Suasana senja menyelimuti kota kecil yang tenang, memancarkan warna-warni langit saat matahari hendak menepi. Di tengah taman bunga yang indah, sebuah kafe kecil bernama "Mawar Putih" menyambut pengunjungnya dengan kehangatan dan aroma kopi yang menggoda.
Di salah satu sudut kafe, seorang wanita muda duduk sendiri di meja kecil yang terhias dengan sekuntum bunga mawar merah menyala. Nama wanita itu adalah Clara, seorang pelukis yang sering mencari inspirasi di tempat-tempat yang penuh keindahan.
Sementara Clara melukis di buku catatannya, datanglah seorang pria muda bernama Adrian. Adrian adalah seorang penulis yang mencari ketenangan untuk menyelesaikan novelnya yang tertunda. Dia terpesona oleh ketenangan taman kafe dan memutuskan untuk duduk di meja yang sama dengan Clara.
"Mawar-mawar ini indah sekali, bukan?" ujar Adrian dengan senyum ramah.
Clara mengangguk sambil tersenyum, "Ya, mereka memberikan inspirasi untuk melukis. Tidak ada yang seindah bunga mawar yang mekar."
Percakapan pun dimulai, dan mereka berdua terlibat dalam dialog yang alami dan ringan. Adrian menceritakan tentang novelnya yang masih belum selesai, sementara Clara berbagi tentang karya seninya yang menggambarkan keindahan alam.
Saat mereka berbicara, Clara tidak sengaja menyingkap sebuah lukisan mini di dalam tasnya. Itu adalah potret pria tua dengan senyum ramah dan sepasang mata yang penuh kebijaksanaan. Adrian menatap lukisan itu dengan rasa heran.
"Siapa dia?" tanya Adrian.
Clara tersenyum lembut. "Dia adalah kakek saya. Dia selalu memberiku sekuntum bunga mawar setiap kali saya merasa sedih atau bingung. Mawar merah adalah lambang cinta dan dukungan yang selalu mengiringi langkah-langkahku."
Adrian terkesima oleh cerita Clara. Dia merasa ada kehangatan khusus dalam kisah tersebut. Lalu, terbersitlah ide di benaknya.
"Mungkin aku bisa memasukkan kisah tentang bunga mawar ini ke dalam novelku," ujar Adrian. "Ini memberikan dimensi emosional yang mendalam."