Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Kolonial: Pusaka Berbicara dalam Sunyi Sejarah

6 Desember 2023   16:44 Diperbarui: 6 Desember 2023   16:46 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warisan yang Terabaikan: Menyingkap Sejarah Tersembunyi di Sudut Nusantara

Namun, tidak semua jejak kolonial terwujud dalam bentuk yang megah dan terlihat secara langsung. Banyak warisan terabaikan yang tertanam di sudut-sudut terpencil Nusantara.

Mungkin itu adalah sumur tua yang digali oleh tangan-tangan pribumi untuk memenuhi kebutuhan air, atau mungkin pohon-pohon tua yang tanpa banyak sorotan adalah saksi bisu pertumbuhan peradaban.

Menggali dan menghormati warisan tersembunyi ini adalah bentuk penghargaan kepada nenek moyang kita yang telah melalui perjuangan tidak hanya di panggung besar sejarah, tetapi juga di panggung-panggung kehidupan sehari-hari.

Jejak Kolonial: Menuju Pemahaman yang Lebih Mendalam

Dalam sunyi sejarah, kita menemukan panggilan untuk menggali lebih dalam dan memahami jejak kolonial Belanda.

Pusaka-pusaka yang berbicara ini memanggil kita untuk memahami bahwa sejarah bukan hanya kisah yang terpahat di batu dan ditulis dalam buku.

Sejarah adalah cerita hidup kita, yang mewarnai identitas kita, membentuk cara kita berpikir, dan menentukan arah peradaban kita.

Jejak kolonial Belanda, dalam segala kompleksitasnya, adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan kita sebagai bangsa.

Melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap pusaka yang berbicara dalam sunyi sejarah ini, kita dapat membuka pintu menuju rekonsiliasi, memperkuat identitas kita, dan membangun masa depan yang lebih inklusif.

Sebab, dalam memahami jejak kolonial, kita bukan hanya mendengar cerita masa lalu, tetapi juga menyusun kembali narasi kehidupan kita yang sedang berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun