Suatu ketika, dalam sebuah malam yang hening, aku duduk di ruang keluarga dengan berkas-berkas tugas menumpuk di meja. Sinar lampu temaram menerangi ruangan, menciptakan suasana yang tenang. Ibuku, sosok yang penuh kasih dan kesabaran, menghampiriku dengan senyuman hangat di wajahnya.
"Rizka, ambil waktumu dan tidurlah," bisiknya pelan.
Kala itu sekitar pukul sepuluh malam, dan aku masih terperangkap dalam dunia tugas dan pikiran yang tak kunjung selesai. Namun, melihat ekspresi lembut di wajah ibuku, aku merasa adem. Aku menuruti permintaannya, meninggalkan buku-buku dan kertas-kertas yang berserakan di meja.
"Kenapa tidak tidur lebih awal, Ma?" tanyaku sambil menaiki tangga menuju kamar.
Ibu tersenyum, "Kau tahu, sejak kau kecil, setiap malam aku menunggu waktu pukul sepuluh. Itu waktunya kita berdua, menikmati momen kebersamaan."
Aku teringat bahwa setiap malam pukul sepuluh, ibu selalu menyimpan pesan kecil di bawah bantalku. Itu menjadi tradisi kami, sebuah ritual kecil yang memperkuat ikatan di antara kami berdua.
*****
Setiap harinya, aku terjebak dalam rutinitas yang sibuk. Bangun pagi, berangkat sekolah, pulang, dan tenggelam dalam tumpukan tugas. Kadang-kadang, aku lupa betapa berharganya momen-momen kecil bersama ibu di tengah kesibukan itu.
Suatu sore, setelah pulang sekolah, aku menemukan ibu di dapur, sibuk menyajikan hidangan kesukaanku. Aroma harum masakan memenuhi ruangan. Ibu tersenyum saat melihatku.
"Hari ini aku sengaja membuat makanan favoritmu. Kita makan bersama ya," ujarnya sambil menyusun piring-piring di atas meja makan.
Kami duduk bersama, berbagi cerita, tertawa, dan menikmati hidangan lezat. Aku menyadari betapa istimewanya momen ini. Setelah makan, ibu menyelinap ke tangga dan membawakan sebuah bungkusan kecil.