Malam itu, langit Pulau Sumba terhampar gelap. Cahaya gemerlap kota memantul di jendela apartemen kecil mereka yang terletak di sudut kota Tambolaka. Angin sepoi-sepoi berbisik lembut melalui tirai tipis yang menggantung di sana. Di dalam kamar yang dihiasi cahaya remang-remang, aroma lilin wangi menyusup ke hidung mereka yang baru saja menyatukan cinta.
Dua pasang mata saling bertatapan, menciptakan keheningan yang penuh makna. Hari itu, mereka resmi menjadi satu, merayakan malam pertama sebagai pasangan suami istri. Sari, seorang perancang grafis yang penuh kreativitas, dan Rama, seorang pengusaha muda yang berbakat, telah menunggu saat ini selama bertahun-tahun.
Setelah melewati pesta pernikahan yang meriah dan romantis, mereka akhirnya menemukan kesepakatan untuk merayakan malam pertama mereka di sebuah apartemen mewah di tengah pusat kota Tambolaka. Meskipun telah bersama selama beberapa tahun, malam itu terasa istimewa. Mereka merayakan cinta mereka yang tumbuh dan berkembang, menciptakan kenangan indah yang akan membekas sepanjang hidup.
Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, tersembunyi rasa kekhawatiran. Seiring dengan pagi yang semakin mendekat, angin perubahan mulai berhembus. Sari dan Rama tahu bahwa pagi itu akan membawa perpisahan yang tak terelakkan. Rama harus meninggalkan Pulau Sumba untuk urusan bisnis yang mendesak. Perpisahan setelah malam pertama ini menjadi bayang-bayang yang mengganggu keindahan momen mereka.
Mereka duduk berdua di ujung tempat tidur yang empuk, menikmati keheningan malam. Sari meraih tangan Rama, mencoba menghangatkan hatinya yang semakin dingin. Rama menatapnya dengan ekspresi campuran antara kebahagiaan dan kecemasan. Seolah-olah dia ingin mengabadikan setiap momen ini dalam benaknya sebelum kenyataan pagi menjemput.
"Rama," bisik Sari, suaranya lembut seperti embun pagi. "Kita tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi setelah ini."
Rama mengangguk pelan, matanya mencerminkan rasa takut kehilangan. "Aku tahu, Sari. Tapi ini bisnis yang tidak bisa kukhindari. Aku berjanji, aku akan kembali secepat mungkin."
Mereka berdua terdiam sejenak, merenung pada masa depan yang belum pasti. Namun, seperti cahaya yang temaram di langit kota, harapan muncul di sudut hati mereka yang paling dalam. Malam itu adalah malam perpisahan yang pahit, tetapi juga malam yang penuh dengan janji akan kebersamaan yang akan datang.
Mereka pun memutuskan untuk menyimpan kenangan malam pertama mereka dengan cara yang khas. Sari membuka sebuah buku catatan kecil yang dia sembunyikan di antara bunga-bunga yang indah di meja rias. Halaman-halaman di dalamnya penuh dengan catatan, puisi, dan gambar-gambar yang mencerminkan perjalanan cinta mereka.
"Saya pikir ini saat yang tepat untuk membuka buku ini," kata Sari sambil tersenyum. "Mari kita isi halaman-halamannya dengan momen-momen indah kita."