Selain itu, mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang transparan dan efisien juga menjadi kunci.
Pengawasan internal melibatkan peran Inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan lembaga pengawasan lainnya dalam memastikan bahwa setiap pelanggaran terhadap netralitas segera ditindaklanjuti.
Di sisi lain, pengawasan eksternal oleh masyarakat sipil dan lembaga-lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memberikan tekanan positif untuk menjaga netralitas ASN.
Namun, kendati terdapat regulasi dan mekanisme pengawasan yang baik, tantangan sebenarnya terletak pada implementasinya di lapangan.
Apakah aturan tersebut benar-benar dijalankan secara konsisten dan adil? Apakah mekanisme pengawasan dapat berfungsi tanpa ada tekanan politik atau intervensi dari pihak-pihak tertentu?
Dalam menggali makna sejati netralitas ASN, perlu juga diperhatikan bahwa netralitas bukanlah sesuatu yang mutlak dan terpisah dari konteks politik yang ada.
Netralitas ASN haruslah dipahami sebagai konsep yang hidup dan dinamis, yang dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat dan politik.
Sehingga, dalam memahami netralitas ASN, tidak cukup hanya melihat pada aspek regulasi dan pengawasan, tetapi juga pada budaya politik dan norma yang berkembang di masyarakat.
Bagaimana masyarakat melihat peran ASN dalam konteks politik? Apakah ada tekanan politik yang bersifat sistemik yang dapat mempengaruhi netralitas ASN?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai netralitas ASN dalam konteks pesta demokrasi.
Dalam menghadapi kompleksitas netralitas ASN, solusi tidak hanya terletak pada penguatan regulasi dan pengawasan semata.