fasilitas kesehatan, termasuk jumlah dokter, menjadi perbincangan hangat dalam debat calon presiden 2024 pada Minggu, 4 Februari, lalu.
Isu kesehatan danDebat tersebut, yang menyoroti kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi, menjadi puncak dari serangkaian adu gagasan dan visi-misi setiap pasangan calon.
Kesehatan, sebagai indikator penting kesejahteraan masyarakat, menjadi fokus utama dalam menentukan kualitas hidup suatu negara.
Meskipun hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945, banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan hak tersebut karena berbagai keterbatasan, seperti tenaga kesehatan yang minim, obat yang langka, dan fasilitas kesehatan yang terbatas, terutama di daerah pedesaan.
Menurut data Kementerian Kesehatan per 4 Februari 2024, jumlah penduduk yang tercover oleh program kesehatan di Indonesia mencapai sekitar 1,64 juta jiwa, hanya sekitar 6% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa.
Mayoritas tenaga kesehatan, sekitar 65%, terdiri dari perawat dan bidan, sementara dokter, dokter gigi, dan profesi lainnya hanya mencakup sekitar 35% atau kurang dari 600.000 jiwa.
Indonesia, menurut World Health Organization (WHO), seharusnya memiliki rasio satu dokter untuk 1000 penduduk.
Namun, data statistik oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa hingga tahun 2022, Indonesia hanya memiliki sekitar 176.000 dokter, masih jauh dari kebutuhan ideal.
Dengan penduduk sekitar 278,7 juta jiwa, Indonesia memerlukan tambahan sekitar 122.000 dokter untuk mencapai rasio yang direkomendasikan WHO.
Anggaran kesehatan Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp255,39 triliun pada tahun 2022 dari Rp966,38 triliun dalam 5 tahun terakhir.
Namun, dalam APBN 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp16,4 triliun atau 5,6% dari total belanja negara.