Mohon tunggu...
Vinofiyo
Vinofiyo Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh negara

Pria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenaga Medis, Pahlawan Dunia Sekarang

3 April 2020   20:22 Diperbarui: 3 April 2020   20:38 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : daylimail.co.uk


"Never was so much owed by so many to so few"

Demikianlah sebuah ucapan dari Winston Churchill, sewaktu terjadinya Perang Dunia II. Kata-kata Perdana Menteri Inggris ini ditujukan sebagai apresiasi dan penghormatan yang sangat tinggi terhadap para pilot Royal Air Force (RAF) atau Angkatan Udara Kerajaan Inggris yang berhasil melunakkan kekuatan Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) dalam pertempuran epik yang dikenal sebagai Pertempuran Britania (Battle of Britain).

Pertempuran Britania berawal dari rencana Diktator Jerman Adolf Hitler yang hendak menginvasi daratan Inggris melalui operasi Singa Laut. Saat itu, militer Jerman yang dikuasai oleh Nazi sedang berada dalam kondisi puncak dan berhasil mencaplok sebagian besar Eropa.

Setelah menaklukkan Perancis, Hitler berniat untuk membuka front Timur guna menaklukkan sekutunya Rusia (kala itu Uni Soviet). Untuk memusatkan kekuatannya maka Hitler menginginkan terjadinya perdamaian dengan Inggris supaya mereka tidak bertempur di dua front.

Meski terpisah dari daratan Eropa, Kepulauan Britania yang menganut politik anti dominasi satu kekuatan di Eropa, memilih untuk terus berperang menghadapi Jerman. Hitler tidak punya pilihan, harus menaklukkan Inggris sebelum mengarahkan serangannya ke Rusia.

Untuk mengamankan posisinya di front Barat maka Inggris harus ditaklukkan dengan operasi pendaratan melalui laut. Namun Angkatan Laut Jerman belum siap melaksanakan operasi disebabkan masih kurangnya jumlah kapal untuk mendaratkan pasukan serta faktor cuaca.

Selain itu, dikhawatirkan Angkatan Udara Inggris akan menyerang armada pendaratan sehingga operasi bisa mengalami kegagalan.

Menghadapi situasi demikian, Hitler memerintahkan Marsekal Hermann Goering untuk melumpuhkan kekuatan udara Inggris. Perhitungan Hitler adalah jika rencana ini berhasil maka Operasi Singa Laut akan dilaksanakan bulan Mei 1940. Namun jika tidak maka invasi akan dilaksanakan bulan September 1941, saat armada laut dibawah pimpinan Laksamana Raeder telah siap.

Namun Hitler menaruh harapan besar karena Luftwaffe memiliki armada yang lebih kuat dari RAF, ditambah lagi kemampuan para pilotnya yang telah melewati banyak medan tempur mulai dari perang saudara di Spanyol hingga penaklukkan Perancis.

Karena letaknya terpisah dari daratan Eropa, maka Inggris belum pernah mengalami serangan dari Jerman termasuk saat terjadinya Perang Dunia I.

Namun demikian, Britania telah mempersiapkan diri dengan membangun garis pertahananan pantai, mempersiapkan rakyat untuk bertempur, mengungsikan wanita dan anak-anak, bahkan menghilangkan rambu-rambu untuk membingungkan Jerman.

Jerman memulai serangannya pada 10 Juli 1940 dengan mengerahkan dua ribu lebih pesawat tempur dan pesawat pembom sementara Inggris hanya sanggup menghadapi dengan 800 pesawat tempur.

Setiap hari, Goering mengirim ribuan pesawat pembom dan ratusan pesawat tempur memborbardir sasaran militer dan sasaran bernilai strategis lain terutama industri. Setiap hari pula para pilot RAF berlari secepatya ke pesawat begitu mendengar tanda bahaya serangan udara dan segera naik ke angkasa menyongsong gelombang serangan Luftwaffe.

Pada awalnya, RAF mengalami kerugian yang besar namun kerugian Luftwaffe juga tidak kalah besarnya. Seiring berjalannya waktu, para pilot RAF berhasil memperkecil kehancuran pesawatnya sembari terus menambah kerugian yang besar bagi Luftwaffe.

Meski kekuatannya sudah menipis namun kegigihan RAF akhirnya membuat Luftwaffe menghentikan serangan dan selamatlah daratan Inggris dari invasi Jerman. Operasi Singa Laut dibatalkan sehingga terhindarlah rakyat Inggris dari pertempuran langsung dengan tentara Jerman yang bila terjadi diperkirakan akan memakan jutaan korban jiwa.

Ratusan pilot RAF gugur namun kehilangan para pahlawan itu telah menyelamatkan jutaan manusia dari ganasnya pertempuran di daratan. Tidak heran jika Winston Churcill memberikan apresiasi yang luar biasa kepada para pilot RAF dalam ungkapannya yang terkenal : "Tak pernah dalam sejarah konflik manusia, dimana begitu banyak manusia berutang sangat besar kepada sedikit manusia". 

Battle of Britain telah berlalu, namun manusia masih terus menghadapi pertempurannya. Perang Dunia II telah usai, namun manusia belum usai menghadapi perangnya. Saat sekarang seluruh dunia sedang berperang melawan musuh lamanya dalam wujud baru yang tak kasat mata yaitu wabah virus Covid 19. 

Sumber : thestar.com.my
Sumber : thestar.com.my
Perang akan selalu menghadirkan pahlawan. Jika dulu pahlawan adalah tentara yang berbaris ke garis depan sambil memanggul senjata maka pahlawan sekarang adalah tenaga medis yang berjuang membebaskan satu demi satu pasien dari wabah yang mematikan.

Tidak pernah dalam sejarahnya, miiaran manusia di dunia menggantungkan harapan akan perjuangan para tenaga medis seperti situasi sekarang ini. Namun tak selayaknya pahlawan perang sebelumnya, satu per satu mereka gugur tanpa upacara pemakaman dan tanpa menerima lencana.

Mirisnya, tidak hanya di Indonesia, terkadang mereka ditolak dan diusir dari rumahnya, bahkan ada yang dilempari batu saat hendak memakamkan pasiennya, tidak seperti pahlawan yang disambut kalungan bunga dan pelukan hangat dari rakyat yang dibebaskannya.

Layaknya ratusan pilot RAF yang berjatuhan dari langit demi menyelamatkan jutaan manusia lainnya, maka satu persatu tenaga medis juga berguguran di seluruh dunia menyelamatkan miliaran manusia dari kehancuran akibat wabah.

Siapa yang akan memenangkan pertempuran, apakah manusia atau wabah, belum bisa diketahui. Namun jika manusia yang menang, maka sejarah akan kembali mencatat begitu banyak  manusia akan berhutang sangat besar kepada sedikit  manusia. 

Sudah waktunya kita memahami bahwa pahlawan bukan hanya mereka yang bertempur di tengah desingan peluru. Tenaga medis juga bertempur mempertahankan pasien serta dirinya dari desingan yang tidak nampak di mata dan taruhannya juga nyawa.

Berharaplah mereka memenangkan pertempurannya sehingga nanti kita juga bisa memberikan sambutan hangat dan kalungan bunga layaknya pahlawan dari masa sebelumnya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun