Proses perubahan ambang batas parlemen harus melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR, serta menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna. Ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan demokrasi, serta memberikan kesempatan bagi suara minoritas untuk tetap didengar dalam proses pembentukan undang-undang.
Sebelumnya, Perludem menggugat ambang batas parlemen 4 persen ke MK. Mereka berpendapat bahwa penentuan ambang batas tersebut tidak didasari perhitungan yang jelas.
Oleh karena itu, Perludem mengajukan cara penentuan ambang batas parlemen dengan rumus yang lebih transparan. Rumus ini membagi bilangan 75 persen dengan rata-rata besaran jumlah daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan.
Dalam pandangan mereka, rumus ini lebih adil dan dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partai-partai kecil untuk ikut serta dalam proses demokrasi.
Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa ambang batas parlemen perlu diubah? Apa dampak dari ambang batas yang tinggi terhadap demokrasi dan representasi politik di Indonesia?
Ambang batas parlemen, dalam konteks Indonesia, adalah persentase suara yang harus diperoleh oleh partai politik agar dapat memperoleh kursi di parlemen, dalam hal ini DPR. Ambang batas bertujuan untuk menyaring partai-partai kecil dan memastikan bahwa hanya partai-partai yang memiliki dukungan signifikan dari masyarakat yang dapat memiliki perwakilan di parlemen.
Namun, ambang batas yang terlalu tinggi juga dapat menimbulkan beberapa masalah.
Pertama-tama, ambang batas yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi partai-partai kecil atau baru untuk mendapatkan kursi di parlemen. Hal ini dapat mengakibatkan keterwakilan yang tidak proporsional dan membatasi keragaman suara di tingkat legislatif.
Dalam konteks demokrasi, penting untuk memberikan kesempatan setara bagi semua partai politik untuk berpartisipasi dan diwakili di parlemen.
Kedua, ambang batas yang tinggi dapat menciptakan kesan bahwa partisipasi politik terbatas hanya untuk partai-partai besar. Ini dapat merugikan proses demokratisasi, karena masyarakat dapat kehilangan kepercayaan pada sistem politik yang dianggap tidak inklusif. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengancam stabilitas politik dan legitimasi pemerintah.
Oleh karena itu, perlunya perubahan ambang batas parlemen menjadi suatu diskusi yang penting. Dengan mempertimbangkan pandangan MK dan rekomendasi dari Perludem, dapat disimpulkan bahwa perubahan tersebut harus memperhatikan beberapa aspek kunci.