Dini duduk di teras rumahnya, menatap hamparan ladang jagung yang terhampar di depannya. Angin lembut bertiup, membuat daun-daun jagung bergerak perlahan, dan suasana pedesaan Sumba tampak damai. Namun, di dalam hatinya, gelisah atas konflik yang melibatkan keluarga dan Jono masih mengganggu pikirannya.
***
Cerita ini dimulai dari keputusan ibu Jono yang meminta putranya untuk pulang dari Bima ke Sumba. Alasan yang diberikan ibunya adalah adanya perempuan yang akan dijodohkan dengan Jono. Namun, saat Jono tiba di Sumba, dia merasa bingung dan tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi. Ia bahkan belum pernah bertemu dengan perempuan yang akan dijodohkannya.
Di sisi lain, ibu Dini juga mendukung gagasan perjodohan ini. Kedua ibu tersebut akhirnya bersepakat untuk menjodohkan anak-anak mereka, meskipun tidak ada benih cinta yang tumbuh di antara Jono dan Dini. Mereka berencana untuk menculik atau melakukan pernikahan paksa terhadap Dini, dengan harapan bahwa Jono dan Dini akan bersatu sebagai suami dan istri.
Rencana tersebut mencapai tahap pelaksanaan, dan pihak laki-laki bersedia untuk menculik Dini. Tempat yang dipilih untuk melaksanakan penculikan adalah pasar, tempat ramai yang diharapkan akan meminimalkan risiko kecurigaan. Namun, mereka tidak menyadari bahwa rencana ini akan memicu kejadian yang tidak terduga.
Ketika berita penculikan Dini tersebar di berbagai media sosial, masyarakat Sumba dan sekitarnya heboh. Kejadian ini mengundang perhatian publik, dan banyak orang yang merasa prihatin dengan nasib Dini. Bahkan keluarga Dini, termasuk Om, Tante, dan Bapaknya, tidak setuju dengan tindakan penculikan tersebut dan memutuskan untuk melaporkannya ke pihak berwajib, yaitu polisi.
Akibat tindakan tersebut, Jono ditangkap dan dikenai pasal sesuai undang-undang yang berlaku. Ia harus mendekam di sel penjara, sementara Dini merasa terbebani oleh konflik yang sedang berkecamuk. Hatinya tertekan saat melihat Jono dan keluarganya terjerat dalam masalah hukum.
Dini mulai merenung dan merasa bahwa konflik ini sebagian besar disebabkan oleh dirinya sendiri. Dia merasa bersalah karena rencana perjodohan yang melibatkan penculikan dan tindakan hukum terhadap Jono. Setiap malam, dia memikirkan keputusannya dan berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang rumit ini.
Sementara itu, keluarga Dini, termasuk Om, Tante, dan Bapaknya, memutuskan untuk mencari cara untuk mengakhiri konflik ini tanpa melibatkan pihak berwajib. Mereka tahu bahwa ada hubungan keluarga yang harus dijaga, dan mereka ingin menemukan cara damai untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah berdiskusi dengan para petua adat, keluarga Dini dan Jono memutuskan untuk mencoba menyelesaikan konflik ini melalui jalur adat.Â
Mereka ingin memastikan bahwa pernikahan antara Jono dan Dini terjadi secara sah dan aman, tanpa perlu melibatkan pihak berwajib lagi. Itu adalah langkah yang diharapkan dapat mengembalikan kedamaian dan rekonsiliasi antara kedua keluarga.
Dini dan Jono ditempatkan dalam sebuah pertemuan yang dipandu oleh para petua adat. Mereka duduk di samping keluarga mereka masing-masing, tetapi suasana hati terasa tegang. Setelah membuka pertemuan dengan kata-kata bijak dan doa-doa, para petua adat mulai mendengarkan cerita dari kedua belah pihak.
Dini, dengan hati yang berat, menceritakan betapa sulitnya situasi ini baginya. Dia menyadari bahwa perasaan bersalah dan rasa takut telah menyebabkan banyak penderitaan dan kesulitan bagi semua orang. Dia mengakui bahwa dia tidak ingin merusak hubungan keluarganya dengan Jono dan keluarganya.