Generasi Z, dengan rentang usia 17-26 tahun, menjadi pemilih terbesar ketiga dengan peran penting dalam pemilihan.
Mereka dikenal dengan kecenderungan terbuka terhadap isu-isu global dan memiliki potensi besar untuk memajukan negara melalui partisipasi aktif dalam proses demokrasi.
Namun, perlu diakui bahwa generasi Z juga dihadapkan pada beberapa kelemahan, seperti individualisme, kurang fokus, ketidak sabaran, dan emosi yang labil.
Oleh karena itu, para calon pemimpin harus dapat menyampaikan pesan mereka dengan cara yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan generasi ini.
Pentingnya media sosial dalam Pemilu 2024 menjadi semakin nyata, terutama mengingat generasi Z dan milenial memiliki tingkat penggunaan internet yang tinggi, seperti yang dicatat oleh survei Status Literasi Digital Indonesia pada 2022.
Fenomena ini menimbulkan perkiraan bahwa Facebook, WhatsApp, dan Twitter akan menjadi media utama penyebaran informasi terkait Pemilu.
Tetapi, layaknya pedang bermata dua, peran media sosial juga membawa risiko disrupsi informasi.
Data Mafindo yang dikutip dari Lemhannas RI menunjukkan bahwa Facebook, WhatsApp, dan Twitter dapat menjadi sumber penyebaran misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.
Perlu adanya kesadaran dan kewaspadaan dari generasi Z dan milenial terhadap risiko ini. Mereka memiliki peran kunci dalam menyeleksi informasi, memastikan kebenaran, dan menentang penyebaran informasi yang tidak benar. Ini menjadi penting mengingat momen paling rawan terjadinya disinformasi adalah sebelum kampanye, seperti yang terjadi pada 2018.
Generasi Z dan milenial juga harus memahami tanggung jawab mereka dalam memilih pemimpin yang akan membawa negara ke arah yang lebih baik.
Meskipun terdapat kecenderungan golput, baik karena ketidakyakinan suara mereka didengar atau karena kesulitan mencari informasi valid, generasi ini memiliki potensi untuk membentuk demokrasi melalui hak suara mereka.