Pemilihan Umum 2024 menghadirkan tantangan serius bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), terutama dalam merekrut petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Salah satu permasalahan yang muncul dengan cukup nyata adalah minimnya minat masyarakat untuk mendaftar sebagai anggota KPPS.Â
Dua kasus menarik untuk diperhatikan terjadi di Bantul dan Lotim, yang menggambarkan dampak signifikan dari kurangnya partisipasi ini terhadap kesehatan demokrasi.
Bantul: Minimnya Pendaftar dan Langkah Inovatif KPU
Di Bantul, laporan dari Harianjogja.com mencatat bahwa KPU menghadapi kekurangan 562 petugas KPPS untuk mengelola 3.166 tempat pemungutan suara (TPS). Meskipun periode pendaftaran telah berlangsung, hanya 21.600 pendaftar dari total kebutuhan 22.162 orang. Meskipun gaji yang ditawarkan cukup menggiurkan, tampaknya minimnya minat masyarakat, terutama di kawasan perumahan, menjadi sorotan utama.
Ketua KPU Bantul, Joko Santoso, menyoroti tingkat keengganan yang tinggi di kalangan masyarakat perumahan untuk mendaftar sebagai anggota KPPS. Menghadapi tantangan ini, KPU Bantul mengambil langkah proaktif dengan berkoordinasi dengan dukuh atau perangkat desa setempat untuk menunjuk petugas KPPS.Â
Meskipun dengan risiko kegagalan, jika langkah ini tidak berhasil, KPU Bantul berencana untuk menggandeng perguruan tinggi sebagai solusi alternatif. Inisiatif ini menunjukkan kesigapan dan inovasi dalam mengatasi tantangan yang dihadapi.
Lotim: Tantangan Kekurangan Anggota KPPS dan Semangat Meningkatkan Rekrutmen
Situasi serupa terjadi di Lotim, di mana Ketua KPU Lotim, M. Junaidi, menghadapi tantangan minimnya minat warga untuk mendaftar sebagai anggota KPPS. Beberapa wilayah di Lotim masih jauh dari mencapai tujuh anggota per TPS yang diperlukan, meskipun sudah ada upaya rekrutmen oleh PPS.
Junaidi menekankan keinginan untuk meningkatkan rekrutmen di setiap TPS, bahkan melebihi jumlah tujuh yang wajib. Upaya ini diambil sebagai langkah proaktif untuk mencegah potensi kendala selama pemilu.Â
Meskipun tugas KPPS di pemilu 2024 dianggap lebih ringan dengan insentif gaji yang ditingkatkan, tantangan rekrutmen tetap ada. Keinginan untuk melibatkan lebih banyak warga dalam proses demokrasi, terutama di wilayah yang masih kekurangan, menjadi fokus utama dalam mengatasi tantangan ini.