Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Kakek dan Inginku

8 Desember 2023   23:40 Diperbarui: 9 Desember 2023   00:29 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada suatu hari yang mendung, aku duduk di teras rumah tua yang sudah lama tak terawat. Rumah itu adalah warisan dari kakekku, seorang pria tua yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Aroma rempah-rempah dan kenangan masa kecil terasa begitu kental di udara. Seakan-akan kakek masih hadir di sini.

"Aku, Kakek, dan Inginku," begitu judul sebuah babak hidupku yang ingin ku ceritakan. Aku, seorang pemuda yang berjuang untuk menemukan makna hidup, dan kakek, seorang yang telah melalui segala liku-liku hidup dan meninggalkan jejaknya di dunia. Di antara kami, ada sebuah impian, sebuah keinginan yang telah lama terpendam.

Kakek adalah sosok yang kuat dan bijaksana. Wajahnya dipenuhi keriput, seperti peta yang menceritakan sejarah hidupnya. Ia selalu bercerita tentang masa muda dan petualangan yang melibatkannya. Satu cerita yang paling melekat di ingatanku adalah kisah tentang sebuah pulau terpencil di ujung dunia yang konon diyakininya penuh dengan keindahan alam yang belum terjamah.

"Inginku," kata kakek dengan mata berbinar-binar saat bercerita tentang pulau itu. "Itu adalah tempat di mana impian dan keajaiban hidup bersama. Aku selalu ingin pergi ke sana, tetapi hidup memiliki rencana lain untukku."

Ketika kakek meninggal, aku mewarisi rumah dan sejumlah kenangan indah. Di sebuah sudut ruangan, aku menemukan sebuah peti berdebu yang ternyata berisi catatan perjalanan kakek dan peta menuju pulau tersebut. Keinginannya itu, terpendam dalam goresan pena dan bayangan mimpi yang belum terwujud.

Suatu hari, aku duduk di ruang perpustakaan kota, memandangi peta yang kakek tinggalkan. Peta itu seakan memanggilku, mengajakku untuk melanjutkan perjalanan yang telah kakek rencanakan. Aku tahu, ini adalah saatnya. Ini adalah waktu untuk menggapai impian kakek dan merasakan petualangan yang begitu lama diimpikannya.

Dengan ransel di punggung, aku memulai perjalanan menuju pulau itu. Setiap langkahku, seolah mendekatkan aku pada kakek, pada impian, dan pada diriku yang ingin mencari arti hidup. Perjalanan itu bukanlah hanya tentang menemukan pulau itu, tetapi juga tentang menemukan diri sendiri.

Perjalanan itu penuh liku-liku. Aku melintasi hutan belantara yang lebat, menyeberangi sungai yang ganas, dan melewati gunung yang tinggi menjulang. Namun, setiap kesulitan itu seakan-akan menjadi ujian untuk menguji tekadku. Setiap kali aku merasa lelah, aku teringat kata-kata kakek, "Setiap perjalanan memiliki hikmahnya sendiri. Teruslah melangkah, dan kau akan menemukan jawaban."

Hingga akhirnya, setelah melewati berbagai rintangan, aku tiba di pantai yang menakjubkan. Pasir putih yang lembut di bawah kaki, ombak yang berdenting, dan langit yang cerah memenuhi hatiku dengan kebahagiaan. Aku merasa seperti menemukan surga di bumi.

Namun, di tengah keindahan itu, aku merasa ada yang kurang. Seolah-olah ada kekosongan yang tidak bisa diisi. Aku duduk di tepi pantai, memandang horison yang tak terbatas, dan aku menyadari bahwa keinginan ini sebenarnya lebih dari sekadar mencapai pulau itu.

Aku ingin memahami arti hidup. Aku ingin menggenggam kebahagiaan sejati. Aku ingin merasakan kehangatan keluarga dan kehadiran orang yang kita cintai. Inginku, sejatinya, adalah tentang menghargai momen-momen kecil, seperti saat bersama kakek di teras rumah tua itu.

Kembali ke rumah, aku menyadari bahwa pulau itu hanyalah simbol. Simbol dari impian, petualangan, dan arti hidup yang terus kita cari. Aku mengerti bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang proses perjalanan itu sendiri.

Dengan hati penuh syukur, aku membuka peti kakek yang kubawa pulang. Di dalamnya, aku menemukan lebih dari sekadar catatan perjalanan dan peta. Ada surat dari kakek untukku.

"Ingatlah, hidup ini adalah anugerah. Setiap detik, setiap napas adalah kesempatan untuk menciptakan kenangan yang berharga. Jangan terlalu fokus pada tujuan akhir, tetapi nikmatilah setiap langkahmu. Kau akan menemukan kebahagiaan saat kau dapat berbagi cinta dan kebaikan dengan orang di sekitarmu."

Aku tersenyum membaca kata-kata kakek. Hatiku dipenuhi rasa syukur dan pengertian. Aku merasa kakek selalu bersamaku, membimbingku melalui setiap perjalanan hidup. Dan sekarang, aku mengerti bahwa impian sejati adalah tentang menciptakan kehidupan yang bermakna dan penuh kasih. Aku, kakek, dan inginku, bersatu dalam sebuah cerita yang takkan pernah pudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun