Mohon tunggu...
Irvinia Nauli
Irvinia Nauli Mohon Tunggu... -

Ingin membiasakan menulis lebih sering lagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siaran Sehari

29 Juli 2012   05:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba, terjadi keributan di depan sebuah kantor radio terkenal di Jakarta.Mario keluar dari ruangannya.

“ Di depan ada apa, Yo ?” Yoyo tampak pucat.

“ Ada orang gila Pak, saya sempat dicolek lagi.”

“ Sama saudara sendiri kok takut.” Ledek Mario.

“ Saya punya Phobia ketemu sama orang gila, pak.” Karena penasaran, Mario berjalan keluar kantor.

“ Mana orang gilanya ?” Mario celingukan di depan pintu. Dia mencolek bahu seorang lelaki yang berdiri tidak jauh darinya.

“ Mas…mas…orang gilanya mana ?” Lelaki itu menoleh dan tersenyum lebar.

“ Saya orang gilanya, hehehe….” Mario langsung lari ke dalam kantor.

“ Berhasil pak ?” Melotot ke arah Yoyo.

“ Diam kamu ! cepat panggil keamanan dan usir orang gila itu !” Mario membanting pintu kerjanya.

“ Tok !! tok !!”

“ Masuk !” Yoyo duduk di hadapan Mario dengan wajah cemas.

“ Ada apa, Yo ?” Yoyo menarik nafas panjang.

“ Orang gilanya susah diusir, pak.”

“ Panggil polisi ajah.”

“ Sudah pak, tapi sewaktu polisinya datang orang gilanya jadi normal dan mereka jadi akrab, sampai ketawa-ketawa segala lagi. Polisi itu malah marah sama saya, dianggap memfitnah.” Mario mengalihkan pandangannya ke Yoyo.

“ Lalu…? Apa saya juga yang harus menangani hal ini ? Tidak ada yang bisa ??” Yoyo terdiam sebentar.

“ Orang gilanya mengajukan syarat pak…”

“ Syarat ?!! orang gila kok mengajukan syarat ??!!”

“ Eh…hm..minta siaran satu hari saja…disini.” Mario berdiri sambil menggebrak meja.

“ Apa ?! Tempat siaran kita ini sangat terkenal di Jakarta, apa nanti kata dunia ?!!” Yoyo mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak.

“ Cepat kamu keluar dan bereskan masalah ini.” Mario kembali duduk seraya menatap layar laptopnya.

“ Iya pak,…iya.” Yoyo keluar ruangan.

Sebulan kemudian…..

“ Selamat pagi semua !!” Mario masuk ke dalam kantor dengan wajah cerah.

“ Selamat pagi, pak !!”

“ Kok lemes sih ? kangen ya sama saya ? Saya pergi keluar negri untuk menjalankan tugas, untuk kantor kita juga.” Sok dewasa dan berwibawa.

“ Pak Mario, Mr. Dean telpon terus tuh, katanya nanti siang mau telpon lagi.”

“ Oh ya, ada apa gerangan ?!” Linda mengangkat bahu.

“ Nanti kalau doi telpon, sambungkan ke saya.” Mario mengedipkan sebelah matanya sebelum masuk ke dalam ruang kerjanya.

“ Semua rapat !! segera !!” Para staf tampak kelabakan dan mereka sempat bertabrakan

satu sama lain.

“ Cepat ke ruang rapat !! kok malah pada ngelawak di situ !!” 3 menit kemudian, Mario memandangi wajah para stafnya yang tampak cemas semua.

“ Tadi Mr. Dean telpon, dia bilang pemasukan kita bulan ini turun sangat drastis. Ada apa ini ? Siska ?” Siska tampak gemetaran.

“ Itu pak…eh…ini…”

“ Kok ini…itu..ini…itu, ada apa ? ngomong yang jelas.” Siska tampak pucat, matanya mulai berkaca-kaca dan tanpa bisa di tahan, Sisca mulai terisak-isak. Dia memang paling tidak bisa digalakin, hatinya terlalu sensitif.

“ Siska, kamu bukannya menjawab pertanyaan saya malah ketawa.”

“ Siapa yang ketawa pak, saya lagi nangis kok…”

“ Ngapain kamu pakai acara nangis, memang ini taman bermain anak-anak ? kamu anak

TK ? Bicara yang jelas dan tanpa menangis, saya tunggu Siska.” Bernada mengancam.

“ Begini pak, si Robert…”

“ Siapa Robert ? karyawan baru ?! kok berani-beraninya mempekerjakan karyawan baru tanpa ijin dari saya ?!! Saya masih kalian anggap atasan atau bukan ??!! Kalian…”

“ Pak Mario diam dulu dong. Tadi katanya saya disuruh bicara, sekarang saya mau bicara malah Bapak selak, pakai nuduh lagi.” Mario terdiam.

“ Ya sudah, lanjutkan…”

“ Robert itu orang gila yang sering nongkrong di depan kantor kita. Karena tidak diijinkan siaran disini, semua klien kita tidak bisa masuk ke kantor ini. Kalau ada orang asing yang datang ke sini, pasti digangguin sama Robert, malah sempat ada yang kena cium.” Suasana hening.

“ Masalah orang gila itu belum juga selesai ? Yoyo..!”

“ I..iya, pak..”

“ Jelaskan…!!”

“ Susah pak, dia tetap bertahan sama keinginannya…” Yoyo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“ Polisi sudah dipanggil lagi ?”

“ Gagal juga, pak.”

“ Petugas keamanan disini tidak campur tangan ?”

“ Wah…..pak, mereka semua ternyata kenal sama Robert, sempat jadi teman ‘kongkow’ bareng katanya.” Mario menepuk jidat Yoyo.

“ Aduh pak, kok jidat saya dipukul segala ?”

“ Saya silau dari tadi melihat jidat kamu.” Yoyo segera pindah tempat duduk, takut ketiban sial lagi. Suasana hening, tidak ada yang berani bicara.

“ Ya sudah, Robert kita biarkan siaran selama satu hari. Ini tanggung jawab kamu, Yo. Kalau dia mulai ngaco siarannya, langsung di matiin aja miknya. Rapat selesai.”

----------------------------------------------------------------------------------------

“ Tok !! tok !!”

“ Masuk.” Yoyo masuk ke ruang kerja Mario dengan wajah cemas.

“ Ada apalagi, Yo ? masalahnya belum selesai ? orang gilanya ngeles kan ? Orang gila kok dipercaya ?” Bernada sinis.

“ Gawat pak…”

“ Iya saya tahu memang gawat, dari dulu juga saya tahu ini masalah gawat. Berurusan sama orang gila memang gawat !!” Mario tampak emosi.

“ Bukan pak…..masalahnya klien kita banyak yang meminta jasanya si Robert.” Mario terdiam, tidak percaya dengan pendengarannya.

“ Hah ??”

“ Si Robert siarannya keren banget, main gitar bisa, ngarang lagu bisa, nyanyi bisa, lucu lagi orangnya. Banyak yang telpon ke sini dan semua menanyakan tentang Robert.” Yoyo menunggu reaksi Mario.

“ Terus klien kita banyak yang minta dibuatkan jingle iklan sama Robert, malah ada yang mengundang dia jadi mc di acara mereka.”

“ Gawat !!” Tiba-tiba Mario berdiri sambil menggebrak meja, Yoyo sampai melompat dari kursi karena kaget.

“ Kalau mereka tahu kita sempat memakai jasa orang gila, apa kata dunia ??!!” Yoyo kembali ke tempat duduknya.

“ Pak….hm….si Robert kan kadang-kadang bisa normal juga, kita coba nego aja sama dia.” Mario terdiam.

“ Kamu atur pertemuannya, Yo. Kita berdua yang akan bicara sama Robert.”

“ Iya pak, segera.”

---------------------------------------------------------------------------------------

“ Selamat siang, Pak Robert.” Robert membalas uluran tangan Mario dengan sikap sopan. Dia tidak tampak seperti orang gila sama sekali.

“ Silahkan duduk.” Mereka duduk saling berhadapan dan sempat terdiam sesaat.

“ Hm…begini Pak Robert, ternyata setelah kami memberikan kesempatan untuk siaran, banyak yang menyukai gaya Pak Robert saat membawakan acara. Mereka meminta pak Robert untuk bekerja sama dengan mereka.” Robert tersenyum lebar.

“ Mengenai honor, jangan khawatir pak, pasti nilainya memuaskan.” Robert masih tetap tersenyum.

“ Lalu….Pak Robert sendiri bagaimana tanggapannya ?” Robert berdehem.

“ Pak Robert pasti akan segera terkenal, banyak uang dan bisa jalan-jalan keluar negri. Pokoknya tidak rugi untuk dicoba.” Yoyo ikut melancarkan rayuannya.

“ Bagaimana pak ?” Robert menoleh ke kanan dan ke kiri…lalu tersenyum lagi ke arah Mario dan Yoyo. Tiba-tiba dia berdiri.

“ Lo berdua pada gila ye, masa orang gila kaya gua diminta untuk jadi penyiar. Tolol lo ye….hehehehe. Ternyata yang gila gak cuma gue….hehehe…” Robert keluar dari ruangan meninggalkan tawanya yang panjang. Mario dan Yoyo saling bertatapan.

“ Pak….”

“ Kenapa Yo ?”

“ Kita gila juga ya ?”

“ Mungkin Yo.” Mereka menunduk lemas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun