Mohon tunggu...
Irviananda Adenia
Irviananda Adenia Mohon Tunggu... Arsitek - architect student

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perumahan Murah di Sekitar Kota Jakarta, Solusi atau Masalah Baru?

18 Mei 2022   22:35 Diperbarui: 18 Mei 2022   23:04 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari gambar perumahan tersebut, terlihat bahwa masih ada perumahan tapak yang secara langsung mengarah dan berbatasan dengan jalan tanpa dibatasi oleh Garis Sepadan Bangunan (GSB). Padahal, selain sebagai daerah resapan, GSB juga dapat digunakan sebagai pemisah ruang publik dan privat, taman kecil untuk buffer udara dan memperbaiki sirkulasi udara yang masuk. Dengan menghilangnya GSB, jarak antar rumah satu dengan lainnya menjadi lebih dekat dan berhimpitan. Hal ini cukup berbahaya apabila terjadi bencana alam seperti kebakaran. Rumah yang sangat berdekatan akan menyebabkan api cepat menjalar dan menghabiskan rumah lainnya. Kurangnya daerah resapan karena menghilangnya GSB juga berdampak terhadap bencana yang sudah ditemui di Kota Jakarta, yaitu banjir. Tanpa adanya resapan, air akan dengan mudah menggenang saat hujan tiba dan akan langsung masuk ke pekarangan rumah. 

3. Sarana dan Prasarana Sebagaimana yang sudah diatur dalam UU nomor 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Pemukiman, dapat disimpulkan bahwa pembangunan suatu kawasan harus mempunyai "roh ekonomi" atau tersedia pusat-pusat ekonomi yang membantu berlangsungnya kehidupan. Sementara, target pasar dari pemukiman Kota Satelit adalah wilayah Jakarta, dan kecil kemungkinan akan terjadi pusat ekonomi baru dalam waktu dekat. Kawasan pemukiman kota satelit juga harus merancang pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Karena seperti yang kita ketahui, rumah tinggal tentu kita huni lebih dari 50 tahun, bahkan sampai memasuki masa tua.

Secara fungsional, sarana dan prasarana pemukiman di Kota Satelit sekitar Jakarta tidak memenuhi standar, dilihat dari terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olahraga, tempat usaha dan perdagangan, dan fasilitas sosial (Hermawan, 2010). Masyarakat Kota Satelit harus menuju pusat kota untuk mendapatkan fasilitas layak, yang tentunya akan memakan waktu dan pengeluaran lebih. 

Pembangunan suatu perumahan pemukiman sudah seharusnya mengikuti peraturan tata ruang yang berlaku, dengan turut serta beriringan membangun fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mengakomodir penghuni di dalamnya. Masyarakat sudah seharusnya mendapatkan standar lingkungan permukiman yang tidak hanya terkesan terjangkau, namun juga responsif (sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan).

Perumahan di Kota Satelit dinilai hanya bersaing dari sisi harga, namun belum dapat mempertanggung jawabkan kelangsungan hidup pembeli dan penghuni rumah tapak yang dibangun. Apabila Perumahan Kota Satelit hanya dijadikan sebagai preventif terkait munculnya pemukiman kumuh di Ibukota Jakarta, hal ini mungkin cukup efektif untuk sebagian kalangan. Namun, dengan sarana prasarana dan konsep tata ruang yang terbentuk, Kawasan pemukiman di Kota Satelit yang terbangun belum bisa memenuhi dan mengakomodir standart keberlangsung kehidupan manusia yang sehat dan layak, sehingga akan menambah masalah pemukiman yang baru bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun