Mohon tunggu...
Irvina Lioni
Irvina Lioni Mohon Tunggu... lainnya -

Pemilik Blog http://kancut-beringas.blogspot.com | Pendiri Komunitas Blogger Kreatif Indonesia @kancutkeblenger | Penulis buku KANCUT KEBLENGER: DIGITAL LOVE | Sedang Menyusun Masa Depan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fenomena Menjadi Buzzer Politisi, Salah Nggak, Ya?

11 Desember 2013   22:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:02 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena buzzer barangkali sudah tidak membuat heran lagi. Segala iklan dan bentuk promosi sudah biasa ditemukan setiap hari lewat media sosial, baik melalui akun pemilik brand yang memang sengaja kita ikuti atau akun influencer. Di Twitter sendiri para influencer biasanya disebut Selebtwit, yakni pemilik akun yang memiliki pengikut ribuan hingga jutaan. Padahal sebenarnya tidak semua pemilik akun dengan pengikut banyak memiliki pengaruh yang besar dan belum tentu bisa dijadikan sebagai buzzer atau disebut influencer. Jadi antara Selebtwit dan influencer sebenarnya mengandung arti berbeda walaupun terkadang bisa dikorelasikan.

Hingga saat ini belum ada ketentuan pasti besar minimal pengikut hingga seorang pemilik akun bisa dikatakan sebagai Selebtwit. Apa lagi kini sudah ada layanan untuk meningkatkan pengikut. Jadi, orang biasa pun bisa jadi Selebtwit. Harganya? Cukup terjangkau, kok. Silakan lihat tabel di bawah ini.

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Murah meriah, euy!"][/caption]

Yang jelas, selain memiliki pengikut banyak, akun si Selebtwit yang akan dijadikan buzzer harus diteliti terlebih dahulu pengaruhnya dengan menggunakan klout. Dilansir dari ivanprakasa.com, klout adalah aplikasi berbasis web yang memungkinkan user untuk melihat seberapa besar pengaruh mereka di social media. Untuk lebih jelasnya, anda bisa melihatnya di link ini : http://ivanprakasa.com/2011/11/23/apa-itu-klout/

Oh iya, barangkali di sini ada teman pembaca yang belum mengetahui apa itu buzzer. Intinya, buzzer adalah sebutan untuk mereka yang memiliki pengaruh besar di media sosial, yang biasa dibayar untuk sejumlah kampanye brand atau politik. Nah, kalau ada buzzer yang mengkampanyekan sebuah brand, mungkin kalau kata anak jaman sekarang woles aje sih. Bagaimana kalau mereka ikut mengkampanyekan para politisi?

[caption id="attachment_298061" align="aligncenter" width="476" caption="Selebtwit beraksi"]

138677452645729885
138677452645729885
[/caption]

***

Pada awal tahun 2012, saya pernah tiba-tiba ditawari oleh seorang blogger untuk mengikuti kerja lapangan Foke. Berhubung waktu itu saya sedang liburan semester kuliah dan tidak sibuk, akhirnya saya mengiyakan tawaran si blogger itu. Saya begitu antusias dan benar-benar ingin tahu bagaimana proses seorang Gubernur DKI bekerja.  Belum lagi selain saya, ada juga para artis yang turut diundang. Minder, mak!

Pagi-pagi saya ke balai kota untuk memenuhi undangan. Tidak lama saya diajak masuk ke dalam sebuah bis kecil mewah milik PEMDA DKI. Saya satu bis dengan Foke, para artis, dan satu bangku dengan si blogger itu. Senang sekali berada di tengah-tengah orang hebat. Kapan lagi, coba?

Kami lalu diajak melihat waduk dan bendungan di Jakarta Utara. Puluhan wartawan tampak sedang asyik jeprat-jepret dan menulis semua perkataan Foke. Saya dan teman blogger disuruh untuk terus mentwit tentang kegiatan Foke (saya hanya mentwit sedikit karena baterai Blackberry hampir habis). Seusai jam makan siang, kami pun pulang. Sebelumnya saya diberi ‘amplop’ dari pengundang (agensi digital) dan diberi tahu untuk segera mempublikasikan kegiatan tadi di blog. Malamnya saya langsung mempublikasikan kegiatan tadi. Di dalam pikiran saya sama sekali tidak terlintas bahwa itu adalah salah satu kampanye kecil-kecilan alias pencitraan Foke, yang akan kembali mencoba mendapatkan jabatan sebagai Gubernur DKI periode selanjutnya.

Saya akui pada waktu itu saya tidak begitu mengamati segala hal tentang politik. Bahkan saya belum tahu siapa itu Jokowi, Ahok, dan informasi soal pemilihan Gubernur DKI. Saya benar-benar tidak tahu kalau pada tahun itu akan ada pelaksanaan pemilihan Gubernur DKI. Saya akui, saya memang kurang update pada waktu itu.

Setelah saya belajar banyak tentang propaganda politik di bangku kuliah pada semester itu (semester 6), saya baru ngeh bahwa saya telah menjadi bagian dari kampanye Foke, demi sebuah pencitraan, mungkin. Saya pun mulai menggali informasi tentang Foke VS JokoHok. Waduh, kok jauh banget? Akhirnya seketika saya menjadi pengagum  JokoHok dan pernah mengkritisi tentang kampanye Foke VS JokoHok di sini . Oh iya, jujur saja hingga saat ini saya ingin sekali bisa blusukan bersama JokoHok, walau tidak dibayar ya tidak masalah. Hanya sekadar ingin tahu bagaimana sikap JokoHok sedang bersama warga pinggiran ibukota atau mendengarkan curahan hati warga secara langsung.

***

Dari pengalaman di atas, saya jadi tahu kalau saya sempat menjadi buzzer Foke di blog. Atau ya, katakanlah menjadi penulis bayaran politisi itu. Saya menyesal dan saya sempat berpikir, “Saya nggak ada bedanya sama demonstran bayaran.” Tulisan berbayar itu pun sudah saya hapus beberapa bulan kemudian setelah saya tahu tentang prestasi JokoHok dan kampanye kotor Foke. Mulai dari situ saya pun berprinsip, “Ogah banget dibayar sama orang-orang politisi buat jadi supporter pencitraan mereka. Sudahlah, kalau si politisi mau caper ke rakyat, ya tunjukin saja semua prestasi realnya. Biarlah rakyat sendiri yang menuliskan tentang prestasinya dan mengangkat nama baik si politisi”

Nah, kalau pengalaman di atas kan pengakuan saya yang pernah menjadi penulis bayaran atau buzzer cagub DKI. Bagaimana dengan kasus buzzer capres yang sedang nge-hits di media sosial?

[caption id="attachment_298062" align="aligncenter" width="474" caption="Salah 1 Selebtwit beraksi"]

1386774747786652416
1386774747786652416
[/caption]

Kalau teman pembaca ngeh, sudah sebulan lebih kita bisa melihat iklan digital Gita Wirjawan (GW) yang wara-wiri di beberapa website dan media sosial. Iklannya cukup nyeselin, bahkan di Kompasiana pernah ada iklan pop up GW, yang mana bentuk iklan tersebut sangat dibenci oleh pembaca. Belum lagi di media sosial, duh kok Selebtwit yang saya follow pada membicarakan GW secara berbarengan? Linimasa Twitter isinya tentang GW. Mending kalau yang dibicarakan adalah segala prestasi GW, lah ini tentang ketampanannya GW, kerennya GW yang bisa main piano, quote buatan GW yang nancep, dan sebagainya.

[caption id="attachment_298063" align="aligncenter" width="435" caption="Hayoloh, diprotes pengikut!"]

