna mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi, pemerintah merancang program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dalam tiga tahun masa pandemi (2020-2022), program PEN menelan biaya sebesar Rp1.645 triliun. Biaya sebesar itu digunakan untuk insentif bagi dunia usaha, dukungan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pembiayaan korporasi, program sektoral Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Dalam upaya menyukseskan program PEN, pemerintah menggunakan pajak sebagai salah satu instrumen kebijakan. Kebijakan tersebut antara lain pemberian insentif untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan berbagai fasilitas perpajakan untuk usaha tertentu, khususnya terkait dengan alat-alat kesehatan. Khusus untuk UMKM yang menjadi pilar penopang ekonomi di saat krisis, pemerintah memberikan dukungan dalam berbagai program seperti subsidi bunga, penempatan dana, Kredit UMKM, belanja Imbal Jasa Penjaminan (IJP), PPh Final UMKM yang ditanggung pemerintah (DTP), dan pembiayaan investasi Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB KUMKM).

Biaya pemulihan ekonomi tentu saja berasal dari pajak yang kita bayar. Bila melihat angka realisasi penerimaan pajak dalam tiga tahun tersebut (2020-2022) yang mencapai Rp4.549,8 triliun, maka itu berarti lebih sepertiga dari penerimaan pajak negara digunakan untuk biaya pemulihan ekonomi nasional. 

Mengenali penggunaan anggaran PEN ini cukup mudah, seperti biaya untuk karantina, pengobatan dan pemulihan pasien terinfeksi covid dan biaya pembelian vaksin yang seluruhnya gratis diberikan kepada masyarakat. Seluruh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung telah merasakan dan menerima manfaat program PEN yang memang sangat tepat dan amat diperlukan dalam upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi.

Pajak: Kontribusi seluruh Rakyat!

Tak dapat dipungkiri, pajak memegang peran kunci di masa pandemi dan berdampak langsung terhadap pemulihan ekonomi. Sebagaimana fakta disebutkan di atas, dalam 3 tahun pandemi, lebih sepertiga penerimaan pajak (tepatnya 36%) digunakan untuk biaya pemulihan ekonomi. Dalam APBN, pajak merupakan sumber utama penerimaan negara dengan kontribusi mencapai 80%, dimana pajak tersebut dibayar oleh seluruh rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pajak pada hakekatnya adalah pengorbanan rakyat, dimana mereka dipaksa atau terpaksa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diserahkan ke negara dalam bentuk pajak dengan besaran (persentase) tertentu sesuai yang telah diatur dalam ketentuan dan peraturan perpajakan. Selain atas penghasilan, masyarakat juga harus menanggung beban pajak ketika memanfaatkan (konsumsi) barang dan jasa yang dikenakan pajak (PPN atau Pajak Pertambahan Nilai).

Bila pajak penghasilan hanya ditanggung oleh mereka yang memiliki penghasilan di atas batas tertentu, PPN ini tidak pandang bulu, menyasar seluruh lapisan masyarakat dari kalangan atas sampai bawah. Konsumsi atas barang dan jasa apapun, sepanjang menurut aturan termasuk barang dan jasa yang dikenakan PPN, maka seluruh lapisan masyarakat harus menangggungnya.

Berbeda dengan PPh yang melihat penghasilan dan kekayaan pembayarnya (dalam istilah perpajakan disebut sebagai kemampuan ekonomis), PPN tak membedakan apakah seorang pembeli atau konsumen merupakan seorang pengusaha kaya atau rakyat biasa, konglomerat atau masyarakat di bawah garis kemiskinan. Ketika mengonsumsi barang dan jasa yang dikenai PPN, semua membayar pajak (PPN) dengan beban yang sama. PPN sebesar Rp550.000 dalam sebuah televisi seharga Rp5.000.000, ditanggung dalam jumlah yang sama persis, baik televisi tersebut dibeli oleh Bapak Gunawan yang merupakan seorang konglomerat terkemuka maupun Bapak Budi yang berasal dari rakyat biasa.

Maka jelas, pajak yang ada dalam APBN itu sesungguhnya berasal dari pembayaran pajak oleh seluruh lapisan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selama ini ada pemahaman yang salah kaprah, seolah-olah pembayar pajak itu identik dengan mereka yang kaya raya dan memiliki penghasilan yang tinggi. Ada pula yang menganggap pembayar pajak hanya mereka yang telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan). Padahal, pajak sesungguhnya dibayar oleh seluruh masyarakat termasuk mereka yang berpendapatan rendah dan belum memiliki NPWP.

Setelah memahami bahwa seluruh masyarakat turut berkontribusi membayar pajak, sementara pemulihan ekonomi dibiayai dari pajak, maka jelas bahwa secara tidak langsung seluruh masyarakat berperan penting dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi. Tanpa dukungan masyarakat dalam bentuk kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakannya, anggaran untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi akan sangat terbatas. Dampak akhirnya jelas, stabilitas ekonomi akan sulit tercapai.

Pajak kita, kunci stabilitas ekonomi nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun