Pertanyaannya adalah, apakah proporsi ini akan memperkuat kolaborasi atau malah menciptakan dinamika yang tidak seimbang antara capres dan cawapres?
Dilansir dari CNBC Indonesia. Com- Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, meyakinkan bahwa format baru ini sesuai dengan perundang-undangan pemilu, perlu diakui bahwa tuntutan untuk membuktikan kualitas kerja sama antar pasangan calon muncul dari ketidakpuasan masyarakat terhadap konflik personal yang terjadi di Pilpres sebelumnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, menegaskan bahwa format baru ini telah disepakati oleh semua paslon, perlu diingat bahwa penilaian terhadap tingkat keseimbangan dan transparansi tetaplah subjektif.
Apakah format baru ini benar-benar menghasilkan penampilan yang lebih koheren dan kolaboratif, ataukah justru merugikan pemilih yang menginginkan lebih banyak interaksi langsung antar calon?
Tentu, penyesuaian tema-tema debat yang lebih spesifik memberikan harapan bahwa isu-isu yang lebih mendalam dan terperinci akan dibahas.
"Selanjutnya, bagaimana calon mampu merespon dan memberikan solusi nyata menjadi tantangan krusial yang perlu dijelajahi lebih lanjut."
Sebagai pemilih, kita perlu melihat perubahan format ini sebagai peluang untuk memahami lebih dalam visi dan karakter kepemimpinan calon, bukan sekadar sebagai hiburan politik.
Pergeseran ini mungkin membawa kita menuju debat yang lebih fokus pada substansi, tetapi sejauh mana itu berhasil, hanya waktu dan dinamika pertarungan di panggung debat yang akan menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H