138677481840777584
138677481840777584
[/caption]

Ting! Saya pun akhirnya mengerti bahwa GW ingin menyasar anak muda sebagai calon pemilihnya. Beliau tahu sekali kalau anak muda zaman sekarang kebanyakan suka memainkan media sosial. Kebetulan saya juga yakin kalau GW belum banyak dikenali oleh anak muda. Makanya beliau berkampanye di media sosial dan dibantu oleh Selebtwit papan atas yang telah ditunjuk agensi digital pemegang kampanye GW.

Namanya juga mau mendekati anak muda, jadi yang dibahas ya yang ringan-ringan saja. Pokoknya yang disukai anak muda, misal soal musik atau ketampanan wajahnya. Betul, tidak?

Menurut selentingan kabar, GW telah menjual salah 1 asetnya demi bisa berkampanye. Wah, uangnya habis buat pencitraan, nih. Dihabiskan oleh para Selebtwit, lebih tepatnya. Hihihi. Masalahnya GW menggunakan Selebtwit papan atas yang pertwitnya bisa dihargai sejuta lebih. Siapakah para Selebtwit itu? Pokoknya ada, deh. Kurang enak juga menyebutkan nama mereka di sini, karena beberapa di antaranya adalah teman saya. Kalau anda kepo alias ingin tahu, bisa lewat inbox atau silakan search kata kunci @Gwirjawan di Twitter dan lihatlah Top Tweets-nya.

Sebenarnya saya salut dengan tim sukses GW di media sosial. Kalau kata anak advertising, ini namanya softsale, tidak terlalu terlihat sedang berpromosi. Kalau kata dosen advertising saya dahulu, iklan yang baik itu adalah iklan yang tidak diketahui langsung kalau itu iklan. Halah. Nah, persis dengan twit bayaran tentang GW dari para Selebtwit alias influencer. Sekilas twit mereka layaknya hanya sebuah opini pribadi. Namun, tetap saja kalau yang men-twit-kan ‘orangnya satu jaringan’ secara bersamaan, ya saya yang sudah tidak awam-awam banget tahu kalau itu adalah promosi atau iklan terselubung.

Sayangnya, saya tidak melihat Selebtwit mentwitkan segala prestasi GW. Padahal untuk menjadi seorang capres, tentu saja rakyat harus tahu apa saja prestasi-prestasi capres yang memang telah terbukti. GW sendiri sebagai menteri perdagangan sudah dinilai gagal dalam menstabilkan kelabilan ekonomi di Indonesia. Impor sana impor sini, sagalana weh diimporkeun. Belum lagi menurut teman saya, @fazameonk, yang merupakan salah 1 aktivis anti rokok, pernah bilang kalau GW turut support perusahaan rokok. Yah, cape deh.

1386778399374938741
1386778399374938741

Tiga hari lalu saya berdialog dengan Faza di Twitter, kurang lebih seperti ini :

Saya : “Gue kok yakin ya akun GW dipegang agensi gitu?”

Faza : “Gue juga, kok. Malah si Juki sampai pernah ditawari jadi buzzernya.”

Gila, bahkan tokoh kartun pun diincar capres? Wow! Dan tadi sore, kebetulan @JukiHoki membeberkan aib akun @GWirjawan. Maka terjadilah aksi bullying. Namun tentu saja, admin @GWirjawan tidak mau menggubrisnya. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Kalau anda sedang tidak ada kerjaan, silakan search akun @GWirjawan. Komentarnya lumayan menghibur.

[caption id="attachment_298064" align="aligncenter" width="379" caption="Nah, ketahuan kan kalau akunnya GW pakai admin! :p"]

13867749051183833675
13867749051183833675
[/caption]
13867749441259667806
13867749441259667806

Saya sempat tidak sengaja mendapatkan komentar seperti ini. Benarkah GW sampai segitunya menggelontorkan uang 200 juta perhari demi PENCITRAAN?

[caption id="attachment_298066" align="aligncenter" width="297" caption="Om, nggak bercanda, nih?"]

138677499387386080
138677499387386080
[/caption]

Belum lagi saya menemukan petisi menolak iklan GW di Kaskus. Wah!

13867751151113174730
13867751151113174730

Dan... lihat ini! Menyebalkan sekali!

13867751781679003353
13867751781679003353

Namanya juga mau jadi capres, kan harus dikenal banyak orang. Makanya musti pakai iklan di mana-mana. Tapi... ups! Bosen juga, ya~

Jadi, sebenarnya apa yang salah dari kampanye digital GW?

1. Kalau memang mau dibantu Selebtwit, lebih baik suruh mereka mentwitkan prestasi GW. Itu juga twitnya harus yang cerdas dikit. Biar terlihat elegan gitu loh, Pak.

2. Kalau mau main media sosial (akun pribadi Twitter, misalnya), ya toh dipegang sama diri sendiri saja atau dipegang asisten pribadi. Kalau mau ngetwit dan mau merangkul anak muda, ya toh gunakan kata-kata yang simple, balas mention mereka dengan sedikit guyonan, seperti akun walikota Bandung @ridwankamil ini. Ya setidaknya, tidak terlihat pencitraan banget dengan terus ngetwit serius.

13867752341674275684
13867752341674275684

Tapi... kan GW sibuk kesana-kemari, ya? Mana sempat ngetwit? Katanya juga kemarin sempat tampil di Inbox, benarkah?

Iya deh, iya, dimaklumi kalau segala media sosialnya dipegang agensi.

3. Jangan terlihat ambisius dengan iklan di sana-sini. Kalau bisa, buatlah iklan atau promosi yang kreatif. Jadi teringat kampanye JokoHok dahulu, sampai ada kampanye berupa video nyanyi-nyanyian dan games. Nah, mau diikuti, kah? Atau kalau mau berinovasi, beriklan dengan ambient media saja. Semakin unik bentuknya, toh nantinya akan banyak diperbincangkan di media tradisional dan media baru. Lumayan, jadi terkenal, kan?

Apa lagi, hayo?

1386775298992368956
1386775298992368956

Jadi, apakah salah menjadi buzzer seorang politisi?

Sebenarnya tidak salah, itu hak mereka, namun berhati-hatilah kalau nantinya politisi yang membayari mereka menjadi bumerang. Silakan lihat dahulu prestasi politisi terkait. Jangan melulu karena akan dibayar besar makanya mengangguk setuju untuk bekerja sama. Masalahnya jangan sampai nantinya gara-gara jadi buzzer, rakyat menjadi banyak yang tertipu akan segala tipu muslihat pencitraan si politisi. Ingatlah, politisi itu wakil rakyat.

Mungkin akan lebih baik janganlah supporter politisi karena uang. Kalau karena ideologi dan prestasinya bagus, silakan lah secara suka rela ikut berkampanye. Misal dengan ikut beropini di media sosial dan blog. Ah, apa iya ada Selebtwit atau Seleb blogger yang akan berkampanye tanpa dibayar? Hehehe.

13867753341394329180
13867753341394329180

Ya setidaknya, itulah yang saya pelajari tentang buzzer politisi. Saya pun sudah nggak mau ikut mengkampanyekan politisi mana pun. Takut nantinya menyesal.

1386775383716694212
1386775383716694212
13867754091288657544
13867754091288657544

Oh iya, saya menulis ini bukan maksud saya mau menjatuhkan GW. Saya hanya ingin menulis sesuai dengan ada pemikiran teman-teman lainnya, yang sudah jenuh dengan segala iklan GW. Ingat, ini bukan tulisan berbayar! Mohon maaf jika ada kesalahan kata atau dirasa sotoy. Setidaknya inilah pandangan saya selaku orang awam #halah.

Terimakasih untuk yang sudah membaca tulisan ini. Semoga bermanfaat, ya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun