Saat ini mungkin banyak diantar kita yang sudah enggan berbelanja ke pasar tradisional, alasan klasik yang ada dibenak kita adalah pasar tradisional itu kotor, becek, bau, penuh sampah, bikin macet dan banyak lagi image buruk masyarakat tentang pasar tradisional, “ngapain kepasar tradisonal kalau sudah ada supermarket atau Hypermarket” begitu statement banyak orang saat ini, apalagi jika dihubungkan dengan tingkat pendapatan masyarakat, pasar tradisional dianggap banyak kalangan ditujukan lebih pada masyarakat berpendapatan rendah atau masayarakat lapisan bawah, tempat para pembantu rumah tangga berbelanja. Kontradiktif memang dengan hipermarket atau supermarket sebagai pasar modern yang juga menyediakan barang yang sama dengan fasilitas yang memadai dan suasana yang nyaman serta pelayanan yang memuaskan, namun apakah dengan adanya pasar modern serta merta pasar tradisional dilupakan? Penulis coba meninjau fenomena tersebut dalam sebuah tulisan yang di rangkum dari beberapa sumber.
Pasar Tradisional vs Hipermarket
Dewasa ini supermarket atau hypermarket banyak menggantikan fungsi pasar tradisonal dengan berbagai macam kelebihannya, yang dimaksud dengan hypermarket itu sendiri Dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Provinsi DKI Jakarta adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir, yang di dalamnya terdiri dari pasar swalayan dan toko serba ada yang menyatu dalam satu bangunan pengelolaannya dilakukan secara tunggal yang luas lantai usahanya lebih dari 4.000m2 dan paling besar (maksimal) 8.000m2. Hipermarket disebut juga dengan nama pasar serba ada. Sedangkan pasar tradisional merupakan pasar dengan bentuk bangunan sederhana, suasana yang relatif kurang menyenangkan, barang-barang yang diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu yang rendah, harga relatif murah, dan sistem tawar menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi lemah dan cara berdagangnya kurang profesional. Kedua tempat tersebut sangat berbeda secara signifikan, baik dari sisi profesionalisme pengelolaan maupun dari sisi ekonomi.
Survei yang dilakukan AC Nielsen (Agustus 2004) menunjukan. meski jumlah pasar tradisonal di Indonesia mencapai 1,7 juta unit atau mengambil porsi 73 persen dari keseluruhan pasar yang ada, namun laju pertumbuhan pasar modern ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tradisonal. Yang tergolong ke dalam pasar modern ini adalah hipermarket, supermarket, minimarket, dan departemen store. Pertumbuhan pasar tradisional hanya mencapai 5 persen per tahun. Sedangkan pasar modern mencapai 16 persen. Secara lebih rinci disebutkan bahwa mini market mempunyai pangsa pasar sebesar 5 persen dengan laju pertumbuhan sebesar 15 persen. Pangsa pasar supermarket mencapai 17 persen dengan tingkat pertumbuhan 7 persen. Adapun hipermarket, dengan pangsa pasar 5 persen laju pertumbuhaannya mampu melejit hingga 25 persen per tahun. Jadi tingkat pertumbuhan pasar modern rata-rata adalah 16 persen setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan, pertumbuhan pasar modern di Indonesia, terlebih lagi di Jakarta memang berkembang pesat. Lebih lanjut ini mengindikasikan pergeseran preferensi masyarakat dalam berbelanja. Jika dulu masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar-pasar tradisional, maka sekarang masyarakat cenderung berbelanja di hipermarket dan jenis pasar modern lainnya. Khusus untuk hipermarket, ternyata ia memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan jenis pasar modern lainnya. Selain harganya yang tergolong murah dan suasana belanja yang nyaman, hampir semua jenis barang juga diperdagangkan di sana mulai dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronik. Meski harga produk di pasar tradisional lebih murah, namun selisih harganya tidak terlalu jauh dari harga di hipermarket. Hal ini membuat masyarakat lebih memilih belanja di hipermarket ketimbang di pasar tradisional. Dahulu pasar tradisional merupakan tempat favorit bagi masyarakat dalam berbelanja, khususnya berbelanja sembilan bahan pokok. namun kini di hipermarket, sembakopun tersedia. Berdasarkan data tahun 2003, keberadaan hipermarket mengambil porsi hingga 25% dari total pusat ritel dan eceran di Jabotabek. Yang terbanyak adalah departemen store yang mencapai 57%. Akan tetapi departemen store cenderung mengarah pada penyediaan barang-barang sandang ketimbang kebutuhan sembako. Jadi antara hipermarket dan departemen store tidak terlalu bersaing secara ketat. Persaingan ketat justru terjadi antara hipermarket dan pasar tradisional yang memiliki spesifikasi barang dagangan yang sama. Pertumbuhan hipermarket benar-benar menjadi ancaman serius bagi pasar tradisional.
Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sulitnya pasar tradisional bersaing menghadapi pasar modern disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, Pertama, kondisi fisik pasar tradisional secara umum tertinggal dibandingkan pasar modern yang bersih dan nyaman, sehingga konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar modern. Kedua, pasar modern berlokasi tidak jauh (kurang dari 10 km) dari lokasi pasar tradisional, mengakibatkan semakin banyak konsumen yang beralih ke pasar modern. Ketiga, dengan kekuatan modal, anak perusahaan atau cabang-cabang hypermarket atau supermarket kini mudah diakses warga hingga tingkat kelurahan atau permukiman, sedangkan para pedagang di pasar tradisional adalah pengusaha mikro. Di samping itu, pendirian cabang-cabang itu berbasis waralaba atau sistem sewa, sehingga orang bebas membeli lisensinya ataupun menyewa tempat. Keempat, belum adanya peraturan pemerintah yang spesifik mengatur mengenai pendirian pasar modern.
Bagaimana Agar Pasar Tradisional tetap Eksis?
Dengan menjamurnya hipermarket maupun supermarket saat ini keberadaan pasar tradisional mulai kurang diminati, hal ini tentunya akan memperburuk keadaan ekonomi masyarakat kelas bawah, akankah pasar tradisional hilang tenggelam atas tembok tinggi hipermarket, unruk itu diperlukan langkah-langkah strategis agar pasar tradisonal tetap eksis, diantaranya adalah :
Lakukan pembenahan agar pasar tradisonal bisa bersaing dengan pasar modern. antara lain adalah dengan membuat kebijakan dari pemerintah yang mendukung pengembangan pasar tradisional, membenahi pasar agar menjadi lebih bersih, segar, dan terkesan lapang. Kemudian diupayakan agar makanan yang dijual sesegar mungkin karena ini merupakan ciri khas dari pasar tradisional. Upaya lain adalah promosi yang harus lebih gencar dan berorientasi pada menampilkan identitas ketradisionalannya.
Regulasi Zona Pasar,adanya kebijakan pemerintah yang mengatur regulasi zona pasar, khususnya untuk pasar-pasar moderen, kebijakan ini tentunya haruslah menitik beratkan pada keberadaan atau eksistensi pasar tradisional, pendirian pasar modern atau hipermarket maupun supermarket perlu dibatasi atau ditentukan jumlahnya dalam satu wilayah dimana ada pasar tradisional.
Sumber :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H